Latar Belakang Rekayasa sistem rantai pasokan bahan baku berbasis jaringan pada agroindustri farmasi

1.1. Latar Belakang

Obat tradisional dengan tujuan penggunaan untuk promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif telah dikenal oleh masyarakat Indonesia secara turun temurun. Obat tradisional atau dikenal sebagai jamu merupakan ramuan yang dapat dibuat sendiri, diolah oleh penjual jamu gendong atau berasal dari produk industri. Berdasarkan cara pembuatan, klaim penggunaan, tingkat pembuktian khasiat, produk agroindustri farmasi dikelompokkan menjadi : a jamu, yakni ramuan tradisional yang secara empiris dibuktikan khasiatnya, b herbal terstandar yakni obat tradisional yang telah melalui uji pra klinik, dan c fitorfarmaka yakni obat tradisional yang telah melalui uji klinik sehingga dapat digunakan pada pelayanan kesehatan formal. Walaupun saat ini dikenal pengobatan kesehatan formal, namun terdapat kecenderungan masyarakat mencari alternatif pengobatan kembali pada alam back to nature karena persepsi manfaat berdasarkan pengalaman empirik. Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan – BPOM 2003, terdapat peningkatan jumlah industri obat tradisional IOT pada tahun 2000 dari 96 menjadi 118, dan industri kecil obat tradisional IKOT dari 856 meningkat hampir 10 menjadi 917 pada tahun 2002. Penyerapan bahan baku atau simplisia untuk memenuhi kebutuhan IOT IKOT dan industri farmasi sebesar 63 , keperluan ekspor sebesar 14 dan konsumsi rumah tangga 23 . Laju pertumbuhan Industri Obat Tradisional berdasarkan data litbang Deptan 2006 sebesar 6,40 . Pasar obat farmasi di Indonesia mencapai nilai Rp 17 triliun dan obat herbal Rp 2 triliun pada tahun 2003. Pasar obat herbal mengalami peningkatan menjadi Rp 2.9 triliun pada tahun 2005, naik 11 dibandingkan tahun lalu BPPT, 2006. Total pasar produk herbal Indonesia relatif sangat kecil apabila dibandingkan dengan pasar dunia. Pasar herbal dunia pada tahun 1999 mencapai US 19.4 miliar dimana pasar Eropa mencapai US 6.7 miliar, 2.2 miliar dan negara lain US 1.4 miliar Laird dan Pierce, di dalam WWF 2006. Pengembangan agroindustri farmasi lebih maju telah dilakukan oleh China dengan mengintegrasikan kebun, pabrik dan lembaga layanan kesehatan formal Pramono, 2001. Agroindustri farmasi membutuhkan beraneka jenis bahan baku tanaman obat untuk memenuhi kebutuhan produk obat tradisional yang telah dikenal lama oleh masyarakat, maupun guna keperluan bahan baku produk hasil inovasi yang dilakukan industri. Kebutuhan bahan dasar obat tradisional seperti jahe, kunyit, dan temulawak meningkat 5 pada tahun 2001, di mana kunyit naik mencapai 12 dan permintaan jahe diperkirakan tumbuh mencapai rata-rata 11 per tahun. Pada saat kebutuhan jahe dan kunyit meningkat, produksi jahe terlihat menurun sebesar 7 dan kunyit mencapai 11 , sedangkan temulawak mengalami kenaikan produksi mencapai 15 pada tahun 2002. Pada kenyataannya, tidak semua tanaman obat telah dibudidayakan. Bahan baku hasil budidaya diperoleh dari petani yang mengikuti program pembinaan industri, petani yang secara mandiri atau berasal dari kebun milik industri. Menurut Darusman 2004, diperlukan pedoman teknis dalam produksi bahan baku jamu, herbal terstandarisir maupun fitofarmaka yang mencakup teknik budidaya, pengumpulan dan produksi bahan baku, proses pasca panen dan proses pengendalian kualitas bahan baku. Usaha pemerintah dalam mengembangkan obat tradisional menjadi fitofarmaka mendorong kebutuhan bahan baku yang memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia atau Materia Medika Indonesia dan persyaratan lain yang berlaku Depkes, 1985. Menurut Chanisah 1996, masih terdapat permasalahan pada rantai pasokan, mengingat para aktor masih bekerja secara sendiri-sendiri dan lemahnya standarisasi hasil dari masing-masing proses. Kondisi dimaksud terjadi karena komunikasi di antara petani dan industri belum terjalin akibat ketidaksamaan tujuan dan belum terbangun saling percaya Sudarsono, produk dan kebutuhan jenis dan tanaman obat yang dibutuhkan oleh industri. Manajemen rantai pasokan menurut Kotler 2000, adalah representasi dari sistem pengiriman bahan baku dimana di satu pihak terdapat kebutuhan pasokan dan di lain pihak terdapat permintaan yang mendorong terjadinya pertukaran dalam