Tujuan Ruang Lingkup Rantai Pasokan

dapat mengakomodasikan kebutuhan pihak industri berupa kualitas, kuantitas, dan kontinuitas pasokan bahan baku sekaligus memenuhi harapan petani dalam hal harga yang lebih baik, kecepatan penyaluran dan kepastian penerimaan uang. Penelitian mendalam mengenai organisasi jaringan dipergunakan untuk menerjemahkan seluruh elemen dan disain struktural dengan memperhatikan kemungkinan kendala implementasi dan konflik internal jaringan.

1.2. Tujuan

Penelitian bertujuan untuk menghasilkan sistem pasokan bahan baku agroindustri farmasi berbasis jaringan yang mampu meningkatkan pendapatan bagi petani anggota dan hubungan yang berkelanjutan.

1.3. Ruang Lingkup

Penelitian menitikberatkan pada rantai pasokan petani hingga industri dengan fokus tanaman obat familia Zingiberaceae yakni umbi Curcuma xanthorizza temulawak, Curcuma domestica kunyit, Zingiberis officinale jahe sebagai bahan baku yang banyak digunakan agroindustri farmasi yang menghasilkan jamu. Untuk merancang sistem, dilakukan identifikasi tata niaga dan pola pengadaan dan permintaan tanaman obat, menjabarkan harapan pelanggan dan matriks hubungan kriteria mutu dengan aspek teknis operasional menggunakan Quality Function Deployment. Analisis elemen kritis dalam menstrukturkan jaringan menggunakan Intrepretative Structural Modelling dengan meninjau tujuan, kendala utama, aktivitas yang dibutuhkan dan perubahan diharapkan. Untuk mengkaji manfaat yang diperoleh anggota jaringan dilakukan analisis finansial. Guna mempertahankan jaringan agar dapat bertahan lama, dikaji kemungkinan konflik yang mengganggu dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process sehingga dapat disiapkan solusi yang tepat. Dalam mengkaji pada kondisi apa tujuan jaringan tercapai, didekati dengan analisis Benefit Cost Opportunity Risk – BCOR.

2.1. Agroindustri Farmasi

Industri obat tradisional IOT sebagaimana dinyatakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 246 Menkes Per V 1990 adalah industri yang memproduksi obat tradisional dengan total aset di atas Rp 600.000.000,- dan disebut Industri kecil obat tradisional IKOT bilamana total aset lebih rendah. Industri obat tradisional menghasilkan produk dengan menggunakan bahan atau ramuan bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik yang secara tradisional digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman empiris. Bentuk sediaan berwujud serbuk seduhan, dan bahan rajangan dengan sejumlah kegunaan yang sepenuhnya menggunakan istilah- istilah tradisional sehingga produk yang beredar memiliki kandungan tanaman obat dan klaim yang bervariasi. Menurut pendapat Sinambela sebagai responden ahli, sesungguhnya tidak tepat menyebutkan kata obat pada produk tradisional walaupun masyarakat menyatakan demikian. Menurut kalangan berpendidikan atau masyarakat kesehatan, bilamana dinyatakan sebagai obat berarti menuntut pembuktian secara ilmiah. Kalau khasiat produk tidak terbuktikan, maka tidak dapat dikatagorikan sebagai obat tetapi suplemen makanan herbal atau herbal food supplement . Merujuk pada definisi obat tradisional, beberapa industri obat tradisional sudah tidak tepat menyandang penamaan dimaksud karena telah menghasilkan produk herbal terstandardisir dan fitofarmaka. Beberapa industri obat tradisional yang dikenal masyarakat antara lain Sidomuncul, Nyonya Meneer, Air Mancur, Jamu Jago, Jamu Iboe yang memberi kontribusi signifikan terhadap total produk obat tradisional. Selain produk yang dihasilkan oleh industri dengan merek yang telah dikenal, produk jamu juga berasal dari industri kecil dengan jumlah terbesar berlokasi di Jawa Tengah dan Jawa Timur seperti terdapat pada Tabel 1. Strategi pemasaran dan pengembangan produk yang dilakukan oleh agroindustri farmasi telah menghasilkan inovasi produk dengan bentuk dan tujuan khasiat lebih bervariasi. Tampilan obat tradisional menjadi lebih bentuk produk agar dapat diterima konsumen yang kurang menyukai rasa pahit bilamana mengkonsumsi produk dalam bentuk bubuk. Katagori produk obat tradisional menurut definisi dari Nyonya Meneer adalah : jamu wanita, jamu laki-laki, jamu untuk tujuan kecantikan, kesejahteraan keluarga, kesehatan dan penyembuhan. Menurut responden ahli Widyastuti dari Balai Penelitian Tanaman Obat, produk untuk meningkatkan kesehatan atau kesegaran merupakan