Peran Sektor Hulu Migas terhadap Perekonomian Indonesia
tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 247 triliun. Namun karena target penerimaan Negara secara total juga meningkat, maka secara prosentase, terhadap total
penerimaan sektor hulu migas sama dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 23. Penerimaan dari sektor hulu migas tersebut belum termasuk penerimaan
Negara yang berasal dari deviden pertamina dan PGN. Jika deviden PT. Pertamina persero sebesar Rp 20 triliun dan PGN sebesar Rp 4.4 triliun maka keseluruhan
peran sektor migas dalam penerimaan migas sebesar 25. Namun proporsi penerimaan migas ini jauh menurun dibanding proporsi pada 1980 yang memberi
kontribusi 70 penerimaan Negara Syeirazi, 2009. Data ini menggambarkan bahwa bahwa telah terjadi perubahan yang cukup besar dalam komposisi
penerimaan Negara. Pada saat ini penerimaan pajak lebih mendominasi penerimaan Negara secara total.
Peran sektor migas terhadap penerimaan Negara dapat diukur dengan melihat dampak penerimaan Negara ketika terjadi pergerakan harga minyak.
Meskipun harus disadari bahwa kenaikan harga minyak mentah pada sisi hulu migas merupakan anugerah karena akan meningkatkan penerimaan Negara,
namun sebaliknya di sisi hilir migas, kenaikan harga minyak mentah dunia merupakan malapetaka. Sebab kenaikan harga minyak mentah akan meningkatkan
pengeluaran untuk subsidi BBM. Oleh karena itu dampak kenaikan harga minyak mentah secara total berdampak tidak terlalu besar terhadap penerimaan Negara
atau bahkan apabila kebijakan subsidi yang dibuat Pemerintah tidak tepat, maka kenaikan harga minyak mentah berdampak buruk terhadap penerimaan Negara.
Mudrajad, et. al. 2009 menyampaikan, bahwa kenaikan harga minyak mentah berdampak terhadap kenaikan subsidi BBM yang diikuti dengan
meningkatnya defisit APBN. Biasanya Pemerintah akan memangkas anggaran pos-pos lainnya, termasuk pendidikan, kesehatan dan anggaran pembangunan.
Sedangkan di sisi penerimaan pemerintah akan memacu BUMN agar dapat meningkatkan laba dan juga tidak menutup kemungkinan untuk mencari sumber
lainnya termasuk dari hutang. Defisit APBN akan menyebabkan kemampuan Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang dilakukan melalui
kebijakan fiskal terutama dari sisi belanja. Di sisi lain BBM adalah faktor penting dan merupakan sumber energi primer untuk proses produksi dan transportasi dan
karenanya akan berpengaruh terhadap perekonomian. Kenaikan harga minyak yang menyebabkan peningkatkan ongkos produksi BBM yang berdampak pada
kenaikan harga BBM. Hal ini juga akan menurunkan gairah kegiatan produksi barang-barang
dalam negeri dan juga barang ekspor terutama untuk industri-industri yang mengandalkan energi primer dari BBM. Di sisi lain kenaikan harga BBM akan
menyebabkan inflasi. Harga-harga barang secara umum akan meningkat seiring dengan meningkatnya harga minyak. Dampak berikutnya akan menyebabkan
kemampuan daya beli masyarakat akan turun dan akan meningkatkan angka kemiskinan.
Selain itu, kenaikan harga BBM juga akan mempengaruhi kesempatan kerja. Pada saat harga BBM menaikan biaya produksi, maka perusahaan-
perusahaan umumnya hanya mampu melakukan toleransi pada tingkat biaya tertentu. Jika BBM tidak bisa tergantikan sebagai sumber energi utama, maka
efesiensi akan diupayakan dari pos lainnya. Salah satunya dari biaya tenaga kerja yaitu dengan mengurang jumlah tenaga kerja atau memperketat rekruitmen tenaga
kerja yang akan berdampak terhadap penurunan kesempatan kerja yang akhirnya akan berakibat terhadap kenaikan jumlah pengangguran.
