190
mayoritas nelayan adalah tidak tamat SD, lulus SD dan sedikit sekali yang berpendidikan sampai dengan SLTP dan SLTA. Kesejahteraan nelayan yang
dirasakan saat ini lebih disebabkan oleh karena anak-anaknya yang bekerja diluar negeri sebagai ABK kapal ikan di Korea, Jepang, atau di Afrika yang setiap
bulannya atau kurun waktu tertentu mengirimkan sebagian gajinya kepada orang tuanya di Suradadi dan sekitarnya. Untuk bekerja di luar negeri pada umumnya
mereka tamat pendidikan di SUPMSMK Kelautan atau sederajat. Dalam perkembangan usaha perikanan tangkap, nelayan di Suradadi dan
Munjung Agung merasakan kondisi sosial erat kaitannya dengan peranan kelembagaan formal dan penegakkan hukum dalam dunia perikanan. Konflik
sosial antar nelayan menjadi hal yang sangat menghawatirkan mereka dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini. Beroperasinya jaring arad dari Brebes
dan Muarareja dianggap menjadi pemicu rusaknya sumberdaya perikanan dan menurunnya tingkat pendapatan persatuan usaha. Degradasi lingkungan dirasakan
oleh karena tidak jelasnya peranan penegak hukum dan lembaga resmi dalam pranata sosial di lingkungan nelayan. Nelayan setempat berpendapat bahwa untuk
jadi nelayan tidak perlu berpendidikan tinggi asalkan sumberdaya ikannya tersedia secara berkelanjutan. Mereka mempunyai keyakinan dengan ketersediaan
sumberdaya ikan yang cukup kehidupan sosialnya akan lebih baik. Dalam hal ini peranan pemerintah diharapkan dapat lebih ditingkatkan terutama yang berkaitan
dengan pengelolaan sumberdaya perikanan yang ada di wilayahnya.
7.3.2 Kondisi sosial dalam atribut Rapfish
Penyusunan skor status keberlanjutan pada dimensi sosial perikanan tangkap skala kecil berdasarkan keadaan lapang daerah penelitian dan berdasarkan
acuan dari kriteria yang telah dibuat. Hasil wawancara dan pengamatan lapang yang dilakukan pada dua wilayah yaitu Kabupaten Serang Desa Pasauran,
Kecamatan Cinangka dan Perairan Kabupaten Tegal menghasilkan variabel atau atribut dimensi sosial yang dapat dilihat pada Tabel 7.8 dan Lampiran 19. Untuk
pendefinisian kriteria data dari variabel atau atribut tersebut maka dilakukan analisis data sebagai fakta atau realita data dalam atribut Rapfish.
191
7.3.2.1 Jumlah RTP Rumah Tangga Perikanan pengeksploitasi perikanan dalam suatu wilayah
Jumlah kepala keluarga KK di Kabupaten Serang tahun 2002 tercatat sebesar 349.911 KK sedangkan pada tahun 2003 tercatat 359.556 KK yang berarti
telah terjadi peningkatan jumlah KK sebesar 2,76 Tabel 7.2. RTP terdiri dari RTPP Rumah Tangga Pemilik Perikanan dan RTBP Rumah Tangga Buruh
Perikanan. Jumlah RTP Kabupaten Serang tahun 2003 sebanyak 783 RTP dan RTBP Kabupaten Serang tahun 2003 sebanyak 4.704 RTBP. Total RTPRTBP di
Kabupaten Serang berjumlah 5.487 RTP. Dengan demikian jumlah RTP di Kabupaten Serang sebesar 1,53 jika dibandingkan dengan jumlah KK Kepala
Keluarga di kabupaten ini 0. Tabel 7.2 Jumlah KK dan jumlah RTP tahun 2003 di perairan Pantai Pasauran
Kabupaten Serang dan perairan Kabupaten Tegal Wilayah
Jumlah KK Jumlah RTP
RTP KK Kabupaten Serang
359.556 5.487
1,53 Kabupaten Tegal
331.768 2.921
0,88 Sumber :
BPS Kab. Serang dan BPS Kab. Tegal 2004
Jumlah KK di Kabupaten Tegal pada tahun 2003 tercatat sebesar 331.768 KK. Jumlah RTP di Kabupaten Tegal tercatat 422 RTP dan jumlah RTBP-nya
tercatat 2.499 RTBP Tabel 7.2. Total RTPRTBP di Kabupaten Tegal berjumlah 2.921 RTP. Hal ini berarti jumlah RTP di Kabupaten Tegal sebesar 0,88 jika
dibandingkan dengan jumlah KK di Kabupaten Tegal 0.