produk yang umum dihasilkan industri penghasil obat tradisional. Agroindustri farmasi kecil lebih cenderung menggunakan merek lokal atau bahkan tanpa merek. Pemrosesan produk masih menggunakan peralatan pengolahan sederhana, yang bersifat padat karyan dan melibatkan keluarga. Produk obat tradisional dijual dengan harga relatif murah berkisar Rp 1.000,- per sachet dengan berat 7 gram, pada saat penelitian ini dilakukan. Dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh Malaysia sebagai salah satu pesaing obat tradisional di wilayah Asia Tenggara, produk tanaman obat di negara tersebut diposisikan sebagai produk herbal terstandardisir. Sejak tahun 1998, Malaysia memfokuskan pada penanganan produk herbal dan melalui National Herbal Product Blueprint mencanangkan tekad menjadi pemain dunia Tahir, 2004. Negara China yang dikenal sebagai pemasok produk herbal terkemuka, melakukan pendekatan strategis dan mengaitkan secara konsisten berbagai sektor untuk program pengembangan bahan baku guna memperkuat posisi industri produk herbal. Arah kebijakan pemerintah Indonesia dalam mengembangkan obat tradisional menjadi fitofarmaka ditujukan agar terdapat rasionalisasi dan peningkatan pemanfaatan di dalam pelayanan kesehatan formal. Pengembangan obat tradisional menjadi fitofarmaka sebagaimana dinyatakan oleh Peraturan Menteri Kesehatan 760MENKESPERIX1992, harus melalui uji toksisitas, uji farmakologik eksperimental, uji klinik dan terbukti memiliki efek kuratif. Pendekatan menuju produk fitofarmaka dilakukan melalui pengembangan formula obat tradisional dan penyusunan formula obat baru berlandaskan ilmiah. Kebijakan tersebut perlu mendapatkan kesehatan formal mengingat persepsi terhadap fitofarmaka masih disamakan dengan jamu. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, kebenaran jenis bahan baku masih diragukan dan kualitas pasokan bahan baku masih belum stabil. Atas kondisi tersebut, tujuan menghasilkan produk fitofarmaka masih menghadapi kendala. Berdasarkan data Badan Pengawas Obat dan Makanan, baru terdapat empat obat tradisional yang dinyatakan sebagai fitofarmaka sampai tahun 2003. Produk dimaksud, berasal dari perusahaan farmasi milik negara dan satu perusahaan swasta. Darusman 2004 menyatakan bahwa produksi tanaman obat sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan farmakope Indonesia, ekstrak farmakope Indonesia, materia medika Indonesia, dan ketentuan persyaratan lain yang berlaku. Istilah agroindustri tanaman obat sering digunakan dalam forum ilmiah sampai dengan tahun 2000 untuk menjelaskan industri pengolah tanaman obat, walaupun istilah agromedisin juga dipakai untuk penggambaran yang sama. Selanjutnya, sejak tahun 2001 istilah biofarmaka sering digunakan. Biofarmaka adalah tumbuhan, hewan, maupun mikroba yang memiliki potensi sebagai obat, nutriceuticals, makanan kesehatan untuk manusia, hewan, maupun tanaman Darusman, 2004. Penulis memakai istilah agroindustri farmasi yakni industri yang menggunakan bahan baku tanaman obat bagi keperluan produk untuk pemeliharaan kesehatan dan pengobatan. Berdasarkan data Badan Pengawas Obat dan Makanan, industri yang menghasilkan obat tradisional terkonsentrasi di Jawa dengan jumlah paling banyak berada di Jawa Tengah. Jumlah industri obat tradisional tumbuh mencapai 20 pada tahun 2001 dibanding tahun 2000, dan selanjutnya meningkat mencapai 4 pada tahun 2002. Menurut Sinambela, penggambaran peningkatan jumlah industri tidak secara otomotis meningkatkan jumlah produksi produk yang dihasilkan. IKOT 2002 2000 2001 2002 No Provinsi IOT IKOT IOT IKOT IOT IKOT 1 DI Aceh - 25 - 25 - 25 2 Sumatera Utara 3 49 3 50 3 50 3 Suamtera Barat - 4 - 4 - 4 4 Riau - 8 - 8 - 8 5 Jambi - 11 - 11 1 11 6 Sumatera Selatan - 6 1 6 1 7 7 Bengkulu - - - - - - 8 Lampung - 4 - 4 - 4 9 DKI Jakarta 23 128 23 134 24 134 10 Jawa Barat 46 94 55 108 34 98 11 Banten - - - - 22 16 12 Jawa Tengah 15 200 17 207 17 207 13 Yogyakarta - 20 - 21 22 14 Jawa Timur 8 176 14 186 - 190 15 Bali - 8 - 8 16 8 16 NTB - 12 - 14 - 14 17 NTT - - - - - - 18 Kalbar - 9 - 10 - 2 19 Kalteng - 2 - 2 - 2 20 Kalsel - 33 - 36 - 36 21 Kaltim - 10 - 11 - 11 22 Sulawesi Utara - 7 - 7 - 7 23 Sulawesi Tengah - 1 - 1 - 1 24 Sulawesi Tenggara - 2 - 2 - 2 25 Sulawesi Selatan - 26 - 26 - 26 26 Maluku - 17 - 17 - 17 27 Papua - 3 - 3 - 3 28 Indonesia 94 856 113 903 118 917