Tabel 3. Konsumsi Minyak dan Gas Bumi Indonesia Tahun 2006-2010
Sumber: BP Statistics, 2011 Dari tahun ke tahun konsumsi minyak mentah dan gas bumi Indonesia
terus meningkat lihat Tabel 3. Hanya pada tahun 2007 konsumsi minyak mentah turun dan gas bumi lebih rendah dibandingkan tahun 2006. Namun secara rata-
rata konsumsi minyak mentah Indonesia naik sebesar 1.2 per tahun pada periode 2006-2010. Demikian juga dengan konsumsi gas alam yang terus meningkat dari
tahun ke tahun yang secara rata-rata laju kenaikannya mencapai 5.1 per tahun. Kenaikan konsumsi migas untuk energi pada umumnya terjadi karena
kenaikan jumlah penduduk dan industrialisasi yang bergerak sangat cepat. Persaingan industri yang semakin ketat menuntut agar industri bekerja efesien.
Untuk itu diperlukan teknologi yang semakin canggih, pemindahan dan transportasi barang yang semakin cepat serta informasi yang semakin efisien.
Upaya ini berdampak pada peningkatan kebutuhan akan sumber energi. Peningkatan atau tambahan produksi migas hanya bisa terjadi bila terdapat
penemuan cadangan baru, peningkatan kegiatan operasional perminyakan seperti pengeboran sumur baru dan perawatan sumur-sumur lama, dan penerapan
tehnologi baru. Pada saat ini produksi migas Indonesia lebih banyak ditopang oleh
produksi dari lapangan-lapangan tua. Temuan cadangan baru dan produksi dari
Je nis Satuan
2006 2007
2009 2010
2011
Minyak Ribu Barrel per Hari
1240.1 1270.1
1264.2 1288.9
1304.5 Gas
Juta ton Oil Equivalent 3.2
3.0 3.2
3.6 3.90
lapangan baru relatif kecil. Seperti nampak pada Tabel 4, total produksi minyak mentah tahun 2007 sebesar 1056 juta barel per hari, hanya sebesar 116 ribu per
hari berasal dari lapangan baru dan sisanya sebesar 878 ribu per hari masih berasal daari lapangan lama.
Tabel 4 juga menunjukkan bahwa pada masa krisis ekonomi yang dialami Indonesia periode tahun 1998 hingga tahun 2002 tidak ada penemuan lapangan
baru dan tidak ada tambahan produksi dari lapangan baru. Hal ini juga mengidikasikan bahwa pada periode tersebut telah terjadi penurunan investasi
migas dan penurunan kegiatan usaha hulu migas termasuk kegiatan pengeboran, perawatan fasilitas sumur dan pemeliharaan fasilitas produksi.
Pada saat ini tehnologi memegang peranan penting dalam industri perminyakan dan besar sekali peranannya dalam menentukan terjadinya
peningkatan produksi. Misalnya tehnologi 3D seismic seismik tiga dimensi yang memberikan informasi lebih baik tentang keberadaan cadangan migas di dalam
perut bumi dibandingkan dengan seismik dua dimensi yang pada periode tersebut relatif relatif kecil. Sehingga dengan tehnologi baru dapat mengidentifikasi
keberadaan cadangan yang semula diperkirakan tidak ada. Contoh lainnya adalah penemuan baru yang berhubungan dengan tehnik pengeboran. Yang semula hanya
dikenal dengan teknik pengeboran vertikal, sekarang dengan tehnologi baru dikenal teknik pengeboran miring, pengeboran mendatar dan bercabang.
Teknologi pengeboran di lepas pantai juga mengalami perkembangan yang luar biasa pesat. Sekarang pengeboran lepas pantai dan pengolahan minyak
mentah dapat dilakukan dengan platform mengapung.