7.3.2.2 Pengetahuan lingkungan sekitar baik pemukiman, perairan maupun perikanan
Hasil penelitian melalui wawancara dan pengamatan diperoleh mengenai pengetahuan para nelayan di Kabupaten Serang tentang lingkungan perairan dan
isu perikanan yang terjadi. Hasil wawancara dan pengamatan mengenai pengetahuan nelayan tentang lingkungan di Kabupaten Serang dapat dilihat pada
Tabel 7.3. Pengetahuan mereka antara lain mengenai limbah pencemaran dari pabrik-pabrik yang beroperasi dan membuang limbahnya ke perairan Serang. Hal
ini mereka ketahui dari air laut yang terkadang berwarna hijau dan kadang-kadang
192
menyebabkan gatal-gatal. Nelayan-nelayan ini juga mengetahui tentang tumpahan minyak dari kapal-kapal yang melintas di perairan Serang yang akan
membunuh biota-biota laut. Para nelayan di Kabupaten Serang ini juga memahami isu perikanan mengenai dilarangnya penggunaan trawl atau pukat
harimau di perairan Serang. Karena pemahaman para nelayan Kabupaten Serang mengenai alat tangkap yang merusak maka para nelayan ini berusaha menjaga
perairan tangkap perikanan baik dengan mengadakan pertemuan-pertemuan kelompok nelayan maupun mengadukan masalah pelanggaran perikanan kepada
pihak yang berwenang. Pada satu kasus di Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang ini pernah ada beberapa anggota nelayan mereka menggunakan alat
tangkap baru yang merusak maka kelompok nelayan mereka sendiri yang menegurnya, bahkan meminta nelayan pemilik alat tangkap yang merusak
tersebut membakarnya. Selain itu beberapa nelayan yang sudah berumur mengatakan ada 1-2 jenis ikan yang hilang dalam kurun waktu 10-20 tahun
belakangan ini. Peneliti juga mengamati bahwa penduduk di wilayah ini Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang juga terlihat lebih bersih baik tempat
tinggal, lingkungan maupun pola hidupnya seperti membuang sampah ke tempat sampah. Hasil wawancara menunjukkan bahwa pengetahuan nelayan baik yang
mengoperasikan payang bugis maupun jaring udang dengan menggali isu-isu mengenai pengetahuan terhadap lingkungan terutama isu mengenai perikanan di
Kabupaten Serang baik sebenarnya sangat luas 2, yang tidak hanya memahami tentang pengetahuan terhadap lingkungan namun sudah menerapkannya.
Tabel 7.3 Hasil wawancara dan pengamatan terhadap pengetahuan nelayan mengenai lingkungan sekitar baik perairan maupun perikanan
No Wilayah Pengetahuan
Lingkungan Penerapan
Pelaksanaan Pelanggaran dari
Pengetahuan Lingkungan
Skor 1 Kabupaten
Serang Ada Ada Tidak
Ada Sangat
Luas 2 2 Kabupaten
Tegal Ada Tidak
Ada Banyak Sangat
Minim 0
193
Walaupun nelayan Tegal memiliki pengetahuan tentang lingkungan, namun pelanggaran terhadap norma lingkungan tetap terjadi. Hal ini dapat
diketahui dari kasus masalah sampah yang bertebaran di pemukiman nelayan, bahkan disekitar pantai perairan mereka dimana mereka cenderung membuangnya
ke perairan laut sekitar mereka tinggal. Selain itu mereka juga mencoba alat tangkap baru walaupun merusak, karena bagi para nelayan di Kabupaten Tegal
asalkan biaya operasional tertutup bahkan menguntungkan mereka akan menggunakan atau mengoperasikannya. Hal ini menggambarkan bahwa
masyarakat nelayan di Kabupaten Tegal mengerti tentang pengetahuan masalah lingkungan akan tetapi tidak melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari dan
cenderung untuk melakukan pelanggaran. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pengetahuan mereka akan lingkungan baik lingkungan tempat tinggal maupun
lingkungan perairan dan perikanan sangat minim 0.
