Metodologi Keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil (kasus perikanan pantai di Serang dan Tegal)

84 wilayah, sehingga pembangunan perikanan dapat direncanakan sedemikian rupa dan sumberdaya perikanan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Pada dasarnya secara ekologi, kegiatan perikanan akan dapat dilaksanakan dan berkelanjutan apabila komponen yang merupakan persyaratan pokok dapat dipenuhi. Persyaratan tersebut diantaranya adalah terjaminnya tingkat pertumbuhan r, terjaganya daya dukung lingkungan perairan K, dan tingkat pemanfaatan koefisien daya tangkap, q yang terkendali.

5.2 Metodologi

Metode yang digunakan dalam penelitian dimensi ekologi adalah gabungan dari penelitian deskriptif dan survei langsung pengamatan dan wawancara. Data tentang jumlah unit dan trip alat tangkap serta hasil tangkapan tiap alat tangkap diperoleh dari laporan tempat pelelangan pendaratan ikan TPI di kedua lokasi penelitian. Data tentang alat tangkap, dimensi kapal serta anak buah kapal ABK, daerah penangkapan, serta jenis ikan hasil tangkapan dominan diperoleh melalui wawancara dan survei langsung dengan nelayan di fishing base di kedua lokasi penelitian, yaitu Kabupaten Serang dan Kabupaten Tegal. Pemilihan responden yang diwawancarai langsung ditentukan berdasarkan petunjuk atau rekomendasi dari Dinas Perikanan dan Kelautan tiap kabupaten, ketua kelompok nelayan, dan petugas penyuluh perikanan setempat khusus untuk lokasi penelitian di Kabupaten Tegal. Responden tersebut tidak dipilih secara random. Jumlah responden tiap lokasi penelitian ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah populasi dan kemampuan enumerator dalam melakukan identifikasi. Tabel 5.1 Jumlah responden menurut jenis alat tangkap dan lokasi penelitian Jumlah sampel responden No Tempat Pendaratan Ikan TPI Kecamatan Kabupaten Alat tangkap Jumlah 1 Pasauran Cinangka Serang Payang bugis Jaring udang 38 33 2 Munjung Agung Kramat Tegal Payang gemplo Bundes Rampus 25 12 12 3 Surodadi I Surodadi Tegal Payang gemplo Bundes Rampus 15 10 20 J u m l a h 165 Keterangan : Tiap sampel terdiri dari satu kapal penangkap dan satu alat tangkap. 85 Analisis terhadap data yang diperoleh akan difokuskan pada kajian potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan serta peran atribut faktor ekologis yang mempengaruhi keberlanjutan perikanan. Pendugaan tingkat dan batas maksimal pemanfaatan sumberdaya perikanan dilakukan dengan menerapkan model surplus produksi. Model ini memanfaatkan data produksi dan upaya penangkapan, seperti dijelaskan Clark, Yoshimoto and Pooley 1992. Parameter model yang diduga adalah r laju pertumbuhan alamiintrinsic, q koefisien kemampuan penangkapan dan K daya dukung lingkungan. Parameter-parameter tersebut diduga dengan menggunakan OLS ordinary least square dengan meregresikan tangkap perunit upaya catch per unit effort = CPUE pada periode t+1 dengan tangkap perunit upaya pada periode t serta penjumlahan input pada periode t dan t+1. Input yang digunakan adalah jumlah trip penangkapan dari semua jenis alat tangkap dengan indeks penangkapan yang telah distandardisasi. Standardisasi alat tangkap pada penelitian ini menggunakan persamaan Tai dan Heaps 1996 yang diacu dalam Bintoro 2005. Atribut ekologi yang lain dalam Rapfish antara lain discard and by cacth, yaitu sejumlah ikan tangkapan yang tidak dimanfaatkan atau dibuang nelayan karena tidak mempunyai nilai ekonomis penting atau pertimbangan lain. Jika jumlah discard dan by catch sedikit bahkan jika tidak ada ikan yang dibuang maka sumberdaya perikanan dari perairan tersebut merupakan sumber pendapatan