256
9.3.2.10 Manfaat aturan formal untuk nelayan
Berdasarkan masukan dari para nelayan yang menjadi responden menyatakan bahwa aturan-aturan formal yang dibuat oleh pemerintah kadang-
kadang dinilai menyulitkan nelayan. Aturan-aturan formal yang menyulitkan tersebut bilamana berhubungan dengan retribusi atau pungutan-pungutan yang
dapat menurunkan tingkat pendapatan mereka. Disisi lain aturan-aturan formal juga diperlukan dan dirasakan ada manfaatnya yaitu pada saat munculnya
kejadian yang berkenaan dengan pemanfaatan atau pengelolaan perikanan seperti ketika terjadi konflik antar nelayan yang berhubungan dengan masalah-masalah
penjagaan sumberdaya perikananzonasi penangkapan dari nelayan luar atau yang bersifat landasan hukum formal ketika aturan informal sudah tidak dapat
berfungsi secara maksimal. Secara keseluruhan dari pendapat nelayan di Kabupaten Tegal dan
Kabupaten Serang menyatakan bahwa aturan-aturan formal yang ada saat ini dihawatirkan lebih mengarah pada pungutan-pungutan yang memberatkan
mereka. Oleh karena itu secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa manfaat aturan formal bagi nelayan walaupun ada namun masih sedikit 1.
9.3.3 Skor atribut dan indeks keberlanjutan pada dimensi hukum kelembagaan
Analisis Rapfish pada dimensi hukum dan kelembagaan ini berjumlah 6 atribut. Setiap atribut dari dimensi hukum dan kelembagaan yaitu ketersediaan
peraturan formal dan informal pengelolaan perikanan, keadilan dalam hukum, ketersediaan personil penegak hukum di lokasi atau lembaga pengawas lokal,
demokrasi dalam penentuan kebijakan, illegal fishing, dan peranan kelembagaan formal yang mendukung pengelolaan sumberdaya perikanan dianalisis secara
agregat dari daerah atau wilayah dari masing-masing usaha perikanan. Tabel 9.3 menunjukkan realitas data berupa skor-skor berdasarkan kondisi lapangan
masing-masing atribut dari dimensi hukum dan kelembagaan.
257
Tabel 9.3 Realitas data di lapangan dan nilai skor setiap atribut pada dimensi hukum dan kelembagaan
No Atribut Baik Buruk
Payang bugis
Jaring Udang
Jaring Rampus
Bundes Payang
Gemplo 1.
Ketersediaan peraturan formal dan
Informal pengelolaan
perikanan 2 0 2 2
2 2
2 2.
Keadilan dalam hokum
2 0 0 0 3.
Ketersediaan personil penegak
hukum di lokasi atau lembaga pengawas
local 2 0 1 1
2 2
2 4.
Demokrasi dalam penentuan kebijakan
2 0 0 0 5.
Illegal Fishing 0 2 1 1
2 2
2 6.
Peranan kelembagaan formal
yang mendukung pengelolaan
sumberdaya perikanan
3 0 1 1 1
1 1
7.
Ketersediaan peraturan informal
pengelolaan perikanan
1 0 1 1 1
1 1
8.
Ketersediaan dan peran tokoh
masyarakat lokal
2 0 2 2 1
1 1
9.
Peranan kelembagaan lokal
informal yang mendukung
pengelolaan sumberdaya
perikanan
2 0 2 2 2
2 2
10.
Manfaat aturan formal untuk
nelayan
2 0 1 1 1
1 1
Nilai skor pada dimensi hukum dan kelembagaan seperti yang tercantum pada Tabel 9.3 di atas kemudian dianalisis dengan metode Rapfish. Hasil yang
diperoleh dengan metode Rapfish pada dimensi hukum dan kelembagaan
258
menunjukkan nilai indeks keberlanjutan usaha perikanan secara hukum dan kelembagaan. Indeks keberlanjutan usaha perikanan pada dimensi hukum dan
kelembagaan dapat dilihat pada Tabel 9.4. Tabel 9.4 Nilai indeks keberlanjutan usaha perikanan IKP pada dimensi hukum
dan kelembagaan di perairan Pantai Pasauran Kabupaten Serang dan perairan Pantai Kabupaten Tegal
No. Usaha Perikanan
IKP pada Atribut HukumKelembagaan
Status Keberlanjutan
Serang
1. Serang Payang bugis
52,62 Cukup
2. Serang Jaring Udang
52,62 Cukup
Rata-rata indeks Kab. Serang Cukup Berkelanjutan
Tegal
3. Tegal Jaring Rampus
40,87 Kurang
4. Tegal Bundes
40,87 Kurang
5. Tegal Payang Gemplo
40,87 Kurang
Rata-rata indeks Kab. Tegal Kurang Berkelanjutan
Gambar 9.1 Posisi status keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil di Serang
dan Tegal pada dimensi hukum dan kelembagaan.