7.3.2.3 Tingkat pendidikan
Pencapaian pendidikan
merupakan salah satu ukuran untuk menilai kemajuan suatu masyarakat. Masyarakat yang berpendidikan akan lebih mudah
menyerap informasi-informasi kemajuan peradaban, sehingga dapat meningkatkan kualitas penduduk daerah yang bersangkutan. Pendidikan juga mempunyai
korelasi yang kuat dengan berbagai aspek sosial ekonomi. Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang kuat dengan
kualitas hidup dan kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Karena itu pembangunan pendidikan sangat penting untuk mencetak generasi yang memiliki
kemampuan dan kualitas yang unggul bagi kemajuan suatu bangsa. Proporsi penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan bisa dipakai
sebagai salah satu ukuran untuk melihat potensi sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja. Tabel 7.4 memperlihatkan bahwa sektor pertanian adalah
sektor yang menyerap tenaga kerja paling besar. Pertanian merupakan sektor informal menyerap tenaga kerja paling besar. Ini artinya jika tidak ada perluasan
kesempatan kerja pada sektor formal, para pengangguran atau setengah penganggur akan kembali ke sektor pertanian maupun sektor tradisional informal
194
lainnya yang bersifat padat karya, yaitu sektor dengan produktifitas dan pendapatan yang rendah.
Tabel 7.4 Proporsi pekerja menurut lapangan usaha Kabupaten Serang Tahun 2002 – 2003
No Indikator
Tahun 2002 Tahun 2003
1 Pertanian 35,96
36,07 2
Pertambangan dan Penggalian 0,45
0,50 3 Industri
15,39 14,99
4 Listrik, gas dan air bersih
0,29 0,26
5 Konstruksi 4,06
4,11 6
Perdagangan, hotel dan restoran 21,55
21,31 7
Angkutan dan Komunikasi 12,31
12,37 8
Bank dan lembaga keuangan lainnya 0,85
0,84 9 Jasa-jasa
9,14 9,55
Jumlah 100,00 100,00
Sumber :
BPS Kabupaten Serang, 2003
Proporsi pekerja yang bekerja di sektor pertanian yaitu 35,96 pada tahun 2002 dan 36,07 pada tahun 2003, dimana subsektor perikanan masuk ke
dalam sektor ini Tabel 7.4. Jumlah penduduk 10 tahun ke atas yang menjadi tenaga kerja menurut IPM Kabupaten Serang 2003 pada tahun 2002 sebesar
1.342.745 jiwa dan pada tahun 2003 sebesar 1.347.207 jiwa. Rata-rata penduduk 10 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian pada tahun 2002 sebesar
482.852 jiwa dan pada tahun 2003 sebesar 485.938 jiwa. Tabel 7.5 Persentase pendidikan tertinggi yang ditamatkan bagi penduduk usia
10 tahun ke atas dalam indikator pendidikan kabupaten serang tahun 2002 – 2003
2002 2003 No Indikator
Penduduk di Sektor
Pertanian Penduduk
di Sektor Pertanian
1 TidakBelum Tamat
SD 33,96
163.976 33,64
163.469 2
SD MI 37,69
181.987 37,44
181.935 3
SLTP MTs 14,92
72.041 14,86
72.210 4
SLTA MA 11,59
55.962 12,02
58.410 5
D1 D2 D3 0,83
4.008 0,95
4.616 6
S1 S2 S3 1,01
4.877 1,09
5.297 Jumlah 100,00
482.851 100,00
485.938
Sumber :
BPS Kabupaten Serang, 2003
195
Tingkat pendidikan pada tahun 2003 di sektor pertanian yaitu 71,08 didominasi oleh tamatan SD ke bawah Tabel 7.5. Persentase 71,08 ini adalah
penduduk tamat SDMI sebesar 37,44 181.935 jiwa dan tidakbelum tamat SD sebesar 33,64 163.469 jiwa. Oleh karena itu, lebih dari 70 penduduk di
atas 10 tahun yang bekerja di sektor pertanian termasuk subsektor perikanan Kabupaten Serang mempunyai pendidikan rendah 0.