2.1.1. Bahan Baku Agroindustri Farmasi.

Indonesia sebagai negara yang memiliki sumber kekayaan hayati dengan 9.606 spesies tanaman obat, baru sekitar 4 dimanfaatkan secara komersiil Sastroamidjojo, 1997. Bahan baku obat tradisional berasal dari panen hasil hutan dan pembudidayaan. Tumbuhan liar kurang baik dijadikan sumber bahan baku dibandingkan dengan tanaman budidaya, disebabkan keragaman umur tanaman, homogenitas spesies kurang terjamin dan lingkungan tempat tumbuh yang berlainan. Kondisi tersebut berakibat pada Sumber : Badan pengawas obat dan makanan 2003 plasma nutfah dapat dikurangi dengan pelaksanaan pembudidayaan tanaman obat. Walaupun demikian, pemanenan hasil hutan masih saja berlangsung sehingga dikhawatirkan dengan berjalannya waktu akan mengalami kepunahan. Tanaman obat memiliki sifat khusus dengan kandungan metabolit sekunder yang berkhasiat obat baik diperoleh dari akar hingga daun . Metabolit sekunder sebagaimana dinyatakan Jamaran 1995, memiliki karakteristik biosintesis adaptif, spesifik dan variatif. Tanaman obat dalam satu familia mensintesis metabolit sekunder yang menyerupai ditinjau dari struktur kimia inti namun berbeda dengan familia lain. Respon terhadap rangsangan yang tidak selalu sama antara spesies satu dengan yang lain, berakibat kandungan senyawa metabolit sekunder bervariasi baik kadar maupun komposisinya ketika metabolit sekunder menyerupai dari beberapa spesies dari salah satu keluarga disintesis. Agroindustri farmasi memerlukan jaminan kebenaran jenis tanaman obat, kestabilan dan keseragaman kualitas. Keseragaman kualitas dipengaruhi oleh keterkaitan proses satu dengan lainnya dimulai saat pemilihan bibit, proses penanganan saat panen, pascapanen hingga produk jadi Sudarsono, 2004. Keseragaman kadar senyawa aktif dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan tumbuh, perlakuan selama masa tumbuh, saat panen dan pascapanen. Adapun penentuan masa panen tergantung pada waktu dan bagian tanaman yang dibutuhkan. Waktu panen tersebut, terkait dengan pembentukan senyawa aktif pada bagian tanaman yang dipanen, sehingga waktu yang tepat adalah saat bagian tanaman mengandung senyawa aktif dalam jumlah terbesar Sudiatso, 2002. Bilamana mengharapkan penelusuran historikal hasil panen dan terstandarisasi maka budidaya merupakan cara yang tepat karena melalui praktek pertanian yang baik good agricultural practices dengan perpaduan teknologi agronomik. Praktek budidaya demikian, mencakup penggunaan bibit terpilih, pengolahan tanah, pengaturan tanaman, pemupukan, perlindungan dan penentuan masa panen. cara monokultur dan polikultur. Pendekatan monokultur dilakukan dengan menanam jenis tanaman obat tertentu pada satu hamparan lahan. Pendekatan polikultur dilakukan secara tumpang sari dengan alasan mengurangi resiko kegagalan panen akibat hama dan penyakit, mengurangi kerugian saat harga tanaman obat rendah dan mengoptimalkan pemanfaatan lahan. Tanaman keluarga Zingiberaceae sebagai contoh, lazim ditumpangsarikan dengan jagung Zea mays, kacang tanah Arachis hipogea dan ketela pohon Manihot utilisima. Pemilihan jenis tanaman tumpangsari tergantung pada iklim, selera dan harga pasar, dimana petani akan memperoleh manfaat ganda Paimin dan Murhananto, 1999. Sampai saat ini, aspek kelayakan usaha tani untuk beberapa tanaman obat telah berhasil dikaji seperti jahe gajah, temulawak, kunyit, lengkuas, adas, cabai jawa, katuk, dan kapulaga. Tumbuhan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam sebagai berikut : 1 Tumbuhan obat tradisional Merupakan spesies yang diketahui atau dikenal masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. Contoh : temulawak, jahe, kencur, kumis kucing. 2 Tumbuhan obat modern Merupakan spesies yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertangungjawabkan secara medis. 3 Tumbuhan obat potensial Merupakan spesies yang diduga mengandung atau memiliki senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan penggunaanya secara ilmiah sebagai bahan obat Zuhud, 2001. Ditinjau dari aliran pasokan, tanaman obat dapat langsung dipasok ke industri atau terlebih dahulu diolah menjadi bahan setengah jadi, minyak atsiri atau bentuk lain oleh industri antara Suharti, 2000. Tanaman obat juga pedagang jamu gendong di berbagai kota di Indonesia. Pedagang demikian, sering disebut sebagai pedagang racikan. Kata racikan adalah istilah yang ditujukan terhadap pedagang jamu yang membuat jamu berdasarkan resep yang dipahami turun temurun untuk kegunaan sediaan dasar. Pedagang pengumpul kabupaten dapat pula berlaku sebagai pedagang racikan. Petani dalam kelompok, yang berkemampuan memasok dalam jumlah dan kontinuitas sebagaimana dikehendaki industri dapat menjual langsung kepada industri. Skema aliran pasokan bahan baku dapat digambarkan sebagai berikut : Data Direktorat Jenderal Bina Produksi dan Hortikultura 2004 menunjukkan empat jenis tanaman obat yang banyak dibutuhkan yakni : lempuyang Zingiberis aromatica rhizoma, jahe Zingiberis rhizoma, temulawak Curcuma xanthoriza rhizoma dan kunyit Curcuma domestica rhizoma. Industri yang memanfaatkan temulawak sebagai bahan baku ramuan obat sejumlah 916 produk dengan klaim penggunaan untuk menjaga stamina dan pemeliharaan kesehatan. Jahe dimanfaatkan pada 753 produk dan kunyit 664 jenis produk. Ditinjau dari kategori produk yang banyak Gambar 1. Skema aliran pasokan bahan baku Petani tanaman obat Pedagang pengumpul desa Pedagang kecamatankabupaten Eksportir Pedagang Racikan Agroindustri farmasi Kerjasama contract farming Konsumen Jamu gendong produk untuk pemeliharaan kesehatan Badan POM, 2003. Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan baku dapat berasal dari daun, akar, kulit batang, buah, semua bagian, batang kayu, biji, bunga, getah, pucuk daun tunas, rimpang, umbi, cabang ranting, dan air batang. Menurut Zuhud et al. 2001, daun merupakan bagian tanaman yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku. Data pada Tabel 2, menyajikan dua puluh nama bahan baku yang digunakan di delapan Agroindustri farmasi industri obat tradisional IOT pada tahun 2002. Dari data tersebut menunjukkan temulawak sebagai tanaman obat paling banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku produk. Tabel 2 Urutan pemakaian bahan baku yang banyak digunakan di delapan IOT No Nama Bahan baku Nama Indonesia Total pemakaian kgtahun 1 Curcuma Rhizoma Temulawak 324.832 2 Zingiberis aromatica rhizoma Lempuyang wangi 202.445 3 Languatis rhizoma Lengkuas 190.904 4 Zingiberis rhizoma Jahe 157.599 5 Foeniculli fructus Adas 156.419 6 Alyziae cortex Pulosari 94.932 7 Kaemferiae rhizoma Kencur 87.959 8 Curcuma domestica rhizoma Kunyit 