disebabkan oleh faktor lainnya. Walaupun nilai koefisien determinan relatif tidak terlalu tinggi namun seluruh koefisien yang diestimasikan menunjukan nilai p
yang kecil, seluruhnya dibawah taraf nyata 0.15. Dengan demikian koefisien semua variabel yang diestimasi tidak sama dengan nol secara statistik. Bisa juga
dikatakan bahwa seluruh variabel eksogen berpengaruh secara nyata terhadap variabel endogen. Sementara itu untuk autokorelasi menunjukan tidak terlalu
besar yang diperlihatkan dengan angka DW yang relaltif besar diatas angka dua.
5.2.2. Penerimaan Migas
Yang dimaksud penerimaan migas dalam penelitian ini adalah Penerimaan Negara dari sektor hulu migas yang berasal dari Provinsi Riau. Di dalam
penerimaan ini termasuk pajak penghasilan migas yang merupakan hasil penerimaan migas dari pengelolaan hulu migas melalui mekanisme bagi hasil
migas atau production sharing contract. Sampai saat ini penerimaan migas masih dipandang penting dan
memberikan kontribusi bagi penerimaan Negara sebesar 30 dari penerimaan keseluruhan. Besarnya penerimaan Negara akan dipengaruhi oleh jumlah minyak
mentah yang dijual dan harga jual. Dua variabel, yaitu lifting dan harga berhubungan positif dengan penerimaan Negara. Karena setiap kenaikan lifting
akan meningkatkan jumlah penerimaan Negara, demikian juga dengan harga yang cenderung naik akan berdampak pada kenaikan penerimaan Negara.
Sedang kurs atau nilai tukar mempengaruhi penerimaan Negara karena penerimaan Negara dinyatakan dalam rupiah sementara transaksi migas umumnya
dilakukan dengan mata uang dollar Amerika Serikat. Koefisien nilai tukar hasil
estimasi bertanda positif yang berarti jumlah penerimaan akan meningkat seiring dengan kenaikan nilai tukar rupiah.
Tabel 12. Estimasi Penerimaan Negara dari Sektor Migas Tahun 1980-2006
Nilai p untuk intersep dan dua variabel lainnya menunjukan angka yang realtif sama mendekati angka 0.1, namun masih di bawah confidece level 0.15,
yang berarti koefisien untuk variabel eksogen realtif bagus dan menunjukan secara statistik tidak sama dengan nol. Dua variabel eksogen tersebut berarti
berpengaruh secara nyata terhadap variabel Penerimaan Negara. R
2
= 0.7811 menandakan bahwa melalui model ini variabel eksogen dapat menjelaskan
perubahan pada variabel endogen sebesar 78.11. Sisanya disebabkan oleh faktor lainnya. Sedangkan DW menunjukan terdapat autokorelasi yang cukup tinggi
karena memiliki angka yang mendekati nol yaitu sebesar 0.6460.
5.2.3. Bagi Hasil Migas
Prosentase sumbangan sektor hulu migas terhadap Penerimaan Negara total dari tahun ke tahun semakin menurun. Penerimaan Negara dari sektor migas,
menurut Undang-undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2002, merupakan salah satu sumber Penerimaan yang wajib untuk dibagihasilkan ke daerah. Metode dan pola
pembagiannya selanjutnya diatur dalam PP 55 tahun 2004.
Coe fficient Std. Error
t-Statistic Prob.