51
52 52,62
52,62 40,87
40,87 40,87
100
-60 -40
-20 20
40 60
25 50
75 100
Serang Payang bugis Serang Jaring udang
Tegal Rampus Tegal Bundes
Tegal Gemplo Anchor
Reference
Sum b
u Y Setel
ah R o
tasi
Sumbu X Setelah Rotasi : Skala sustainabilitas
259
Gambar 9.1 di atas menyajikan posisi status keberlanjutan perikanan tangkap perairan pantai Pasauran, Kabupaten Serang dan perairan Pantai
Kabupaten Tegal pada dimensi hukum dan kelembagaan. Pada Gambar 9.1 terlihat jelas bahwa posisi perikanan tangkap di perairan pantai Pasauran,
Kabupaten Serang mempunyai status keberlanjutan dan lebih baik dibandingkan dengan di perairan Pantai Kabupaten Tegal mempunyai status kurang
berkelanjutan dengan skor 40,87. Nilai Stress S yang diperoleh dalam dimensi hukumkelembagaan ini
sebesar 13,74 S 25 maka analisis Rapfish sudah memenuhi kondisi fit goodness of fit. Beberapa nilai statistik yang diperoleh dalam Rapfish pada
dimensi hukumkelembagaan dapat diihat pada Tabel 9.5. Tabel 9.5 Nilai statistik yang diperoleh dari hasil analisis Rapfish pada dimensi
hukum dan kelembagaan No
Atribut Statistik Nilai Statistik
Prosentase 1
Stress 0,1374 13,74
2 R
2
0,9445 94,45
3 Jumlah Iterasi
3 Pada Tabel 9.5 menunjukkan nilai dari koefisien determinasi selang
kepercayaan atau R
2
sebesar 94,45 atau sudah mendekati 100 . Nilai stress yang diperoleh dari dimensi hukum kelembagaan ini sebesar 13,74 atau masih
25 . Hal ini menurut prosedur multidimensional scaling MDS diacu dalam Fauzi dan Anna 2004 adalah jika nilai stress atau yang dilambangkan dengan S
semakin rendah menunjukkan good fit, sementara nilai S yang tinggi menunjukkan sebaliknya.
Hasil analisis Monte Carlo dari dimensi hukumkelembagaan dapat dilihat pada Gambar 9.2. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa usaha perikanan di
kedua Kabupaten pada setiap jenis alat telah banyak mengalami gangguan perturbation yang ditunjukkan oleh plot yang menyebar.
260
-60 -40
-20 20
40 60
20 40
60 80
100
Fisheries Sustainability O
th er
D ist
in g
ish in
g Feat
u res
Gambar 9.2 Kestabilan nilai ordinasi hasil Rapfish dengan Monte Carlo pada dimensi hukum dan kelembagaan
Hasil Rapfish yang diperoleh menggambarkan kondisi secara umum berdasarkan penilaian atas atribut-atribut hukum kelembagaan yang digunakan.
Atribut-atribut hukum kelembagaan yang digunakan tersebut perlu dianalisis atribut mana yang paling sensitif mempengaruhi tingkat keberlanjutan usaha
perikanan tangkap skala kecil menurut dimensi hukum kelembagaan. Oleh karena itu diperlukan analisis sensitivitas atau analisis leverage. Analisis leverage ini
pada dasarnya untuk melihat bagaimana pengaruhnya terhadap skor keberlanjutan hukumkelembagaan apabila satu atribut dikeluarkan dari analisis sehingga bisa
dilihat tingkat sensitivitas skor keberlanjutan hukumkelembagaan akibat dikeluarkannya satu atribut. Menurut Picther et al. 2002, analisis sensitivitas
atau analisis leverage dilakukan terhadap atribut-atribut masing-masing dimensi. Perhitungan dilakukan dengan metode stepwise yaitu dengan membuang setiap
atribut secara berurutan satu persatu kemudian menghitung berapa nilai error atau root mean square RMS tersebut dibandingkan dengan RMS yang dihasilkan
pada saat seluruh atribut dimasukkan. Dalam statistik metode ini dikenal dengan
Sum b
u Y set
el ah
rot asi
Sumbu X setelah rotasi : scatter plot skala sustainabilitas
261
metode Jackknife Kavanagh, 2001. Secara keseluruhan leverage atribut hukum dan kelembagaan dapat dilihat pada Gambar 9.3.
1,33 2,38
3,71 2,01
4,64 5,81
3,92 1,62
2,27 1,15
1 2
3 4
5 6
7 Ketersediaan peraturan formal pengelolaan perikanan
Ketersediaan peraturan informal pengelolaan perikanan Keadilan dalam hukum
Ketersediaan personil penegak hukum di lokasi Ketersediaan dan peran tokoh masyarakat lokal
Demokrasi dalam penentuan kebijakan Illegal Fishing
Peranan kelembagaan formal yang mendukung pengelolaan sumberdaya perikanan
Peranan kelembagaan lokal informal yang mendukung pengelolaan sumberdaya perikanan
Manfaat aturan formal untuk nelayan
Gambar 9.3 Analisis distribusi sensitivitas atribut pada dimensi hukum dan kelembagaan
9.4 Pembahasan