83.371 9 Retrofrati fructus Cabe Jawa 59.213 10 Imperatae radix Alang – alang 57.333 11 Eugenia aromaticae folium Cengkeh 56.468 12 Zingiberis zerumbeti rhizoma Lempuyang 55.986 13 Zingiberis purpurei rhizoma Bengle 46.467 14 Boesenbergiae rhizoma Temu Kunci 43.687 15 Orthosiphonis folium Kumis Kucing 40.647 16 Centellae herba Pegagan 40.467 17 Piperis nigri fructus Merica 39.200 18 Myristicae fructus Pala 34.802 19 Parkiae semen Kedawung 34.604 20 Physalis peruvianum folium Alba 34.467 Sumber : Badan Pengawas Obat dan Makanan 2003 seluruh tanaman obat obyek penelitian jahe, kunyit, temulawak dipergunakan di kelompok produk : jamu sehat perempuan, sehat laki-laki, pegal linu dan masuk angin. Kebutuhan pasokan jahe, temulawak meningkat 8 dan kunyit hampir 10 pada tahun 2002 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3. Permintaan jahe dari industri menduduki peringkat pertama. Saat kebutuhan tanaman obat jahe, kunyit, dan temulawak meningkat, produksi komoditas jahe menurun sebesar 7 , kunyit 11 sedangkan temulawak mengalami kenaikan produksi sebesar 15 pada tahun 2002. Tabel 3 Kebutuhan tanaman obat IOT dan IKOT tahun 2000-2002 No Komoditas 2000 2001 2002 1 Jahe 106.194 111.670 121.204 2 Lengkuas 26.566 27.934 30.195. 3 Kunyit 22.572 23.740 25.999 4 Kencur 12.215 12.848 14.116 5 Temulawak 6.813 7.170 8.104 6 Lempuyang 4.309 4.531 4.917 7 Temuireng 2.889 3.040 3.386 8 Kejibeling 582 612 683 9 Dringo 348 366 400 10 Kapulaga 681 718 860 olahan. Ukuran dalam ton tahun Tabel 4 Produksi tanaman obat tahun 2000 - 2002 No Komoditas 2000 2001 2002 1 Jahe 115.092 128.437 118.496 2 Lengkuas 27.512 26.154 27.934 3 Kunyit 24.813 27.195 23.993 4 Kencur 9.490 11.112 12.848 5 Temulawak 5.674 6.089 7.174 6 Lempuyang 4.485 4.794 4.531 7 Temu ireng 2.853 1.663 3.040 8 Keji beling 470 678 611 9 Dringo 140 115 366 10 Kapulaga 2.490 1.929 3.539 Jumlah 193.018 208.167 202.533 Sumber : Direktorat Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. Ditjen Bina Produksi Holtikultura 2004 Ukuran dalam tontahun Kadar senyawa aktif simplisia berbeda-beda tergantung dari bagian tanaman yang digunakan, umur, saat waktu panen dan lingkungan tumbuh. Tanaman obat yang banyak mengandung minyak atsiri, akan lebih baik dipanen pada pagi hari. Bahan baku yang dipanen harus bebas dari tanaman lain yang mengandung komponen bioaktif. Menurut Sandra 2001, kurangnya keahlian pada tingkat hulu mendorong terjadinya kesalahan penanganan lepas panen. Akibatnya, bahan baku mudah ditumbuhi jamur penghasil aflatoksin, kontaminasi nabati, mikroorganisme dan mineral tanah yang disebabkan oleh proses pencucian yang kurang bersih. Penanganan pascapanen terdiri dari pembersihan tanah, kotoran, batu atau benda asing lainnya, pencucian, dan pengemasan bilamana tidak terjadi pemrosesan perubahan bentuk. Pencucian dilakukan dengan air bersih yang mengalir seperti menggunakan air dari mata air. Penggunaan air sumur harus dilakukan secara tepat agar tidak menambah jumlah mikroba. Penggunaan air yang kotor akan berakibat pada pertambahan jumlah mikroba pada permukaan dan air yang menempel pada permukaan mempercepat pertumbuhan mikroba. Tanaman obat jenis akar dan umbi perlu mengalami perubahan bentuk berupa irisan tipis apabila akan diproses menjadi simplisia kering dengan tujuan mempermudah proses pengeringan. Proses dilakukan melalui perajangan berupa penipisan dengan tebal 5 – 7 mm menggunakan pisau atau mesin perajang. Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan semakin dapat membantu mempercepat penguapan air sehingga waktu pengeringan menjadi lebih singkat. Namun, perajangan yang sangat tipis dapat menyebabkan berkurangnya zat berkhasiat mudah menguap sehingga mempengaruhi bau dan rasa yang diinginkan. Proses perajangan tanaman obat temulawak, kencur, jahe, dan temu giring, perlu dijaga agar tidak banyak kehilangan kandungan minyak atsiri. Pengeringan sampai mencapai kadar air 10–12 sebagaimana permintaan industri atau pedagang pengumpul dilakukan agar bahan baku berkisar 60 – 80 , sedangkan bahan kering yang diperoleh rata – rata berkisar 50 – 60 dari bahan asalnya Paimin dan Murhananto, 1999. Lama pengeringan menggunakan sinar matahari berkisar 5 – 8 hari, sedangkan bilamana menggunakan alat bantu pengeringan membutuhkan 3 – 4 hari. Cara pengeringan dengan bantuan sinar matahari, lebih biasa digunakan. Bahan baku yang telah diiris tipis dihamparkan pada lantai pengeringan menggunakan alas plastik, tikar, tampah atau lantai pengeringan saja. Proses pengeringan dengan cara ini memang sederhana tetapi sangat mengandalkan kondisi cuaca dan intensitas matahari. Bahan baku harus sering dilakukan pembalikan dan relatif rawan kontaminasi akibat pengeringan tidak sempurna. Bahan baku yang tidak melalui proses pengeringan, hanya dilakukan pencucian kemudian diseleksi dan dikemas dengan menggunakan karung plastik. Biasanya pedagang pengumpul akan mengambil bahan baku pada gudang petani terkecuali bilamana dipersyaratkan bahan baku dikirim ke gudang pengumpul pada lokasi yang ditetapkan. Tanaman obat hasil panen rentan terhadap kehilangan kadar air. Laju kehilangan kadar air bahan baku segar tergantung pada cara penanganan bahan baku, penggunaan kemasan dan cara mengemas, lama pengiriman, penyusunan bahan baku dalam kendaraan pengangkut dan selama proses penyimpanan. Penanganan bahan baku segar perlu dilakukan secara cepat agar terhindar dari penyusutan volume dan kehilangan kesegarannya. Tanaman obat irisan kering dapat disimpan lebih lama dengan pengaturan suhu, kelembaban dan cara penyimpanan yang tepat agar tidak terkontaminasi oleh kutu, rayap, dan jamur. Bahan baku tanaman obat irisan kering dapat diproses lebih lanjut menjadi serbuk. Petani jarang melakukan pengolahan menjadi serbuk disebabkan alat kerja yang tidak memadai dan keinginan petani segera menjual hasil guna untuk mendapatkan uang tunai. Skema pada gambar 2, memaparkan proses yang dilalui untuk menghasilkan bahan baku kering. Sarana dan cara pengolahan yang kurang memadai menjadi penyebab kontaminasi dan rendahnya kualitas bahan baku. Selain itu, kualitas bahan baku dari masing – masing sentra pasokan bervariasi karena perbedaan agroklimat, dan penanganan pascapanen. Perbedaan kualitas tersebut menimbulkan permasalahan bagi industri penghasil produk fitofarmaka, karena harus melakukan pengaturan standarisasi dosis dan formulasi. Bahan baku tanaman obat rentan terhadap cahaya dan oksigen udara karena dapat terjadi kerusakan atau perubahan kualitas. Senyawa tertentu dalam bahan baku dapat mengalami perubahan kimiawi karena proses oksidasi, reaksi kimia intern oleh enzim, dehidrasi dan pengaruh penyerapan air.