yang sangat penting bagi para nelayan. Dalam situasi seperti ini semua jenis dan ukuran dikonsumsi atau dimanfaatkan oleh nelayan dan masyarakat. Tekanan pemanfaatan perairan atau tingkat intensitas pemanfaatan perairan oleh berbagai kegiatan secara langsung akan mempengaruhi kondisi ekologi perairan. Semakin tinggi tingkat pemanfaatan tekanan perairan maka akan menyebabkan semakin menurunnya kualitas perairan tersebut. Tekanan perairan ini dapat berupa pemanfaatan laut sebagai lahan budidaya laut, jalur-jalur sarana lalu lintas transportasi laut, tempat pembuangan sampah, daerah penangkapan ikan yang padat dan sebagainya. Perubahan ukuran ikan dan jenis ikan dalam 10 tahun terakhir akan menggambarkan dampak akibat terjadinya perubahan ekologi. Jika ukuran ikan semakin kecil maka dapat dikatakan lingkungan perairan dan sumberdaya 86 perikanan mengalami kerusakan degradasi, begitu juga yang terjadi pada perubahan jenis ikan yang tertangkap dimana ikan yang tertangkap semakin kecil dari masa kemasa. Kondisi yang demikian dapat dikategorikan growth overfishing yaitu terjadi manakala stok ikan yang ditangkap rata-rata ukurannya lebih kecil daripada ukuran yang seharusnya untuk berproduksi pada tingkat yield per recruit yang maksimum Fauzi, 2005; Nikijuluw, 2005. Pemanfaatan pariwisata yang sesuai dan optimal merupakan pendorong ke arah perbaikan ekologi karena secara tidak langsung pariwisata akan menciptakan kondisi lingkungan yang lebih baik, bersih, tertib, aman dan nyaman. Pemanfaatan pariwisata juga akan menciptakan alternatif lapangan pekerjaan dan pendapatan tambahan bagi para penduduk atau nelayan sekitar. Kegiatan pariwisata yang berlebihan juga akan berdampak kurang baik karena justru akan menciptakan masalah baru berupa peningkatan kerusakan ekologi. Metode penentuan indeks keberlanjutan ekologi perikanan tangkap dengan teknik Rapfish dilakukan secara sistimatis seperti diuraikan pada Bab 3 Metode Umum Penelitian. Indeks status keberlanjutan ekologi perikanan tangkap dimulai dengan pembuatan skor setiap atribut pada dimensi ekologi berdasarkan kondisi di lapangan, baik dari hasil berdasarkan wawancara dan pengamatan data primer maupun data sekunder. Penyusunan skor ini berdasarkan acuan-acuan yang telah dibuat baik melalui literatur seprti Alder, et. al., 2000 yang diacu dalam Fauzi dan Anna 2002, maupun pertimbangan dari penulis dengan asumsi-asumsi dan dasar-dasar ilmiah. Skor yang diperoleh kemudian diolah dengan program Microsoft Excel dengan template ekologi yang telah dipersiapkan sebelumnya kemudian di-run sehingga diperoleh nilai multidimenstional scaling dari Rapfish yang lebih dikenal dengan indeks keberlanjutan. Nilai indeks keberlanjutan perikanan skala kecil ini pada metode Rapfish diketahui mempunyai nilai bad buruk sampai good baik dalam selang 0-100. Untuk memudahkan penentuan status keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil baik di Kabupaten Serang maupun Kabupaten Tegal maka selang dari bad 0 sampai good 100 tersebut dibagi menjadi beberapa kategori atau status, yaitu dengan membagi empat selang 0-100 tersebut. Selang indeks keberlanjutan tersebut yaitu selang 0-25 dalam status buruk, selang 26-50 87 dalam status kurang, selang 51-75 dalam status cukup dan selang 76-100 dalam status baik. Pembagian selang yang menggambarkan status indeks keberlanjutan ekologi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Selang indeks dan status keberlanjutan ekologi perikanan tangkap skala kecil No Selang Indeks Keberlanjutan Status Keberlanjutan 1 0-25 Buruk 2 26-50 Kurang 3 51-75 Cukup 4 76-100 Baik

5.3 Hasil Penelitian