Intersep -1260435
2.02E+11 -6.23E-06
0.1125 LIFTING MIGAS -LIFTING
MIGAS -1LIFTING MIGAS - 1 Prosentase Perubahan Lifting
Migas 34047442
5.63E+13 0.00E+00
0.1000 KURS Nilai Tukar
5,509.262 34926814
0.000 0.0991
R-squared 0.7811
Adjusted R-squared 0.7620
Durbin-Watson stat 0.6460
Tabel 13. Estimasi Bagi Hasil Migas Tahun 1980-2006
Ukuran untuk menentukan bagian daerah yang diperoleh dari dana bagi hasil adalah produksi sumur yang berlokasi di daerah penghasil yang
bersangkutan. Pada kasus Provinsi Riau, seluruh sumur berada di darat dan berada di kabupaten Rokan Hilir, Rokan Hulu dan Siak, sehingga seluruhnya
berada di Provinsi Riau. Namun demikian bagi hasil migas yang diterima oleh Provinsi Riau akan bergatung dari jumlah dana bagi hasil DBH yang tersedia
untuk dibagikan ke daerah. Tanda positif dari koefisien variabel DBH berarti penerimaan bagi hasil migas akan meningkat jika DBH meningkat. Sebaliknya
penerimaan bagihasil migas akan turun apabila DBH turun. Koefisien determinan R
2
menunjukan bahwa variabel-variabel eksogen signfikan berpengaruh terhadap variabel endogen. Hasil estimasi menghasilkan nilai p sebesar 0.0000
berarti koefisien variabel dapat dinyatakan cukup baik karena jauh dibawah taraf nyata 0.15. Sehingga terbukti bahwa koefisien tersebut tidak sama dengan nol
secara statistik atau variabel eksogen berpengaruh nyata terhadap variabel
endogen.
Penerimaan asli Pemerintah Daerah Provinsi Riau terdiri dari penerimaan pajak dan retribusi daerah. Penerimaan pajak berasal dari pajak kendaraan
bermotor, pajak reklame, pajak restoran, pajak hotel, dan retribusi parkir. Penerimaan asli daerah akan meningkat seiring dengan peningkatan kegiatan
Coe fficie nt Std. Error t-Statistic
Prob.
Intersep -75323.0
30962.0 -2.4328
0.0225 DBHMIGAS Lifting Minyak
mentah 0.0145
0.0018 8.1220
0.0000 R-squared
0.7252 Adjusted R-squared
0.7142 Durbin-Watson stat
1.2190
ekonomi daerah. Dengan demikian apabila output total meningkat akan berdampak pada kenaikan penerimaan pajak.
5.2.4. Pajak Daerah Tabel 14. Estimasi Pajak Daerah Tahun 1980-2006
Disadari bahwa kehadiran industri hulu migas memberikan dampak berganda terhadap perekonomian. Kenaikan investasi migas akan diikuti dengan
peningkatan operasional perusahaan yang pada akhirnya akan diikuti dengan pertumbuhan ekonomi pada sektor non migas.
Output perekonomian total YPOT lag 1 tahun berhubungan positif dengan pajak daerah. Sebab ketika output perekonomian total meningkat akan
diikuti dengan peningkatan penerimaan pajak. Demikian juga dengan penerimaan pajak pada tahun lalu memberikan dorongan terhadap peningkatan penerimaan
pajak pada tahun ini, hal ini ditunjukan dengan koefesien varirabel yang bertanda positif.
Hasil estimasi menunjukan nilai p yang kecil dibawah taraf nyata 0.15, yang berarti koefisien tersebut baik karena hipotesis yang menyatakan bahwa
koefisien tersebut sama dengan nol ditolak. Dapat pula disampaikan bahwa variabel eksogen tersebut terbukti berpengaruh nyata terhadap variabel endogen.
DW test yang cukup besar yaitu 2.18 menunjukan bahwa autokorelasi terhadap
Coe fficient Std. Error
t-Statistic Prob.
Intersep -119,390
67,170 -1.7774
0.0887 YPOT -1 Output Total
Lag 1 0.8276
0.1104 7.4994
0.0000 PAJAK -1 Pajak Lag 1
0.0453 0.0214
2.1235 0.0447
R-squared 0.8859
Adjusted R-squared 0.8760 Durbin-Watson stat
2.1861
hasil estimasi tidak terlalu besar. Karena DW test yang semakin besar mendekati angka 4 menunjukan semakin tidak adanya auto korelasi. R
2
= 0.8895 yang berarti perubahan pada variabel eksogen sebesar 88.95 menentukan variabel endogen.
Sisanya disebabkan oleh faktor lainnya.
5.2.5. Retribusi Daerah Tabel 15. Estimasi Retribusi Tahun 1980-2006
Tingkat output total juga berperan besar menentukan penerimaan asli daerah dari retribusi daerah sebagaimana terjadi pada penerimaan pajak daerah.