2.1.3. Pengadaan Bahan Baku

Pembelian bahan baku tanaman obat jenis rimpang dengan masa tanam selama 9 – 10 bulan biasanya berlangsung sekitar bulan Juli – September atau sebelum masuk musim penghujan. Setelah dilakukan proses seleksi, pembersihan, bahan baku disimpan sambil menunggu datangnya pedagang pengumpul. Kemampuan membeli dan kapasitas gudang menjadi penentu jumlah pembelian untuk memenuhi kebutuhan produksi pabrik satu periode panen atau memenuhi pesanan pedagang pengumpul bagi keperluan ekspor atau kebutuhan rumah tangga. Perdagangan tanaman obat umumnya dengan rantai pasokan bertingkat. Pedagang pengumpul desa membeli bahan baku dari petani dan setelah Pembersihan dari kotoran Pencucian bahan baku Penirisan Perajangan menjadi irisan Pengeringan Gambar 2. Skema proses bahan baku menjadi irisan kering Irisan kering harga sesuai kualitas bahan baku yang dihasilkan. Industri bebas membeli bahan baku dari berbagai pihak baik. Keterbatasan petani dalam melakukan transaksi, kemampuan pasokan dan lokasi yang jauh dari pabrik atau gudang industri, mendorong industri memanfaatkan peran pedagang pengumpul. Mekanisme pembelian berdasarkan pola dagang atau kontrak terbatas yang kurang terkoordinasi dimana pihak pembeli menjalin hubungan cukup lama dengan pemasok tetapi penentuan harga tetap ditentukan berdasarkan situasi penawaran dan permintaan. Chanisah, 1996; Sudarsono, 2004. Menurut Sajogyo 1999, kehadiran pedagang pengumpul di desa telah diterima. Pedagang dimaksud dianggap pihak yang memiliki hubungan luas dan mampu menembus batas desa. Keberadaan pedagang pengumpul ini memberikan manfaat mengingat pengetahuan petani mengenai pasar terbatas. Petani kemudian memanfaatkan jasa pedagang pengumpul sebagai pemasar dan melaksanakan kegiatan pemasaran bahan baku kepada pihak pembeli lainnya. Pedagang pengumpul tingkat pertama yang berasal dari desa yang sama sangat mengenal situasi pasokan dan bahkan petani. Dalam hal pembinaan kepada petani, agroindustri farmasi besar telah melakukan namun dalam lingkup terbatas. Industri lebih menitikberatkan pada aktivitas dan pemecahan masalah pemrosesan serta upaya memenuhi persyaratan efikasi dan keamanan produk. Pengadaan bahan baku yang dikelola sendiri oleh agroindustri farmasi tidak menjadi alternatif karena akan menuntut biaya investasi, operasional dan penyediaan sumber daya manusia. Sebagaimana penelitian Rademakers dan Valkengoed 1995, agroindustri farmasi tidak terlalu melakukan pengintegrasian ke hulu dalam hal pengadaan bahan baku. Kalaupun terjadi kekurangan pasokan lebih berkecenderungan melakukan impor. Bahan baku yang dipasok harus memenuhi standar dan lolos inspeksi mutu pada saat penerimaan melalui pemeriksaan visual dan laboratorium. Pemeriksaan mutu bahan baku akan mencakup tingkat kekeringan, bentuk fisik, penampilan, warna, kebersihan, kemurnian bahan, dan kadar zat pengumpul, akan dilakukan pembersihan ulang, pemilahan, pencucian hingga pengeringan sebelum diubah bentuk menjadi partikel kecil sesuai dengan kebutuhan formulasi.

2.1.4. Komoditas Penelitian

Penelitian dibatasi pada tiga komoditas keluarga Zingiberaceae yakni : temulawak, kunyit, dan jahe sebagai komoditas yang banyak digunakan oleh agroindustri farmasi. a. Temulawak Curcuma xanthorrhiza Rimpang tanaman temulawak berukuran besar, bercabang-cabang dan berwarna cokelat kemerahan atau kuning tua. Tumbuh pada ketinggian 750 dpl. Minyak esensial temulawak gandung p-toluil-metil karbinol, kurkuimin, desmetoksi kurkumin, bidesmetil kurkumin, felandren, sabinen, sineol, borneol, zingiberen, turmeron, atlanton, arutmeron, ksantorizol, dan germakron. Temulawak mempunyai dua komponen utama yaitu minyak atsiri dan kurkuminoid Oei et al. diacu dalam Yuliani. 2003. Kurkuminoid merupakan substansi yang paling menonjol ditemukan pada temulawak. Temulawak dimanfaatkan untuk menurunkan kadar kolesterol, menghilangkan rasa nyeri, mencegah penyakit hati, pengobatan radang lambung, pelepasan gas dalam perut dan pengobatan pada orang yang kurang nafsu makan. Kualitas rimpang temulawak sangat dipengaruhi oleh tempat tumbuh tanaman tersebut. Temulawak yang tumbuh di dataran rendah akan mengandung pati lebih tinggi, dan lebih mengandung minyak atsiri bilamana ditanam pada dataran tinggi. Tanaman temulawak lebih baik ditanam dengan menggunakan pohon naungan. Ketidakseragaman budidaya temulawak dari berbagai daerah mengakibatkan kandungan senyawa esensial temulawak yang dipasok bervariasi. b. Kunyit Curcuma domestica Val Kunyit atau kunir tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan sekitar 2.000 – 4.000 mm setiap tahun dan di area yang sedikit terlindung. Rimpang kunyit tumbuh dari umbi utama yang berbentuk bulat panjang, pendek, tebal, lurus, dan melengkung. Bercabang dan berkembang secara terus menerus. Tanaman kunyit dapat hidup di tempat terbuka atau sedikit ternaungi dan orang membudidayakannya sepanjang tahun. Winarto, 2003. Rimpang kunyit mengandung minyak atsiri 3 – 5 terdiri dari turmeron, simen, artumeron, kurkumin, pati, dan damar. Kunyit digunakan untuk menurunkan tekanan darah, stimulan, penyakit pencernaan, penambah tenaga, dan infeksi kulit. Selain berguna bagi pengobatan, kunyit banyak dimanfaatkan oleh industri kosmetik dan pewarna serta rumah tangga. Kualitas kunyit menjadi kurang baik bilamana ditanam di tempat yang kurang ternaungi. Walaupun dapat dipanen terus menerus, tetapi panen kunyit yang paling baik berada pada umur 12 bulan dan ditanam pada awal musim penghujan. Rimpang kunyit dalam bentuk kering dicapai sekitar 7 hari dengan pengeringan matahari, dan mengalami penyusutan 16 untuk mencapai kadar air 8 – 13,7 . c. Jahe Zingiber officinale Rose Tanaman jahe tumbuh berumpun, dengan rimpang bercabang tidak teratur, umumnya ke arah vertikal. Berdasarkan ukuran, bentuk dan warnanya, rimpang jahe dibedakan dalam tiga jenis yakni : jahe gajah dengan rimpang lebih besar dan ruas rimpang yang lebih mengembung, jahe putih kecil, dan jahe merah. Jahe putih kecil dan jahe merah ini cocok untuk ramuan obat karena kandungan minyak atsiri yang lebih tinggi dibanding jahe gajah dan rasanya lebih pedas. 600 m dpl. Iklim ideal untuk jahe adalah panas sampai sedang, dengan sinar matahari yang cukup dan ternaungi. Rimpang jahe mengandung minyak atsiri 2 – 3 terdiri dari zingiberin, kamfena, limonen, borneol, sineol, linalool, geraniol, kavikol, zingiberen dan zingiberol serta gingerol dan shogaol. Jahe berasal dari China Selatan, dan sekarang banyak dibudidayakan di semua daerah Asia baik tropik maupun subtropik. India menghasilkan 50 dari jahe dunia www-ang.kfunigraz.ac.at- katzerenglzing_off.html - 22 September 2003 Rimpang jahe digunakan oleh agroindustri farmasi untuk memperlancar keluarnya keringat, menghalau masuk angin, penambah nafsu makan, dan menghambat pertumbuhan bakteri. Jahe juga digunakan bagi industri kosmetik dan minuman. Jahe dapat ditanam secara polikultur maupun monokultur. Kandungan minyak atsiri dalam rimpang jahe ditentukan oleh umur panen dan jenisnya. Kebutuhan pasokan bagi industri yang menghasilkan produk untuk kesehatan lebih diinginkan hasil panen jahe tua karena memiliki kandungan minyak atsiri optimum Paimin dan Murhananto,1999.