Jumlah penduduk Kabupaten Tegal berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan sebanyak 1.171.667 orang Tabel 7.6. Jumlah penduduk terbesar
berdasarkan pendidikan yang ditamatkan adalah SD sebesar 883.691 orang atau 75,42 dari jumlah penduduk yang menamatkan pendidikan tertinggi. Selain itu
SLTP sebesar 174.772 orang 14,92 dan SLTA sebesar 113.204 orang 9,66 .
Tabel 7.6 Jumlah penduduk Kabupaten Tegal berdasarkan tingkat pendidikan
yang sudah ditamatkan pada tahun 2003
No Pendidikan Tertinggi
Jumlah Persentase
1 SD 883.691
75,42 2 SLTP
174.772 14,92
3 SLTA + Universitas
113.204 9,66
Jumlah 1.171.667 100,00
Sumber :
BPS Provinsi Jawa Tengah, 2004
Berdasarkan Renstrada
Kabupaten Tegal 2004, jumlah penduduk yang
bekerja di sektor pertanian sebesar 25,85 . Hal ini berarti sektor pertanian termasuk di dalamnya subsektor perikanan Kabupaten Tegal mempunyai tingkat
pendidikan yang rendah 0.
7.3.2.4 Status dan frekuensi konflik
Konflik yang sering terjadi pada usaha perikanan di Kabupaten Serang adalah konflik pemanfaatan perairan yang hangat dan masih sering dibicarakan
oleh para nelayan. Status dan Frekuensi Konflik di Kabupaten Serang ini dapat dilihat pada Tabel 7.7. Konflik yang terjadi dimulai pada tahun 2002 dimana
kapal-kapal jaring bolga sebutan untuk purse seiner dari luar wilayah Serang menangkap ikan di perairan kabupaten ini bahkan di daerah fishing ground tempat
196
para nelayan payang bugis menempatkan rumpon-rumponnya. Menurut para nelayan di Desa Pasauran, selain menghabiskan ikan-ikan tangkapan nelayan
payang bugis mereka sering merusak rumpon-rumpon nelayan akibat terkait tersangkut jaring bolga purse seine. Bahkan pada saat ikan tidak ada mereka
mengejar ikan ke daerah rumpon nelayan payang bugis dan mereka juga sering mencuri ikan di rumpon-rumpon yang pada nelayan tebar tebar. Selain itu
menurut nelayan, jaring bolga ini juga merusak dasar perairan karena selain mengangkut rumpon-rumpon nelayan jaring bolga ini juga mengangkat karang-
karang tempat ikan-ikan bertelur. Hal ini yang menimbulkan konflik yang berkepanjangan karena sudah seringkali memberikan teguran namun tidak pernah
diindahkan. Karena telah mencapai puncaknya, akhirnya para nelayan di Kabupaten Serang melakukan aksi pembakaran terhadap kapal-kapal bolga yang
beroperasi di perairan Kabupaten Serang. Pada kasus ini terlihat bahwa status konflik yang dibiarkan terus menerus tanpa penanganan yang benar dari aparat
keamanan akan menyulut konflik menjadi aksi. Aksi pembakaran yang timbul ini menunjukkan bahwa status konflik pemanfaatan perairan untuk usaha perikanan
di Kabupaten Serang tergolong berat 2. Pemanfaatan perairan dan perikanan di Kabupaten Tegal, konflik yang
ditimbulkan bukan dengan nelayan di luar wilayah mereka lagi. Konflik yang ditimbulkan di wilayah ini justru antar para nelayan mereka sendiri yang berbeda
alat tangkap. Konflik yang muncul ini hampir terjadi setiap minggu bahkan setiap hari jika pada saat ikan tidak ada, seperti contoh armada perikanan yang
menggunakan alat tangkap A beroperasi di wilayah si B. Kasus ini terjadi karena sedikitnya hasil produksi perikanan yang mereka peroleh. Jika konflik sudah
terjadi bukan saja aksi pembakaran di laut tetapi sudah sampai perang antar desa nelayan bahkan ribut-ribut dengan tetangga mereka sendiri karena perbedaan alat
tangkap walaupun masih sama-sama satu desa sehingga gesekan-gesekan konflik ini sangat mudah terjadi. Oleh karena itu, status dan frekuensi konflik yang
timbul di Kabupaten Tegal ini sudah sangat berat 3. Tabel 7.7 menunjukkan wilayah konflik dan status serta frekunsi konflik yang terjadi di Kabupaten Tegal.