Hasil estimasi menunjukan bahwa semakin besar output perekonomian Provinsi Riau akan berdampak pada peningkatan retribusi daerah yang diterima. Hal ini
ditunjukan dengan tanda koefisien variabel output total yang bertanda positif. Sebagai konsekuensinya juga terjadi sebaliknya ketika output total mengalami
penurunan maka retribusi yang diterima oleh Pemerintah Daerah juga akan turun. Demikian juga untuk variabel populasi POP yang memiliki tanda
koefisien positif yang berarti penambahan penduduk akan meningkatkan penerimaan asli daerah yang diperoleh dari retribusi daerah, demikian juga
sebaliknya. Intersep menunjukan angka probilitas lebih tinggi dibandingkan taraf nyata sebesar 0.15, namun hal ini tidak terjadi untuk koefisien dari dua varibel
lainnya yang memperlihatkan angka nilai p lebih kecil dibandingkan 0.15. Hal ini
Coe fficient Std. Error
t-Statistic Prob.
Intersep -28088.37
24810.76 -1.1321
0.2693 YPOT -1 Output Total
Lag 1 0.0003
0.0004 0.7962
0.0434 POP Populasi
0.0165 0.0101
1.6299 0.1167
R-squared 0.4135
Adjusted R-squared 0.3625 Durbin-Watson stat
1.1620
mengandung arti bahwa koefisien tersebut baik dan terbukti secara stastistik tidak sama dengan nol dan eksogen variabel berpengaruh secara nyata terhadap
endogen variabel. DW test menunjukan angka sebesar 1.1620 yang berarti terdapat autokorelasi yang cukup besar.
5.2.6. Belanja Pembangunan Pemerintah Daerah
Belanja daerah terdiri dari belanja pembangunan dan belanja rutin. Besarnya belanja Pemerintah Daerah tersebut akan ditentukan oleh jumlah
pemasukan atau penerimaan. Sedangkan Penerimaan Daerah paling utama berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil, serta sebagian kecil berasal dari penerimaan lain-
lain yang salah satunya berasal dari hibah. Komposisi belanja rutin dan belanja pembangunan tentu saja akan
berpengaruh terhadap perekonomian Provinsi Riau secara keseluruhan. Perekonomian yang berkembang pada umumnya diikuti dengan alokasi belanja
pembangunan yang semakin besar. Alokasi dana untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum akan memberikan kemudahan bagi agen-agen
ekonomi untuk berinteraksi, memperlancar distribusi barang dan memperlancar transaksi. Hal ini berdampak terhadap aktifitas perekonomian yang semakin besar
dan semakin cepat yang kemudian berlanjut kepada pertumbuhan perekonomian secara keseluruhan.
Alokasi dana untuk pembangunan dapat dilihat dalam APBD. Umumnya acuan pengalokasian dana untuk pembangunan adalah jumlah penerimaan.
Apabila penerimaan meningkat maka alokasi dana untuk pembangunan meningkat. Hal tersebut sesuai dengan hasil estimasi model. Umumnya
pembangunan daerah bersumber dari dana bagi hasil migas. Nampak dari hasil
estimasi, bahwa ketika ada tambahan penerimaan dari dana bagi hasil cenderung meningkatkan pengeluaran pembangunan. Demikian juga sebaliknya, jika
penerimaan dari dana bagi hasil menurun maka akan diikuti dengan penurunan belanja daerah untuk pembangunan.
Tabel 16. Estimasi Belanja Pembangunan Tahun 1980-2006
Tanda positif juga terjadi untuk variabel populasi, yang berarti bahwa kenaikan jumlah penduduk akan mempengaruhi keputusan belanja Pemerintah
dengan menambah alokasi dana untuk pembangunan. Apabila jumlah populasi mengecil akan diikuti dengan penurunan alokasi belanja pembangunan
Pemerintah Daerah. Seluruh variabel memberikan nilai nilai p lebih kecil dibandingkan taraf
nyata 0.15 yang berarti seluruh koefisien variabel cukup baik dan terbukti secara statistik tidak sama dengan nol. Dapat pula dikatakan bahwa secara statistik
terbukti bahwa variabel eksogen berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. Sementara itu koefisien diterminan R
2
sebesar 0.9700 berarti 97.00 besarnya belanja rutin ditentukan oleh penerimaan total, sedangkan sisanya disebabkan oleh
faktor lainnya. Nilai DW sebesar 1.1153 menunjukan bahwa terdapat autokorelasi karena nilai DW yang semakin kecil mendekati 0 menunjuklan adanya
autokorelasi yang besar.