2.2. Rantai Pasokan

Logistik dan manajemen rantai pasokan supply chain management acapkali membingungkan dan saling dipertukarkan Tracey et al., 2004. Konsep rantai pasokan menekankan pada upaya mencari optimasi dan integrasi rantai nilai dengan menciptakan kompetensi unik di mana di dalamnya termasuk logistik. Menurut the Council of Logistics Management CLM, logistik merupakan bagian dari proses rantai pasokan dimana perencanaan, implementasi dan pengendalian aliran dari barang, jasa dan informasi yang berkaitan dimulai dari hulu hingga saat dikonsumsi konsumen dengan memenuhi persyaratan. Riset rantai pasokan berkembang diluar domain logistik atau proses operasi ditinjau dari perspektif manajemen strategik, organisasi, kelembagaan, biaya transaksi, kesisteman, hubungan antar organisasi inter- terobosan strategik, manajemen rantai pasokan terwujud karena operasi pabrikasi dan pemasaran yang mengintegrasikan proses bisnis yang kompleks untuk menuju konsumen Levi et al., 2000, Gowen dan Talion di dalam Maku et al., 2005. Rantai pasokan menciptakan nilai dan penjabaran modal intelektual dari pemasok-pemasok yang berhubungan guna memenuhi persyaratan pengguna Ayers, 2000. Dalam hal ini terjadi pengelolaan hubungan upstream dan downstream antara pemasok dan pelanggan dengan sasaran menghilangkan inefisiensi dan pengulangan proses pada rantai. Menurut Evans dan Danks 1998, terdapat empat aliran strategis pada rantai pasokan yakni : permintaan, penawaran, informasi dan uang yang perlu dipahami proses dan pergerakkannya. Prinsipnya adalah bagaimana bekerja kooperatif dengan organisasi lain dan bukan mengalahkan. Hasil yang dicapai pada akhirnya menjadi lebih fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan pelanggan. Sebagai contoh, bilamana tujuannya untuk mengurangi sediaan penyangga buffer stock satu entitas yang termasuk dalam rantai, maka diperlukan penyebaran informasi mengenai jumlah permintaan dan pengaturan tingkat sediaan Christopher, 1998. Dengan demikian, manajemen rantai pasokan dipandang strategis meningkatkan pelayanan pelanggan, mengurangi biaya transaksi, mempertahankan pelanggan, meningkatkan daya saing, meningkatkan profitabilitas, menciptakan nilai, meningkatkan mutu dan ketersediaan produk Evans dan Dank, 1998; Beech 1998; Stock dan Lambert, 2001. Tinjauan terhahadap aktivitas proses rantai pasokan mensyaratkan koordinasi dan integrasi dalam satu kesatuan dan setiap manajer yang terdapat pada rantai bekerja bersama agar keseluruhan proses pada rantai menjadi kompetitif Vokurka et al., 2002. Integrasi proses dimulai dari perusahaan yang mendorong aktivitas dari tingkat strategik hingga operasional. Pembangunan kemampuan rantai pasokan memerlukan perhatian terhadap pengembangan dan peningkatan kemampuan operasi yang bermutu, Perubahan ini harus disadari oleh setiap tingkat dari rantai pasokan. Penanggung jawab dari setiap tingkatan harus mampu bergerak fleksibel, menyajikan kualitas tinggi dengan tenggang waktu singkat untuk sejumlah variasi produk yang memberikan nilai tambah bagi pelanggan. Stock dan Lambert 2001 menawarkan delapan proses bisnis penting di dalam rantai pasokan yakni : 1 manajemen hubungan pelanggan, 2 manajemen pelayanan pelanggan, 3 manajemen permintaan, 4 pemenuhan pesanan, 5 manajemen aliran pembuatan, 6 pembelian, 7 pengembangan produk dan komersialisasi, dan 8 perolehan. Dari pengembangan kerangka konseptual rantai pasokan, Giannakis 2004 menyatakan perlunya sintesa, sinergi, dan sinkronisasi. Yang pertama adalah bagaimana mensintesakan aspek struktur fisik rantai pasokan. Struktur fisik dimaksud berkaitan dengan pengambilan keputusan strategik, konfigurasi pasokan, bentuk saluran dan pengelolaan organisasi. Pensinergian dilakukan dengan menelaah sifat dan pengaruh interaksi diantara aktor yang berbeda dan sinkronisasi seluruh keputusan operasional dikaitkan kendali produksi dan pengiriman barang. Rantai pasokan tidak semata terletak pada fungsi tunggal sebagai unit analisis namun melibatkan interaksi dan interdependensi fungsi, kelompok dan organisasi. Untuk itu diperlukan formulasi strategi yang tepat mencakup arus permintaan, sumber, jenis layanan kepada pengguna dan bentuk integrasi pasokan yang diinginkan, Evans dan Danks, 1998. Kesulitan memanajemeni rantai pasokan menurut Maku et al. 2005 berasal dari kompleksitas yang mempengaruhi struktur dan variabilitas yang aliran pasokan. Levi et al. 2000, Frankel dan Whipple, di dalam Stanek, 2004; Anslinger dan Jenk 2004, meninjau manajemen rantai pasokan dari mencapai tujuan strategik bersama. Melalui aliansi akan menghapuskan hambatan antar orang, antar unit organisasi dan hambatan organisasi itu sendiri yang berarti kemitraan jangka panjang dimana resiko dan manfaat jangka panjang dinikmati bagi pihak yang beraliansi . Menurut Giles dan Hancy di dalam Gattorna 1998, penyatuan kompetensi inti dipandang sebagai upaya untuk mengatasi persaingan yang tidak perlu. Masing-masing pihak, harus memahami apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan mitra kerjanya dan bagaimana semua faktor dapat sesuai dengan sasaran yang hendak dicapai dari aliansi strategik Stanek, 2004. Informasi harus terbuka dan mengalir setelah informasi yang diproteksi dijabarkan secara jelas. Melalui pertemuan, fungsi masing-masing pihak dapat dipastikan. Peneliti terdahulu