Penentuan model persamaan matematika perubahan warna label

o Hue eks = f X 3 , X 4 , X 5, X 6 ………….. 4 dengan, X 3 = pH pempek X 4 = jumlah bakteri dominan label 1×10 3 cfug X 5 = konsentrasi total volatil nitrogen pempek mg 100g X 6 = konsentrasi gas asam di dalam kemasan ppm Persamaan yang diperoleh kemudian diuji kelayakannya menggunakan uji asumsi. Model regresi yang layak harus memenuhi asumsi pada uji Kolmogorov smirnov, uji Glejser, uji multikolinieritas dan autokorelasi Draper dan Smith 2014. Kolmogorov smirnov merupakan uji normalitas untuk menguji nilai residual terstandarisasi pada model regresi sudah menyebar atau belum. Jika sig  0.05  maka data telah menyebar normal. Glejser merupakan uji heteroskedastisitas untuk menguji ketidaksamaan data dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah homoskesdasitias atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Jika sig ANOVA  0.05  maka data telah homogen. Uji multikolinieritas sangat penting dilakukan pada variabel bebas lebih dari satu, untuk menguji adanya korelasi antara variabel bebas. Model yang baik adalah tidak memiliki korelasi antar variabel bebas. Multikolinieritas dapat dilihat dari nilai variance inflation factor VIF. Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan multikolinieritas adalah nilai VIF  10 dengan nilai tolerance = 0.1 sama dengan tingkat koliniertitasnya 0.95. Variabel yang memiliki VIF10 tidak dapat digunakan dalam penentuan persamaan model, sehingga variabel dikeluarkan. Jika VIF  10, maka tidak ada multikolinieritas Ghozali 2001. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji masalah pada model. Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Uji autokolerasi menggunakan ketentuan Durbin-Watson DW. Jika 1.65  DW  2.35, maka tidak terdapat autokorelasi atau hubungan antar variabel. Jika 1.21  DW  1.65 atau 2.35  DW  2.79 maka tidak dapat disimpulkan. Jika DW  1.21 atau DW  2.79 maka terjadi autokorelasi Ghozali 2001. Model persamaan yang telah layak dilakukan simulasi dan validasi. Simulasi dilakukan untuk melihat kembali ketepatan model dalam memprediksi warna label. Simulasi dilakukan dengan memasukkan data dalam variabel independen pada model persamaan, kemudian dikalkulasi. Data dapat berupa data primer atau data sekunder. Pada penelitian ini, data yang digunakan pada simulasi merupakan data primer. Validasi pada simulasi model dilakukan menggunakan Chi square . Chi square adalah pengujian non-parametrik ketepatan data terhadap suatu model Onchiri 2013. Validasi Chi square merupakan validasi eksternal yang membandingkan antara kriteria model dengan fakta-fakta empiris yang terjadi di lapangan Onchiri 2013, Sugiyono 2010. Nilai hue dari lapangan dihitung selisihnya terhadap nilai hue yang diperoleh dari model, kemudian dibagi dengan nilai model hingga diperoleh rata-rata selisih. Rata-rata selisih masing- masing sampel dijumlahkan yang dinyatakan dengan X 2 . Kevalidan model dinyatakan jika X 2 tidak melebihi batas signifikasi, yang ditulis dengan persamaan sebagai berikut : PX 2  X o 2 = 1 -  ……… 5 Keterangan : X 2 = total dari selisih o hue predict dan o hue exp X o 2 = kriteria validitas tingkat kepercayaan, jumlah sampel 3.5 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan digunakan pada penelitian utama untuk menentukan pengaruh faktor perlakuan terhadap respon label Nilai hue, chroma, pH label dan jumlah bakteri dominan label dan kualitas pempek jumlah bakteri dominan pempek, total volatil nitrogen, gas asam dalam kemasan, pH pempek dan penerimaan konsumen pada pempek selama penyimpanan serta menguji perbedaan masing-masing faktor. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial in time. RAL in time merupakan rancangan dengan satuan percobaan yang relatif homogen dan pengamatan dilakukan berulang dalam waktu yang berbeda selama periode percobaan. Waktu pengamatan dipandang sebagai faktor tambahan yang dialokasikan ke dalam anak petak, sehingga RAL in time seolah-olah dipandang sebagai rancangan split plot. Faktor yang dialokasikan sebagai petak utama meliputi dua faktor yaitu kondisi kemasan K dan suhu penyimpanan S, sedangkan waktu pengamatan dialokasikan sebagai anak petak Widiharih 2001. Percobaan diulang sebanyak tiga kali. Hasil percobaan atau pengukuran ditabulasikan dan dihitung rata- ratanya, kemudian dianalisis keragamannya. Perlakuan yang berpengaruh nyata diuji lanjut menggunakan uji lanjut Duncan taraf 5. Model matematika rancangan percobaan yang digunakan yaitu : Y =  + K i + S j + KS Ij + G ij + L k + KL ik + SL ij + KSL ijk + G ijk ……….. 6 dengan, Y = nilai pengamatan  = nilai rata-rata K i = pengaruh perlakuan kondisi kemasan taraf ke-i i = tidak vakum, vakum S j = pengaruh perlakuan suhu penyimpanan taraf ke-j j = suhu ruang, suhu dingin KS ij = interaksi antara perlakuan kondisi kemasan taraf ke-i dan suhu penyimpanan taraf ke-j G ij = galat percobaan untuk pengamatan ke-i dan j L k = pengaruh perlakuan lama simpan taraf ke-k k = jam ke- 8, 16, 24, 48 KL ik = interaksi antara perlakuan kondisi kemasan taraf ke-i dan lama simpan taraf ke-k SL ij = interaksi antara perlakuan suhu penyimpanan taraf ke-j dan lama simpan taraf ke-k KSL ijk = interaksi antara perlakuan kondisi kemasan taraf ke-i, suhu penyimpanan taraf ke-j dan lama simpan taraf ke-k G ijk = galat percobaan untuk pengamatan ke-i, j, k 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan

Hasil penelitian pendahuluan meliputi identifikasi mikroba patogen yang dominan pada pempek dan penentuan formulasi label indikator mikroba dominan.