197
Tabel 7.7 Wilayah konflik, status dan frekuensi konflik di Kabupaten Serang dan Kabupaten Tegal
No Wilayah Wilayah
Konflik Frekuensi Status Skor
1 Kabupaten Serang
Beda wilayah Dalam kurun waktu 2-3
tahun Aksi pembakaran
Berat 2
2 Kabupaten Tegal
Satu Kabupaten,
satu wilayah, bahkan
dengan satu desa
Setiap minggu, bahkan pada
saat ikan tidak ada bisa setiap
hari Aksi pembakaran,
ribut antar desa, ribut antar
tetangga yang berbeda alat
tangkap Sangat
Berat 3
7.3.2.5 Partisipasi keluarga dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan
Partisipasi keluarga dalam mendukung usaha perikanan memang sangat dibutuhkan untuk menopang pendapatan kepala keluarga. Partisipasi keluarga
dalam usaha perikanan ini dapat berupa peran istri dalam menjual hasil perikanan, pengasinan dan penjemuran ikan-ikan non ekonomis atau peran anak-anak
nelayan membantu ibunya melakukan usaha perikanan selain penangkapan ikan. Hasil wawancara dengan para nelayan di Kabupaten Serang ini diperoleh
bahwa keterlibatan atau peran serta istri maupun anak dalam usaha perikanan sudah tidak ada. Begitu juga melalui pengamatan tidak ditemukan penjemuran
atau pengasinan ikan. Oleh karena itu, partisipasi keluarga nelayan dalam mendukung usaha perikanan di Kabupaten Serang pada alat tangkap payang bugis
maupun jaring udang dapat dikatakan tidak ada 0.
Kondisi partisipasi keluarga di Kabupaten Tegal berbeda dengan Kabupaten Serang. Berdasarkan hasil wawancara dengan para nelayan di
Kabupaten Tegal ini diperoleh bahwa keterlibatan atau peran serta istri maupun anak dalam usaha perikanan cukup banyak. Selain terlibat dalam penjemuran atau
pengasinan ikan-ikan non ekonomis, istri-istri nelayan ini biasanya juga berdagang ikan. Anak-anak nelayan ini pun sudah mulai mencoba terjun bekerja
membantu orangtuanya selain menangkap ikan. Begitu juga melalui pengamatan banyak ditemukan penjemuran atau pengasinan ikan. Oleh karena itu, partisipasi
keluarga nelayan dalam mendukung usaha perikanan di Kabupaten Tegal yang
198
menggunakan jaring rampus, bundes dan payang gemplo dikatakan cukup banyak
atau ada 1.
7.3.2.6 Frekuensi pertemuan antar warga berkaitan pengelolaan
sumberdaya perikanan
Pertemuan antar warga nelayan sangat penting dilakukan mengingat sangat kompleksnya penanganan dan pengelolaan sumberdaya perikanan laut.