meninjau sejumlah perilaku yang diperlukan guna menjamin implementasi rantai pasokan yakni: hubungan berdasarkan kepercayaan, kemampuan mengevaluasi peluang untuk menciptakan nilai, hubungan yang dekat, situasi saling memberikan manfaat, menciptakan pertumbuhan, menyatukan keahlian yang melengkapi, peran aktif, kerjasama, harmonisasi, solidaritas, integrasi peran, berbagi pengetahuan dan keuntungan Barba et al.,1998; Daboub 2002; Vokurka et al., 2002. Persyaratan dimaksud sebagaimana prinsip dasar dalam membangun supplier-supplier relationship yang diajukan oleh Choi et al. 2002 yang menuntut kerjasama secara erat, pertukaran ide dimana masing-masing berkontribusi dalam sumberdaya, pengetahuan teknologi dan kapasitas produksi. Jaringan menurut Bowersox 1992 adalah alur berstruktur dari obyek yang dipertukarkan sebagai ganti aliran bebas atas saling ketergantungan yang diakui bersama dan keikatan. Konsep jaringan, akan menerobos batas dan menciptakan komunikasi antara orang yang terfokus pada aktivitas, dan pengetahuan yang sama Hastings, 1996. Terdiri dari individu, kelompok yang menggunakan bauran talenta dan sumberdaya untuk ber ko-operasi sehingga mencapai efisiensi dan mencapai pasar. beraktivitas sendiri memenuhi kebutuhannya tetapi dengan bertindak dalam kesatuan sehingga menghasilkan fungsi yang lebih kompleks. Bilamana tujuan utama manajemen rantai pasokan lebih ditujukan pada pencapaian penciptaan nilai dan keunggulan bersaing industri, maka keberadaan jaringan lebih memudahkan pertukaran informasi, dan efektivitas pembelian dari sisi industri dan sebaliknya pemasok dapat memahami tuntutan pelanggan. Orang berkontribusi sesuai dengan kemampuan, dimana masing- masing memiliki kekuatan yang unik, baik pemasaran, distribusi, produksi, atau pengembangan. Uraian tugas tidak digariskan, tetapi anggota berkontribusi, berkomitmen diantara mereka dengan umpan balik dan menjalankan disiplin. Organisasi jaringan terdiri dari divisi yang berdiri secara otonomik sebagaimana perilaku perusahaan yang terpisah tanpa tugas dan peran yang terdefinisikan dengan baik Halal dalam Daboub, 2002. Membangun kekuatan jaringan strategik memerlukan berbagi teknologi, manfaat, pengembangan, ketrampilan, biaya, akses pasar dan kepemilikan. Koordinasi, pengendalian strategik, pengintegrasian proses, dan aliansi dengan kemampuan sinergetik menjadi penting dalam membangun rantai pasokan berbasis jaringan Stock dan Lambert, 2001. Evans dan Danks dalam Gattorna 1998 memandang perlu keterkaitan informasi, finansial, operasional, dan pengambilan keputusan dari anggota. Struktur menjadi lebih fleksibel untuk berhubungan dengan kelompok- kelompok dalam bidang yang berbeda. Sehingga, akan terjadi perubahan dari saluran menjadi multisaluran Barba et al.1998. Tiga prinsip penting dalam struktur jaringan yang perlu diperhatikan menurut Stock dan Lambert 2001 adalah : keanggotaan dari rantai pasokan, dimensi struktural dalam jaringan dan perbedaan tipe proses yang terkait dengan rantai pasokan. Kerangka rantai pasokan sendiri mengandung tiga unsur sebagaimana digambarkan pada gambar 3. Pemilihan anggota menjadi penting ketika membuat struktur jaringan. Dalam menarik anggota, perlu membedakan anggota utama yakni yang memberikan sumber daya, pengetahuan, fasilitas atau aset dari rantai pasokan, dan anggota pendukung. Menetapkan berapa jumlah optimal, lokasi, dan peran masing-masing pihak merupakan elemen kritis dari keseluruhan strategi. Para aktor tersebut menurut Callon di dalam Murdoch 2000 penting dikoordinasikan guna mengembangkan, menghasilkan dan mendistribusikan produk yang memenuhi persyaratan pelanggan. Faktor yang diperhatikan ketika menyeleksi anggota yang layak adalah : kemampuan finansial, kecakapan, kemampuan mengaitkan proses, dan tumbuh bersama organisasi usaha serta kompetensi dalam rantai pasokan Stock dan Lambert, 2001. Aspek yang paling sulit dalam mengorganisasikan anggota adalah bagaimana modal dan investasi dapat distrukturkan. Menurut Hastings 1995, yang penting adalah memiliki jaringan itu sendiri kemudian menghadirkan dan mengaktifkan anggota dalam memobilisasi jaringan. Organisasi jaringan memerlukan lingkungan organisasi pembelajar dengan sumber daya manusia yang berdaya, berkreasi mencari jawaban dan berinovasi. Untuk itu diperlukan pengembangan kepercayaan dan komitmen, solidaritas dan upaya harmonisasi konflik, serta pengendalian kekuasaan Achrol diacu dalam Daboub, 2002. Proses bisnis Rantai pasokan Proses yang dikaitkan dengan anggota Komponen Manajemen rantai pasokan Struktur Jaringan Rantai pasokan Tingkat integrasi dan pengelolaan dari setiap proses Anggota rantai yang terkait Gambar 3. Kerangka manajemen rantai pasokan Stock dan Lambert, 2001 jaringan. Struktur vertikal menjadi alat mengorganisasikan transaksi barang ataupun jasa yang diharapkan dapat meminimalkan biaya transaksi dan mengurangi ketidakpastian. Menurut Mc Fetridge 2000, bilamana tidak ada transaksi vertikal dapat disatukan atau diinternalisasikan, maka tidak akan bermanfaat. Struktur hubungan horizontal, terjalin antara pemasok dengan pemasok memberikan alternatif yang mendorong kontribusi sumber daya, teknologi dan sumber daya manusia dalam pertukaran yang lebih kooperatif. Hubungan kooperatif ini akan lebih baik dibandingkan hubungan kompetitif yang mendorong terjadinya negosiasi