bentuk aliran pergerakkan fisik bahan atau produk, informasi, uang, penciptaan dan penjabaran modal intelektual Ayers, 2002. Manajemen rantai pasokan telah menjadi area penelitian yang tidak saja difokuskan pada logistik dan proses operasi, namun diteliti dari berbagai perspektif seperti: manajemen strategik, kelembagaan, hubungan antar organisasi, manajemen pengetahuan , biaya transaksi dan jaringan. Konsep rantai pasokan mengintegrasikan proses bisnis dari pemasok hingga pemakai akhir sehingga memberikan produk, jasa dan informasi guna menambah nilai Tracey et al., 2004; Maku et al, 2005, di mana pendekatan lintas fungsi dan organisasi menjadi penting. Selain dipandang memiliki kepentingan jangka panjang, dipergunakan sebagai strategi untuk menjalin kerjasama dan menurunkan kehilangan peluang bisnis Dobler dan Burt, 1996. Manajer yang berada pada rantai pasokan bekerja bersama agar keseluruhan bagian menjadi lebih kompetitif dengan syarat memandang seluruh rantai sebagai satuan proses dengan tujuan mengurangi ketidakefisienan dan terjadinya pengulangan proses sehingga secara keseluruhan menjadi lebih fleksibel serta responsif terhadap kebutuhan pelanggan Vokurka et al. 2002. Kerangka kerja dalam memformulasikan strategi rantai pasokan tergantung pada strategi sumber, aliran permintaan, layanan pelanggan dan integrasi pasokan Evans dan Danks, 1998. Terdapat tiga dimensi strategis yang berkaitan dengan struktur fisik rantai pasokan yakni mensintesa dimensi struktural, sinergi interaksi manusia dan hubungan di dalam rantai pasokan dan sinkronisasi kendali operasional proses Giannakis dan Croom, 2004. Ketidaksinkronan pada rantai pasokan terjadi ketika pihak yang memiliki kekuatan pengatur pasokan cenderung mendominasi, dengan keuntungan yang diperoleh pihak yang mendominasi atas tanggungan biaya tidak terdapat hubungan fungsional dan disebut sebagai sistem dispersial serta hanya mementingkan diri sendiri sehingga petani berada pada posisi tidak menguntungkan. Kedudukan petani dengan keterbatasan dan kemampuannya, kurang berposisi sejajar dengan pihak pada rantai di atasnya. Sifat hubungan jangka pendek berdasarkan mekanisme pasar kurang mengarah pada hubungan jangka panjang yang saling membutuhkan. Manajemen rantai pasokan berbasis jaringan akan meninjau keterhubungan antar individu bahkan antar organisasi sehingga domain manajemen rantai pasokan tidak sekedar unit analisis, tetapi bagaimana interaksi dan interdependensi dari fungsi-fungsi, kelompok bahkan organisasi Giannakis, 2004. Dengan kata lain menurut Barba et al. dalam Gattorna 1998, anggota jaringan bertanggung jawab untuk masing-masing aktivitas transaksi dengan pelanggan. Kerjasama antara agroindustri farmasi dan petani telah dilakukan di daerah penelitian dengan fasilitasi pemerintah daerah, atau lembaga penelitian. Tanaman obat yang dibutuhkan industri dibudidayakan oleh petani kemudian dibina oleh agroindustri farmasi. Pembinaan petani oleh pemerintah daerah melalui dinas-dinas terkait sangat tergantung pada keberlanjutan proyek dan dana yang tersedia. Hasil kerjasama petani dan agroindustri farmasi berupa hasil panen petani dibeli oleh industri sebagai bagian dari kontrak pembelian, atau industri hanya memberikan penyuluhan budidaya dan standar pengolahan bahan baku tanpa kewajiban membeli hasil panen petani. Pembelian melalui pedagang pengumpul pada kenyataannya masih tetap dominan dengan alasan lebih praktis dan tidak terlibat pada permasalahan budidaya yang mengharuskan menyediakan tenaga petugas tersendiri untuk melakukan penyuluhan. Mengingat unsur strategis kontinuitas pasokan dalam menjamin kelangsungan usaha agroindustri farmasi, maka merekayasa sistem rantai pasokan bahan baku berbasis jaringan menjadi penting untuk meningkatkan keterhubungan pemasok dengan industri yang memberikan nilai tambah. dapat mengakomodasikan kebutuhan pihak industri berupa kualitas, kuantitas, dan kontinuitas pasokan bahan baku sekaligus memenuhi harapan petani dalam hal harga yang lebih baik, kecepatan penyaluran dan kepastian penerimaan uang. Penelitian mendalam mengenai organisasi jaringan dipergunakan untuk menerjemahkan seluruh elemen dan disain struktural dengan memperhatikan kemungkinan kendala implementasi dan konflik internal jaringan.

1.2. Tujuan