Pertemuan antar warga biasanya sering dilakukan jika sudah menyangkut masalah konflik pemanfaatan sumberdaya laut. Hal ini cukup baik dilakukan mengingat
sebelum terjadi konflik yang berat dan aksi-aksi yang merugikan semua pihak seperti pembakaran, perang antar desa nelayan dan ribut antar tetangga satu desa
maka diperlukan langkah-langkah yang tepat untuk keputusan bersama. Berdasarkan wawancara para warga nelayan di Kabupaten Serang
diperoleh pendapat bahwa pertemuan antar warga nelayan bersama dengan ketua kelompok dilakukan karena adanya konflik dengan nelayan-nelayan bolga
nelayan dari luar Kabupaten Serang yang beroperasi di perairan pemanfaatan perikanan mereka. Hasil pertemuan antar warga nelayan di Kabupaten Serang ini
adalah menegur nelayan-nelayan bolga ini agar beroperasi tidak di daerah fsihing ground mereka. Namun karena tidak digubris maka mereka mengadakan
pertemuan kembali dengan hasil kedua yaitu melaporkan masalah ini ke aparat keamanan dan mengusir mereka dari perairan Kabupaten Serang. Keputusan
kedua ini pun tidak diindahkan oleh nelayan-nelayan bolga dan aparat keamanan pun cenderung diam menanggapi konflik ini, akhirnya mereka mengadakan
pertemuan ketiga dengan hasil keputusan melakukan aksi yaitu aksi pembakaran untuk melakukan pengusiran kapal-kapal nelayan bolga. Pada kasus ini terlihat
bahwa mereka cenderung melakukan tahap-tahap pertemuan antar warga nelayan dengan sistematis. Hasil tahap-tahap pertemuan mereka antara lain dengan
menegur, mengusir dan melaporkan ke aparat kemananan dan terakhir melakukan aksi walaupun sebenarnya hal tersebut tidak diijinkan dan diperbolehkan. Dari
kasus di Kabupaten Serang ini frekuensi pertemuan antar warga nelayan di Kabupaten Serang sudah dilakukan sebanyak tiga kali dalam setahun yang dapat
dikatakan sering 2.
199
Pada subab 7.3.2.4 di atas menyatakan bahwa status dan frekuensi konflik di Kabupaten Tegal sudah sangat berat. Oleh karena sudah sangat beratnya
konflik yang ditimbulkan maka frekuensi pertemuan antar warga nelayan pun bukan berdasarkan tahapan-tahapan untuk proses menangani masalah tapi
cenderung untuk menengahi masalah konflik yang sudah terjadi. Karena banyaknya konflik yang terjadi maka kelompok nelayan antar kepentingan di
Kabupaten Tegal ini juga cukup banyak. Walaupun sering terjadinya pertemuan- pertemuan antar warga nelayan di Kabupaten Tegal hanya untuk menengahi
masalah atau konflik yang telah terjadi, hal ini dapat dinilai cukup baik karena para nelayan maupun kelompok nelayan di Kabupaten Tegal masih mencoba
menengahi masalah dengan pembicaraan dan keputusan bersama-sama. Dari kasus di Kabupaten Tegal ini frekuensi pertemuan antar warga nelayan di
Kabupaten Tegal sudah dilakukan lebih dari tiga kali dalam setahun yang dapat dikatakan sering 2.
7.3.2.7 Sosialisi pekerjaan
Sosialisasi pekerjaan usaha perikanan pada setiap alat tangkap berbeda- beda, ada yang dilakukan secara individu, kerjasama hanya dalam satu keluarga
atau kerjasama antar kelompok antar masyarakat nelayan pemanfaat sumberdaya perikanan. Pada kasus di Kabupaten Serang untuk usaha perikanan yang
menggunakan alat tangkap payang bugis dilakukan secara kelompok dengan melibatkan kelompok masyarakat pengeksploitasi sumberdaya perikanan 2,
sedangkan untuk usaha perikanan dengan alat tangkap jaring udang hanya dilakukan oleh 1-2 orang karena keterbatasan kapasitas perahu yang sangat kecil.