4.1.1 Identifikasi mikroba dominan pada pempek

Identifikasi yang dilakukan pada masing-masing media selektif menunjukkan mikroba dominan yang mengkontaminasi pempek adalah S. aureus. Hasil identifikasi mikroba dominan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Identifikasi mikroba kontaminan dominan pada pempek Penyimpanan suhu ruang pada jam ke- Kondisi kemasan Escherichia coli cfug Salmonella sp cfu25 g Staphylococcus aureus 1x10 3 cfug Kontrol Negatif Negatif 0.009 12 24 Tidak vakum Negatif Negatif 1 Negatif Negatif 19.7 36 48 Negatif Negatif 109.5 Negatif Negatif 128.2 12 24 Vakum Negatif Negatif 0.4 Negatif Negatif 6.8 36 48 Negatif Negatif 8.4 Negatif Negatif 8.9 Penegasan lebih lanjut dengan uji koagulase, katalase dan fermentasi anaerob menunjukkan hasil positif bahwa bakteri dominan yang tumbuh pada pempek adalah S. aureus, pada Tabel 3. Hasil penegasan E. coli dan Salmonella pada Lampiran 5. Hasil pengamatan pada uji lanjut menunjukkan semua sampel pada uji katalase dan koagulase adalah positif. Uji katalase digunakan untuk membedakan S. aureus dari Streptococcus, sedangkan uji koagulase untuk membedakan S. aureus dari Staphylococcus lainnya. Fey et al. 2013 menyatakan S. aureus mampu memfermentasikan manitol menjadi asam. Tabel 3 Uji lanjut identifikasi S. aureus Jam ke- Kondisi kemasan Katalase Koagulase Fermentasi manitol Kontrol + + + 12 Tidak vakum + + + Vakum + + + 24 Tidak vakum + + + Vakum + + + 36 Tidak vakum + + + Vakum + + + 48 Tidak vakum + + + Vakum + + + Ketentuan BPOM + + + Dominasi kontaminan S. aureus pada pempek menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian Tavakoli et al. 2012 dan Yam et al. 2015 pada olahan daging ikan. Hal itu disebabkan S. aureus memiliki sifat fisiologi yang lebih sesuai dibanding E.coli dan Salmonella. Penelitian Rosdiana 2002 menunjukkan pempek ikan tenggiri mengandung asam amino g100 g yaitu arginin 0.557, histidin 0.268, lisin 0.843, leusin 0.747, isoleusin 0.424, metionin 0.271, sistein 0.112, fenilalanin 0.363, treonin 0.404, triptopan 0.106, dan valin 0.478. Asam amino-asam amino tersebut merupakan jenis asam amino yang dibutuhkan S. aureus dalam pertumbuhannya Medvedova dan Valik 2012. Sedangkan E. coli dan Salmonella membutuhkan asam amino sistein, metionin, alanin, asam gulatamat, prolin, sistein Yang et al. 2015 untuk dapat tumbuh. Hasil penelitian juga menunjukkan S. aureus tumbuh pada pempek yang dikemas vakum Tabel 2. Pada penelitian ini, tekanan vakum yang digunakan dalam pengemasan sebesar 0.95-0.98 kpa. Hal itu memungkinkan masih terdapatnya oksigen di dalam kemasan vakum. Keberadaan oksigen rendah dalam kemasan adalah penyebab S. aureus tumbuh pada kemasan vakum karena S. aureus memiliki sifat anaerobik fakultatif Missiakas dan Schneewind 2013. Pertumbuhan S. aureus pada oksigen rendah terjadi melalui respirasi nitrat, yaitu menggunakan nitrat atau nitrit sebagai alternatif penerima elektron. Namun, konsentrasi oksigen yang rendah di dalam kemasan juga menyebabkan pertumbuhan bakteri menjadi lambat dan konsumsi nutrisi lebih rendah, sedangkan pada kondisi aerobik jumlah S. aureus meningkat hingga fase stasioner Fuchs et al. 2007, hasil yang sama ditunjukkan Sun et al. 2012.

4.1.2 Penentuan formulasi label indikator S. aureus

Formula label ditentukan berdasarkan karakteristik bakteri kontaminan yang dominan tumbuh pada pempek. Komposisi label didasarkan pada komposisi Manitol Salt Agar MSA yang merupakan media selektif bagi pertumbuhan S. aureus. Kemampuan media MSA sebagai label ditunjukkan pada Tabel 4 dan 5. Tabel 4 Perubahan warna label MSA terhadap pertumbuhan S. aureus pada label tidak dikemas Keterangan : MSA = media selektif, L = label dari MSA. Angka notasi yang mengikuti MSA dan L menunjukkan pengenceran inokulan