indikator dengan senyawa volatil H
2
S, CO
2
yang dihasilkan oleh mikroba pada label. Perubahan warna label terjadi dari hijau menjadi orange Napwinyuwong et
al. 2010. Label pemantau kebusukan ikan menggunakan bromocresol green sebagai pewarna indikator. Perubahan warna label dari kuning menjadi biru akibat
reaksi antara bromocresol green dengan volatil nitrogen Pacquit et al. 2007.
2.2 Bakteri Patogen
Keracunan makanan dapat disebabkan oleh pertumbuhan mikroba berbahaya pada makanan yang dikonsumsi. Sebanyak 66 penyebab keracunan
makanan berasal dari bakteri. Dua tipe keracunan makanan yaitu intoksikasi dan infeksi. Intoksikasi terjadi ketika toksin yang dihasilkan oleh bakteri patogen
dikonsumsi, sedangkan infeksi terjadi ketika pengkonsumsian makanan yang mengandung bakteri patogen Addis dan Sisay 2015. Beberapa kasus keracunan
makanan dilaporkan telah terjadi. Sebanyak 1210 kasus di Perancis tahun 2010, 2600 kasus di Inggris tahun 2010, 25000 kasus di Australia dan Amerika pada
tahun 2010 Teisl dan Roe 2010, 1000 kasus di Surabaya tahun 2013 Ariani dan Haryono 2013, 609 kasus di Tangerang tahun 2010 DKT 2010.
Kontaminasi mikroba akibat penanganan yang salah dapat terjadi pada saat proses pengolahan maupun pengemasan Addis dan Sisay 2015. Menurut BPOM
2009, bakteri patogen yang dapat mengkontaminasi pempek adalah E. coli, Salmonella sp. dan S. aureus. Keberadaan bakteri-bakteri tersebut pada makanan
yang dikonsumsi dapat menyebabkan mual, muntah, diare bahkan kematian.
E. coli adalah bakteri Gram negatif berukuran 3 m, non spora, non motil,
anaerobik fakultatif dan dapat memfermentasikan gula menjadi asam laktat, asetat dan format, dapat hidup pada selang pH 4 hingga 9 dan suhu 10 hingga 45
o
C Gupta dan Sharma 2015. Salmonella sp. adalah Gram negatif berukuran 1
hingga 2.5 m, non spora, anaerobik fakultatif, dapat tumbuh pada selang pH 4
hingga 9 dan suhu 5 hingga 46.2
o
C Addis dan Sisay 2015, Wisner et al. 2001. S. aureus merupakan bakteri Gram positif berdiameter 0.5 hingga 1
m, non motil, non spora, aerobik atau anaerobik fakultatif yang memfermentasi gula
termasuk manitol kecuali rafinosa dan salisin, memproduksi asam laktat selama fermentasi, katalase dan koagulase positif, resisten terhadap garam tinggi hingga
20, dapat hidup pada selang pH 4 hingga 10, suhu 6 hingga 48.5
o
C Magdevis et al. 2012, tumbuh optimum pada pH 7.4 hingga 7.6 Singh dan Prakash 2010.
S. aureus menggunakan gula dan protein sebagai sumber karbon dan energi, mengkatabolisme glukosa pada kondisi anaerobik dengan hasil akhir asam
laktat, mengkatabolisme manitol menjadi fruktosa-6 fosfat lebih lanjut menjadi asam asetat dan laktat pada kondisi aerobik Kenny et al. 2013, Ferreira et al.
2013. Racun enterotoxin S. aureus diproduksi pada fase pertumbuhan eksponensial atau stasioner. S. aureus menghasilkan enzim sistein protease Kolar
et al. 2013. Sistein protease mendegradasi peptida dan protein membentuk senyawa sulfur volatil Young et al. 2001.
2.3 Indikator Warna
Indikator warna atau indikator asam basa adalah zat warna organik yang memiliki warna yang berbeda dalam berbagai pH Abbas 2014. George et al.
2013 menyatakan beberapa indikator asam basa antara lain bromocresol green, bromocresol purple, bromophenol blue, bromothymol blue, methyl orange, methyl
red, phenolphthalein, phenol red dan sebagainya. Bromocresol green memiliki rentang pH 3.8-5.4 dengan perubahan warna dari kuning menjadi biru.
Bromocresol purple memiliki rentang pH 5.2-6.8 dengan perubahan warna dari kuning menjadi ungu. Bromophenol blue memiliki rentang pH 3.0-4.6 dengan
perubahan warna dari kuning menjadi biru. Bromothymol blue memiliki rentang pH dari 6.0-7.6 dengan perubahan warna dari kuning menjadi biru. Methyl orange
memiliki rentang pH 3.2-4.4 dengan perubahan warna dari merah menjadi kuning. Methyl red memiliki rentang pH dari 4.8-6.0 dengan perubahan warna dari merah
menjadi kuning. Phenolphthalein memiliki rentang pH 8.2-10 dengan perubahan warna dari putih menjadi pink.
Phenol red atau phenolsulfonphthalein PS digunakan sebagai indikator asam basa dalam analisis kuantitatif Wu et al. 2013. Phenol red akan berwarna
kuning pada pH 6.5 asam dan menjadi merah pada pH 8.1 basa Gundogdu et al. 2008. Phenol red larut dalam air dan membentuk ikatan hidrogen. Molekul
phenol red adalah tetrahedron teratur yang berdimensi besar. Indikator phenol red sensitif terhadap pH. Ionisasi hidrogen dari asam akan mempengaruhi pH Lee at
al. 2004. Reaksi perubahan struktur kimia phenol red dari basa menjadi asam dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Struktur kimia phenol red kondisi A basa, B asam Wu et al. 2006
2.4 Pempek
Pempek dibuat melalui pencampuran bahan, pembentukan dan pemasakan diagram alir pada Lampiran 1. Masalah yang dihadapi oleh industri pempek
adalah umur simpan yang pendek. Parameter penurunan mutu pempek meliputi tekstur kekenyalan, total volatil nitrogen dan total mikroba Karneta et al. 2013.
Tanda-tanda kerusakan pempek yaitu perubahan tekstur, terbentuknya lendir pada permukaan dan terjadinya perubahan warna. Hal itu disebabkan oleh adanya
aktivitas mikroba yang mendegradasi protein pempek menjadi senyawa asam amino, terimetilamin dan amonia.
Berdasarkan penelitian Karneta et al. 2013, tekstur pempek yang disimpan pada suhu ruang mengalami penurunan seiring dengan lamanya
penyimpanan yaitu dari 350 gf menjadi 250 gf pada komposisi 39.7 daging ikan gabus dan suhu perebusan 95
o
C. Total volatil nitrogen juga akan mengalami peningkatan seiring dengan lamanya penyimpanan. Total volatil nitrogen
mengalami peningkatan dari 8 hingga 28 mg100 g. Total volatil nitrogen
+ H
+
Merah basa Kuning asam