permintaan kepada masing-masing anggota, melakukan pengumpulan bahan baku dan memproses sesuai persyaratan yang diminta.
7.2. Kepemilikan Jaringan
Pada tahap awal pembangunan, jaringan tidak dipusingkan dengan pemilihan hukum usaha. Terdapat tiga jenis badan hukum usaha yang dikenal
di Indonesia yakni : 1 usaha swasta, 2 badan usaha pemerintah dan 3 koperasi Hendrajogi, 1998. Esensi berjejaring lebih mengedepankan
bagaimana hubungan pemasok-pemasok. Jaringan diharapkan segera beroperasi tanpa terkendala oleh persyaratan legalitas.
Jaringan menempatkan anggota sebagai pemilik, dimana salah satu alternatif memperoleh modal adalah dari anggota. Setoran modal diatur agar
tidak terjebak pada pemusatan modal sehingga dikhawatirkan mempengaruhi keputusan. Dengan demikian, modal saham anggota tidak dipindahtangankan
dengan tujuan mendorong anggota petani bersungguh-sungguh berhimpun di dalam jaringan. Atas dasar ini pula diharapkan jaringan menjadi kuat.
Setoran modal anggota merupakan tanda keikutsertaan sebagai anggota. Modal tersebut tidak dihitung untuk mendapatkan manfaat atau nilai
deviden. Pengaturan-pengaturan dalam hal permodalan dan pengelolaannya diperlukan sehingga memberikan kepastian. Modal saham diatur tidak dapat
ditarik untuk satu masa, yang lama masa tersebut ditetapkan dalam rapat pengurus terutama bagi anggota yang bermaksud mengundurkan diri.
Jaringan berazaskan manfaat pada anggota dimana masing-masing bertanggungjawab atas bagian yang disanggupi, berpartisipasi dan
menyumbangkan kemampuan untuk keberhasilan organisasi. Pengelola pusat manajemen akan menetapkan kebijakan dasar, visi dan misi organisasi dan
pengendalian operasional secara menyeluruh. Tenaga pengelola di pusat manajemen ditetapkan oleh anggota.
Pengelola berasal dari petani, kemungkinan sulit diperoleh pada tahap pertama dan kedua langkah strategis. Alternatif pertama untuk mengatasi
kendala tenaga pengelola dilakukan dengan menarik tenaga profesional yang
yang berasal dari pemrakarsa industri. Kelanjutan dari pemakaian tenaga profesional sebagai pengelola pusat manajemen dapat diputuskan oleh
anggota. Pengambilan keputusan strategis dan penetapan rencana tahunan akan
menemui kesulitan apabila melibatkan seluruh anggota mengingat domisili anggota yang berjauhan. Pemecahannya dilakukan dengan mewakilkan suara
anggota kepada anggota lain atau fasilitator. Kebijakan sisa hasil usaha akan ditetapkan berdasarkan masukan
anggota. Distribusi sisa hasil usaha akan terdiri dari keuntungan jaringan setelah disisihkan dana cadangan untuk menghadapi paceklik atau resiko
penurunan penjualan, sejumlah prosentase tertentu untuk tujuan pengembangan. Apabila jaringan menderita kerugian, maka ditetapkan
alokasi tanggungan anggota. Bilamana terjadi pembubaran, maka modal saham yang telah disetorkan sejauh masih dimiliki sisa, dikembalikan kepada
anggota secara proporsional. Biaya operasional bagi fasilitator disiapkan berasal dari biaya
pengelolaan yang dicadangkan untuk setiap kilogram bahan baku sebesar Rp 20,- Adapun alokasi insentif bagi pengelola jaringan disisihkan berasal
dari biaya transaksi sebesar Rp 15,- per kilogram.
7.3. Persyaratan Implementasi