Hal ini tidak berarti bahwa mereka bersifat tertutup, karena sesungguhnya mereka merupakan kelompok yang secara bersama-sama memanfaatkan dan mengawasi
sumberdaya perikanan fishing ground di wilayahnya dengan kompak. Kebersamaan dan ikatan sosial sangat nampak ketika ada pengguna sumberdaya
ikan yang dicurigai menggunakan cara-cara yang merusak 2. Kegiatan usaha penangkapan ikan di Kabupaten Tegal baik yang menggunakan jaring rampus,
bundes, maupun payang gemplo dilakukan secara berkelompok dengan masyarakat nelayan pengeksploitasi perikanan dengan ikatan sosial yang begitu
200
erat terutama diantara sesama pengguna alat tangkap yang sama atau dari wilayah yang sama. Kelompok nelayan di perairan pantai Tegal sangat peduli terhadap
wilayah perairan tempat mereka melakukan penangkapannya dan sangat tidak suka apabila ada nelayan pendatang dengan menggunakan alat tangkap yang
dianggapnya merusak 2.
7.3.2.8 Frekuensi penyuluhan dan pelatihan
Berdasarkan hasil wawancara penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat di Kabupaten Serang pernah dilakukan 3 kali dalam setahun seperti
penyuluhan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Serang mengenai cara- cara penangkapan ikan yang benar dan ramah lingkungan, Departemen Kelautan
dan Perikanan mengenai daerah fishing ground di perairan Kabupaten Serang, dan Lembaga Swadaya Masyarakat mengenai pengolahan hasil perikanan 2.
Kegiatan penyuluhan dan pelatihan masalah perikanan di Kabupaten Tegal sebenarnya sudah sering dilakukan bahkan lebih dari 5 kali dalam setahun 3.
Lembaga yang telah memberikan penyuluhan dan pelatihan tersebut antara lain Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tegal, Departemen Kelautan dan
Perikanan dan LSM-LSM atau organisasi kemasyarakatan yang berhubungan dengan perikanan di Kabupaten Tegal. Organisasi atau LSM di Kabupaten Tegal
inilah yang lebih sering memberikan penyuluhan dan pelatihan kepada para nelayan.
7.3.2.9 Pertumbuhan pekerja RTP pengeksploitasi SDI kurun waktu 5-10
tahun terakhir
Pertumbuhan pekerja atau RTP pengeksploitasi perikanan di Kabupaten Serang pada tahun 1996 terdiri dari RTP berjumlah 1.603 KK dan RTBP
berjumlah 4.979 KK. Total dari RTP pengeksploitasi sumberdaya perikanan di Kabupaten Serang tahun 1996 adalah 6.582 KK. Pada tahun 2003 jumlah RTP
sebanyak 783 KK dan RTBP sebanyak 4.704 KK. Total RTP pengeksploitasi sumberdaya perikanan di Kabupaten Serang pada tahun 2003 adalah 5.487 KK.
Jika dilihat dari perkembangan pekerja atau RTP pengeksploitasi sumberdaya perikanan di Kabupaten Serang dari tahun 1996 sampai tahun 2003 mengalami
perubahan penurunan sebesar -16,64 0.
201
Pada Kabupaten Tegal perubahan pekerja atau RTP pengeksploitasi perikanan pada tahun 1994 terdiri dari RTP berjumlah 328 KK dan RTBP
berjumlah 1.942 KK. Total RTP pengeksploitasi sumberdaya perikanan di Kabupaten Tegal pada tahun 1994 sebesar 2.270 KK. Pada tahun 2003 jumlah
RTP sebanyak 422 KK dan RTBP sebanyak 2.499 KK, sehingga total RTP pengeksploitasi sumberdaya perikanan pada tahun 2003 adalah 2.921 KK. Hal ini
menunjukkan adanya peningkatan jumlah RTP di Kabupaten Tegal dari tahun 1994 sampai tahun 2003 sebesar 28,66 3.
7.3.3 Skor atribut dan indeks keberlanjutan pada dimensi sosial