Konflik Rekayasa sistem rantai pasokan bahan baku berbasis jaringan pada agroindustri farmasi

yang lebih mendalam. Kelemahan utama adalah terlalu terfokus pada upaya meminimalisasikan biaya sehingga mengabaikan aspek penciptaan nilai. Pengaturan yang diperlukan pada pendekatan biaya transaksi adalah sejauh mana aset dapat diturunkan oleh pengguna tanpa merusak nilai – nilai produktif Williamson 1998 di dalam Tsang, 2000. Biaya transaksi dipengaruhi oleh kondisi pasar yang tidak menentu, perilaku oportunistik, resiko, pengaruh harga beli dikaitkan dengan kondisi pasar dan perilaku penjual. Sistem kontrak mengandung bahaya, ketika dari salah satu pihak yang lebih memiliki informasi bersikap oportunis dan menolak untuk menginvestasikan pada sumber – sumber yang diperlukan karena takut salah satu pihak akan mengingkari hubungan

2.3. Konflik

Sistem rantai pasokan berbasis jaringan memerlukan komitmen para pihak atas dasar manfaat bersama. Anggota rantai pasokan harus dapat mewujudkan aktivitas operasional dalam rangkaian proses dan berarti memberikan sumber daya, pengetahuan atau aset yang dimiliki. Dalam konteks peralihan antara pola tidak berstruktur menjadi kehidupan dalam rangkaian kerja tertata, dimungkinkan terjadinya konflik karena perubahan kebiasaan, cara pengambilan keputusan dan perbedaan kepentingan. Konflik merupakan ketidaksepakatan yang terjadi pada kondisi dua atau lebih orang berbeda dalam hal keinginan, idea, keyakinan dan nilai- nilai. Saaty 1996 menyebutkan konflik dimulai dengan premis selalu terdapat pemenang dan yang kalah dalam situasi orang saling bertentangan. Konflik dapat menghasilkan dampak positif atau negatif terhadap kinerja, tergantung bagaimana konflik ditangani dan lebih mudah diselesaikan bilamana dikenali sejak dini. Menurut Ohbuchi dan Suzuki 2003, konflik dipandang mengganggu organisasi karena menimbulkan permusuhan dan ketidakpercayaan di antara anggota dan akhirnya mengintervensi fungsi organisasi bahkan akan memecahbelah organisasi. Terdapat konflik substantif yang berhubungan Blackard dan Gibson, 2002. Tipe konflik seperti ini menyangkut interpretasi strategi, kebijakan, sudut pandang dan pertanyaan atas apa yang akan dilakukan. Adapun tipe lainnya adalah konflik personal atau emosional menurut Wood et al. 1998, terjadi ketika hubungan antar personal mengalami friksi, kondisi frustasi dan benturan kepribadian. Selain konflik personal terdapat juga konflik relasional Ohbuchi dan Suzuki, 2003 yang merupakan ketidaksepakatan atas kepemimpinan, alokasi kerja, dan perbedaan kepribadian. Adapun konflik tugas dapat terjadi karena ketidaksetujuan atas isi dan prosedur kerja. Terlepas dari tipe konflik, akan terdapat konsekuensi ketidaksepakatan dan perselisihan sehingga mengakibatkan kontraproduktif berupa kinerja rendah dan ketidakpuasan kelompok. Dengan demikian lebih baik ditemukenali kemungkinan konflik pada implementasi rantai pasokan sehingga dapat dirancang langkah pencegahan yang tepat. Menurut Saaty 1998 untuk mengubah ketidaksepakatan menjadi kesepakatan dapat dilakukan melalui : a. bekerja bersama, b. bekerja terpisah dan memanfaatkan mediasi guna mencapai kompromi, c. bekerja terpisah dan menggunakan intimidasi atau kekuatan untuk memperlemah pihak beroposisi. Ohbuchi dan Suzuki menyebutkan sebagai kolaborasi dalam upaya menyelesaikan konflik agar sasaran semua pihak yang terlibat dapat diakomodasikan. Konfrontasi atau istilah competitor berdasarkan Wood et al., adalah pendekatan yang sama dengan pemecahan berdasarkan bekerja terpisah. Namun semua metode pemecahan konflik tidak hanya perlu mengidentifikasi semua konteks bahasan secara detil dan menghubungkannya tetapi hendaknya membahas untung rugi. Karenanya, analisis konflik dilakukan dengan cara yang rasional dan pertimbangan akurat sehingga memenuhi dan memuaskan nilai-nilai orang dan tujuan. menggunakan AHP dilakukan oleh Tabtabai dan Thomas 2004, yang diterapkan pada manajemen proyek. Hasil penelitian menyatakan bahwa proses pemecahan konflik harus dapat memuaskan berbagai pihak yang terlibat sehingga memberikan jaminan hasil lebih stabil, di mana perlu diyakinkan apa yang diperoleh atau hilang dari satu pihak menjadi apa yang hilang dan diperoleh di pihak lain. Terlebih dahulu digambarkan konteks konflik, kemudian disusun hirarki untuk mengevaluasi biaya dan manfaat. Keberadaan organisasi yang melibatkan berbagai pihak tidak saja dapat menimbulkan konflik antar personal maupun antar kelompok, tetapi juga memungkinkan terjadinya persaingan antar organisasi terlebih bilamana beroperasi pada pasar yang sama. Hal ini oleh Wood et al. 1998 disebut sebagai interorganisational conflict. Pengumpul tanaman obat yang telah beroperasi secara bertahun-tahun akan berhadapan dengan jaringan yang beranggotakan petani sehingga dianggap mengganggu kenyamanan beroperasi. Saaty 1989, mengajukan perlunya dibuat pemodelan konflik dalam rangka pemecahan dengan terlebih dahulu mengidentifikasikan pihak- pihak yang berkonflik, dan sasaran atau kebutuhan dari masing-masing pihak.

2.4 . Kelembagaan