Coe fficie nt Std. Error t-Statistic
Prob.
Intersep -155612.2
54376.84 -2.8617
0.0086 GPNTOTAL Peneimaan Total
0.5260 0.0286
18.3948 0.0000
POP Populasi 0.0538
0.0192 2.8040
0.0098 R-squared
0.9700 Adjusted R-squared
0.9675 Durbin-Watson stat 1.1153
5.2.7. Belanja Rutin Pemerintah Daerah
Hasil simulasi persamaan belanja rutin menunjukan koefisien variabel penerimaan total bertanda positif. Sama dengan belanja pembangunan,
nampaknya kecenderungan jumlah penerimaan yang meningkat akan diikuti dengan keputusan alokasi belanja rutin yang semakin besar. Demikian juga terjadi
sebaliknya, jika penerimaan total menunjukan penurunan maka jumlah belanja rutin juga akan berkurang. Belanja rutin Pemerintah Daerah nampaknya juga
besar kecilnya dipengaruhi oleh jumlah pegawai negri sipil. Kenaikan jumlah PNS akan berdampak pada kenaikan jumlah belanja rutin. Hal ini ditunjukan dengan
hasil estimasi variabel PNS yang memiliki koefisien positif.
Tabel 17. Estimasi Belanja rutin Tahun 1980-2006
Selain intersep, dua variabel lainnya menunjukan nilai probabilitas atau nilai p jauh dibawah 0.15 yang dapat diartikan bahwa koefisien variabel tersebut
cukup baik dan terbukti secara statistik tidak sama dengan nol. Terbukti bahwa variabel eksogen berpengaruh secara nyata terhadap variabel belanja rutin.
Sedangkan koefisien diterminan R2 sebesar 0.9235 yang berarti 92.35 besarnya belanja rutin ditentukan oleh penerimaan total dan jumlah PNS, sedangkan
sisanya disebabkan oleh faktor lainnya.
Coe fficie nt Std. Error
t-Statistic Prob.
Intersep 809.23
18,320 0.0442
0.0965 GPNTOTAL Penerimaan
Daerah Total 0.4125
0.0235 17.5372
0.0000 PNS Jumlah Pegawai
0.2144 0.0231
9.2707 0.0000
R-squared 0.9235
Adjusted R-squared 0.9204 Durbin-Watson stat
0.9570
5.3. Blok Gaji dan Upah
5.3.1. Gaji dan Upah Sektor Migas
Gaji dan upah pekerja di sektor migas dipengaruhi oleh permintaan tenaga kerja dari sektor tersebut dan gaji dan upah pada satu tahun yang lalu. Koefisien
variabel tersebut bertanda negatif, hal ini berarti penurunan jumlah tenaga kerja di sektor migas akan berdampak pada kenaikan harga tenaga kerja tesebut, atau
dengan kata lain pada harga tenaga kerja yang tinggi akan berdampak pada jumlah permintaan tenaga kerja yang lebih sedikit.
Tabel 18. Estimasi Gaji dan Upah Sektor Migas Tahun 1980-2006
Unsur lain yang menyebabkan gaji dan upah di sektor hulu migas tinggi atau rendah adalah faktor ekspektasi. Hasil estimasi terhadap variabel gaji dan
upah lag satu tahun adalah positif yang berarti gaji pada waktu-waktu sebelumnya yang cenderung meningkat berpengaruh terhadap kenaikan gaji dan upah pada
tahun ini dan tahun-tahun berikutnya. Koefisien variabel permintaan tenaga kerja migas menunjukan nilai p yang
tidak terlalu baik, namun nilai p untuk variabel gaji upah satu tahun yang lalu jauh dibawah taraf nyata sebesar 0.15 yang berarti koefisien tersebut terbukti tidak
sama dengan nol secara statistik. Variabel permintaan tenaga kerja migas tidak
Coe fficie nt Std. Error
t-Statistic Prob.