ketat dan tekanan harga, akibat ketakutan akan adanya resiko yang dilakukan oleh pihak lebih kuat Choi et al., 2002. Giles dan Hancy dalam Gattorna 1998 menguraikan bahwa terdapat pengembangan tipe organisasi dari struktur vertikal ke organisasi jaringan. Transisi yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini : Tabel 5. Transisi dari hubungan vertikal hingga jaringan Tipe organisasi Produksi tersentralisasi Proses desentralisasi Sistem jaringan Gaya kepemimpinan dan sistem kendali Komando dan hirarki kendali Efisiensi dan kendali ekonomik Koordinasi dan kendali strategik Integrasi Integrasi vertikal Deintegrated Integrasi sistem Hubungan pasokan Pemasok Outsourcing Aliansi Ukuran Ukuran luas Ukuran diciutkan Globalisasi Diferensiasi spesialisasi Organisasi fungsional Organisasi proses Organisasi lintas fungsi Fokus pada efektivitas kerja kelompok Skala ekonomi Kompetensi inti Kemampuan sinergik Sumber : Robert Porter – Lynch dan Ian Somerville di dalam Giles dan Hancy 1998 Stock dan Lambert 2001; Daboub 2002, anggota jaringan bertanggung jawab pada bagian proses yang disepakati sanggup dilaksanakan. Peran anggota didefinisikan secara seksama . Teori organisasi jaringan berkembang dari aliansis strategik yang semula atas dasar pemasok yang diinginkan preferred vendors dalam upaya mencapai profitabilitas diperluas menjadi pemahaman konsep organisasi tanpa batas, melibatkan orang, kelompok dan organsisasi. Evolusi struktur organisasi demikian mendorong fleksibilitas yang menghasilkan organisasi lebih ramping. Diperlukan transisi yang dicerminkan pada turunan program-program yang akan diikuti anggota. Dalam kondisi seperti ini akan terjadi transformasi dari kepemilikan pengetahuan menjadi distribusi pengetahuan. Anggota didorong saling bertukar pengetahuan dan lembaga tempat anggota bernaung perlu memberikan ruang pertukaran tersebut dan melaksanakan pemantauan. Peneliti terdahulu mengajukan contoh jaringan yang dibangun oleh perusahaan Toyota dalam menjalin hubungan dengan banyak organisasi tersebar sehingga persediaan bahan baku dan respon dapat ditelusuri dalam waktu 24 jam dengan tingkat kesesuaian tinggi. Demikian pula General Motor yang melakukan keterhubungan dalam sistem informasi manajemen. Menurut Beech 1998, kerangka strategi jaringan bersifat holistik yang mensinkronisasikan sejumlah entitas untuk bekerja bersama mengunakan basis teknologi informatika. Unsur pengurangan biaya dilakukan dengan mengalihkan bidang-bidang pekerjaan tidak utama kepada pihak yang berada pada jaringan dan perusahaan inti lebih memfokuskan pada bidang yang menjadi keunggulan strategik. Kondisi ini berakibat informasi terfragmentasi dan tergantung pada pihak lainnya Hall di dalam Daboub, 2002. Kegagalan pengaturan jaringan, terjadi ketika terdapat oportunistik, konflik tujuan, keengganan berkontribusi secara seimbang dan batasan resiko yang lebar. Simpulan dari pembangunan jaringan pada rantai pasokan menurut peneliti terdahulu melibatkan struktur, perilaku, pengaturan, dan sebagaimana terlihat pada Tabel 6 berikut ini. Faktor Uraian 1 Terdapat anggota dengan kedudukan independen, namun dengan peran terdefinisikan. 2 Tanggung jawab anggota mengarah pada rantai nilai, pada transaksi yang disanggupi 3 Organisasi datar, dan ramping. 4 Informasi terdistribusikan 5 Pengintegrasian proses dan tingkat integrasi dari proses bisnis 6 Sinkronisasi aset 7 Penatalaksanaan dan koordinasi Struktur 8 Pengukuran atas dasar prestasi Perilaku Terdapat 13 sub-elemen perilaku yang diperlukan saat membangun jaringan menurut peneliti sebelumnya yakni: hubungan berdasarkan kepercayaan, kemampuan mengevaluasi peluang untuk menciptakan nilai, hubungan yang dekat, situasi saling memberikan manfaat, menciptakan pertumbuhan, menyatukan keahlian yang melengkapi, peran aktif, kerjasama, harmonisasi, solidaritas, integrasi peran, berbagi pengetahuan dan keuntungan 1 Sinergi dan sinkronisasi menurut Ginneakis dan Croom 2004 2 Inventory deployment menurut Evan dan Danks 1998 Pengaturan 3 Tanggung jawab pada bagian yang disepakati, menurut Barba et al. 1998 Pemrakarsa Peneliti terdahulu tidak secara tajam menggariskan siapa yang menjadi pemrakarsa, tetapi tersirat lebih ditujukan pada perusahaan inti untuk mendapatkan keunggulan strategik. Williamson diacu pada Dorward 2001, menyatakan terdapat tiga dimensi dalam pengaturan kontrak yakni : 1. unsur ketidakpastian karena kurangnya informasi, 2. rasionalitas, dan oportunisme dari pihak yang menjalin transaksi, 3. spesifikasi aset dan frekuensi dalam menjalin kesepakatan kontraktual antar pihak. yang lebih mendalam. Kelemahan utama adalah terlalu terfokus pada upaya meminimalisasikan biaya sehingga mengabaikan aspek penciptaan nilai. Pengaturan yang diperlukan pada pendekatan biaya transaksi adalah sejauh mana aset dapat diturunkan oleh pengguna tanpa merusak nilai – nilai produktif Williamson 1998 di dalam Tsang, 2000. Biaya transaksi dipengaruhi oleh kondisi pasar yang tidak menentu, perilaku oportunistik, resiko, pengaruh harga beli dikaitkan dengan kondisi pasar dan perilaku penjual. Sistem kontrak mengandung bahaya, ketika dari salah satu pihak yang lebih memiliki informasi bersikap oportunis dan menolak untuk menginvestasikan pada sumber – sumber yang diperlukan karena takut salah satu pihak akan mengingkari hubungan

2.3. Konflik