Sarana dan cara pengolahan yang kurang memadai menjadi penyebab kontaminasi dan rendahnya kualitas bahan baku. Selain itu, kualitas bahan
baku dari masing – masing sentra pasokan bervariasi karena perbedaan agroklimat, dan penanganan pascapanen. Perbedaan kualitas tersebut
menimbulkan permasalahan bagi industri penghasil produk fitofarmaka, karena harus melakukan pengaturan standarisasi dosis dan formulasi.
Bahan baku tanaman obat rentan terhadap cahaya dan oksigen udara karena dapat terjadi kerusakan atau perubahan kualitas. Senyawa tertentu
dalam bahan baku dapat mengalami perubahan kimiawi karena proses oksidasi, reaksi kimia intern oleh enzim, dehidrasi dan pengaruh penyerapan
air.
2.1.3. Pengadaan Bahan Baku
Pembelian bahan baku tanaman obat jenis rimpang dengan masa tanam selama 9 – 10 bulan biasanya berlangsung sekitar bulan Juli –
September atau sebelum masuk musim penghujan. Setelah dilakukan proses seleksi, pembersihan, bahan baku disimpan sambil menunggu datangnya
pedagang pengumpul. Kemampuan membeli dan kapasitas gudang menjadi penentu jumlah pembelian untuk memenuhi kebutuhan produksi pabrik satu
periode panen atau memenuhi pesanan pedagang pengumpul bagi keperluan ekspor atau kebutuhan rumah tangga.
Perdagangan tanaman obat umumnya dengan rantai pasokan bertingkat. Pedagang pengumpul desa membeli bahan baku dari petani dan setelah
Pembersihan dari kotoran
Pencucian bahan baku
Penirisan
Perajangan menjadi irisan
Pengeringan
Gambar 2. Skema proses bahan baku menjadi irisan kering Irisan kering
harga sesuai kualitas bahan baku yang dihasilkan. Industri bebas membeli bahan baku dari berbagai pihak baik.
Keterbatasan petani dalam melakukan transaksi, kemampuan pasokan dan lokasi yang jauh dari pabrik atau gudang industri, mendorong industri
memanfaatkan peran pedagang pengumpul. Mekanisme pembelian berdasarkan pola dagang atau kontrak terbatas yang kurang terkoordinasi
dimana pihak pembeli menjalin hubungan cukup lama dengan pemasok tetapi penentuan harga tetap ditentukan berdasarkan situasi penawaran dan
permintaan. Chanisah, 1996; Sudarsono, 2004. Menurut Sajogyo 1999, kehadiran pedagang pengumpul di desa telah
diterima. Pedagang dimaksud dianggap pihak yang memiliki hubungan luas dan mampu menembus batas desa. Keberadaan pedagang pengumpul ini
memberikan manfaat mengingat pengetahuan petani mengenai pasar terbatas. Petani kemudian memanfaatkan jasa pedagang pengumpul sebagai pemasar
dan melaksanakan kegiatan pemasaran bahan baku kepada pihak pembeli lainnya. Pedagang pengumpul tingkat pertama yang berasal dari desa yang
sama sangat mengenal situasi pasokan dan bahkan petani. Dalam hal pembinaan kepada petani, agroindustri farmasi besar telah
melakukan namun dalam lingkup terbatas. Industri lebih menitikberatkan pada aktivitas dan pemecahan masalah pemrosesan serta upaya memenuhi
persyaratan efikasi dan keamanan produk. Pengadaan bahan baku yang dikelola sendiri oleh agroindustri farmasi tidak menjadi alternatif karena akan
menuntut biaya investasi, operasional dan penyediaan sumber daya manusia. Sebagaimana penelitian Rademakers dan Valkengoed 1995, agroindustri
farmasi tidak terlalu melakukan pengintegrasian ke hulu dalam hal pengadaan bahan baku. Kalaupun terjadi kekurangan pasokan lebih
berkecenderungan melakukan impor. Bahan baku yang dipasok harus memenuhi standar dan lolos inspeksi
mutu pada saat penerimaan melalui pemeriksaan visual dan laboratorium. Pemeriksaan mutu bahan baku akan mencakup tingkat kekeringan, bentuk
fisik, penampilan, warna, kebersihan, kemurnian bahan, dan kadar zat
pengumpul, akan dilakukan pembersihan ulang, pemilahan, pencucian hingga pengeringan sebelum diubah bentuk menjadi partikel kecil sesuai dengan
kebutuhan formulasi.
2.1.4. Komoditas Penelitian