Intersep 4608.4130
10948.4900 0.4209
0.6777 TKMIGAS Permintaan Tenaga
Kerja Sektor Migas -2.3796
2.0615 -1.1543
0.2602 GUMIGAS-1 Gaji dan Upah
Sektor Migas Lag 1 1.2671
0.1728 7.3344
0.0000 R-squared
0.8978 Adjusted R-squared
0.8889 Durbin-Watson stat 1.0848
secara nyata berpengaruh terhadap tingkat gaji dan upah sektor migas, sementara variabel ekspektasi gaji masa lalu terhadap gaji sekarang lebih berpengaruh nyata
terhadap variabel tingkat gaji dan upah sektor migas. Koefisien determinan menunjukan angka cukup besar yaitu 0.8978, yang berarti sebesar 89.78
variabel eksogen dapat menjelaskan perubahan pada variabel endogen, sisanya disebabkan oleh faktor lainnya. Hasil estimasi menunjukan adanya autokorelasi
walaupun tidak terlalu besar yaitu sebesar 1.08 pada skala 0-4, dimana semakin mendekati 0 berarti memiliki autokorelasi yang cukup besar dan jika mendekati 4
berarti autokorelasi semakin kecil.
5.3.2. Gaji dan Upah Sektor Pertanian Tabel 19. Estimasi Gaji dan Upah Sektor Pertanian Tahun 1980-2006
Berdasarkan hasil estimasi di atas menunjukan bahwa kenaikan jumlah permintaan tenaga kerja sektor pertanian akan berdampak pada kenaikan gaji dan
upah yang lebih tinggi. Kenaikan permintaan tenaga kerja sektor pertanian akan berdampak pada meningkatnya daya tawar para pekerja untuk menuntut upah
yang lebih besar. Kondisi sebaliknya, apabila permintaan tenaga kerja industri pertanian menurun akan berakibat pada meningkatnya daya tawar pemberi kerja
sehingga akan menekan upah pada tingkat yang lebih rendah.
Coe fficient Std. Error t-Statistic
Prob.
Intercep -8872.97
3171.85 -2.79741
0.01020 TKAGRO Tenaga Kerja
Pertanian -0.02996
0.00958 -3.12650
0.00470 GUAGRO -1 Gaji dan Upah
Sektor Pertanian Lag 1 tahun 0.47765
0.16130 2.96120
0.00700 R-squared
0.9771 Adjusted R-squared
0.9751 Durbin-Watson stat 1.7362
Selain jumlah permintaan tenaga kerja, faktor ekspektasi pekerja juga berpengaruh terhadap tingkat gaji dan upah. Jika pada tahun sebelumnya
memperlihatkan upah yang cenderung tinggi maka akan berdampak pada permintaan pekerja untuk menerima tingkat upah yang sama atau lebih tinggi.
Seluruh koefisien menunjukan nilai p yang kecil jauh di bawah tingkat taraf nyata yang ditetapkan sebesar 0.15, yang berarti koefisien untuk seluruh
variabel tersebut cukup baik dan secara nyata terbukti berpengaruh terhadap variabel endogen gaji dan upah sektor pertanian.
Estimasi model menghasilkan R
2
= 0.9771 yang berarti variabel eksogen
dapat menjelaskan perubahan pada variabel endogen sebesar 97.71. Sisanya disebabkan oleh faktor lainnya. Hasil estimasi menghasilkan angka 1.7362 yang
menunjukan mengandung autokorelasi namun tidak terlalu besar
5.3.3. Gaji dan Upah Sektor Lainnya
Kondisi yang sama terjadi pada sektor lainnya, yaitu tingkat permintaan tenaga kerja memiliki hubungan negatif dengan tingkat upah di sektor lainnya.
Hal ini ditunjukan dengan koefisien variabel tenaga kerja di sektor lainnya yang bertanda negatif.
Ekspektasi pekerja di sektor lainnya terhadap tingkat gaji dan upah pada masa lalu juga mempengaruhi tingkat gaji dan upah pada saat ini. Apabila harga
tenaga kerja atau upah dan gaji sektor lainnya pada tahun sebelumnya relatif tinggi maka memberikan kecenderungan bagi pekerja untuk mau menerima
pekerjaan dengan tingkat upah dan gaji yang lebih tinggi lagi.