Tabel 4. Produksi Minyak Mentah Rata-rata per Hari Tahun 1999 - 2007
Sumber: Laporan Tahunan BPMIGAS, 2007
Pada saat ini juga berkembang tehnologi baru yang mampu mengembangkan gas bumi dari layer gas bumi yang terjebak diantara batu bara,
yang secara tehnis disebut dengan gas methan batu bara. Selain itu, juga ditemukan tehnologi baru untuk mengangkat gas dari shale yaitu layer terdalam
dari cadangan migas. Tehnologi ini pertama sekali dikembangkan di Amerika dan berkembang ke berbagai Negara termasuk Indonesia. Gas bumi yang diangkat ke
permukaan diberi nama shale gas. Berdasarkan penjelasan di atas nampak bahwa teknologi memberikan
kontribusi yang sangat besar terhadap peningkatan produksi migas. Oleh karena itu dapat disampaikan bahwa pertumbuhan industri hulu migas merupakan fungsi
dari tehnologi. Pada 10 tahun terakhir ini terjadi peningkatan keikutsertaan perusahaan
nasional dan perusahaan daerah dalam usaha migas, terutama pada masa-masa setelah krisis, yaitu tahun 1999 hingga sekarang. Perusahaan daerah dibentuk dan
Lapangan Lama
Tambahan Lapangan
Baru Total
1999 1500
1500 2000
1415 1415
-5.67 2001
1342 1342
-5.16 2002
1252 1252
-6.71 2003
1146 2
1148 -8.31
2004 1077
20 1097
-4.44 2005
999 63
1062 -3.19
2006 930
116 1046
-1.51 2007
878 161
1039 -0.67
Penurunan Produksi
Ribu Barrel per Hari Tahun
disiapkan untuk menjadi partner pengelolaan migas. Di Kalimantan terdapat perusahaan daerah Benua Taka yang mengelola lapangan Wailawi, lapangan
bekas VICO Indonesia. Semangat Pemerintah Daerah untuk terlibat dalam usaha hulu migas ini
tidak terlepas dari diberlakukannya undang-undang otonomi daerah. Pemerintah Daerah berharap dengan turut serta dalam pengelolaan migas maka secara
langsung akan meningkatkan PAD. Namun otonomi daerah memberikan pengertian yang tidak lengkap atas
hak pengelolaan sumber daya alam migas. Pada awal pelaksanaan otonomi daerah muncul kesan bahwa Pemerintah Daerah berkehendak untuk memiliki lahan
minyak dan mengelolanya. Secara legal formal kepemilikan atas sumber daya alam berada di tangan Negara, sebagaimana dinyatakan dalam UUD ’45 pasal 33
ayat 2. Pasal tersebut menyebutkan bahwa air, tanah dan sumber daya alam yang terkandung didalamnya yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
Negara, dan diusahakan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat. Otonomi daerah jika dipahami secara sempit bisa mengakibatkan konflik
antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan kelompok masyarakat atau suku. Secara konseptual kekayaan alam yang strategis menjadi milik Negara dan
pengusahaannya dilakukan oleh pemerintah. Namun sering tidak terhindarkan terjadi benturan dengan kepentingan communal atau kelompok masyarakat atau
suku. Mereka berpendapat bahwa kekayaan sumber daya alam migas dimiliki dan dikuasai oleh masyarakat secara communal. Jadi bukan milik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah. Dalam kasus ini masyarakat merasa memiliki hak atas sumber daya alam yang ada di daerahnya.
Kondisi seperti ini menjadikan pengusahaan migas di daerah mengalami hambatan. Investor dan kontraktor terpaksa harus menghitung ulang resiko sosial
dan politik dalam kalkulasi bisnisnya. Hal ini pula yang menyebabkan pada tahun- tahun awal pelaksanaan otonomi daerah investasi di sektor migas menurun bila
dibandingkan dengan investasi pada tahun-tahun sebelumnya. Tantangan lain bagi pengusahaan hulu migas adalah adanya persaingan
global. Saat ini pasar minyak global memperlihatkan posisi ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran. Permintaan riil masyarakat jauh di atas tingkat
produksi dunia sehingga pasar amat rentan terhadap isu-isu yang cenderung mempengaruhi tingkat produksi dan harga.
Ketidakseimbangan permintaan dan penawaran migas ini terjadi terutama karena perkembangan industri seperti yang terjadi di Cina dan India. Akan tetapi
saat ini permintaan migas sangat dibatasi oleh OPEC. Permintaan migas dunia dipatok sebanyak migas yang mampu diproduksi. OPEC adalah salah satu
institusi yang paling berpengaruh dalam menentukan tingkat produksi. Setiap bulan institusi minyak dunia ini mengumumkan kuota produksi yang harus ditaati
para anggotanya. Kebutuhan migas yang disertai kekangan terhadap tingkat produksi ini menyebabkan harga minyak mentah dunia melambung.
Pada sisi lain beberapa Negara yang memiliki kebutuhan migas yang tinggi berupaya mengamankan pemenuhan kebutuhan migas Negaranya dengan
cara melakukan ekspansi pencariaan minyak ke luar negeri. Cara ini ditempuh oleh Malaysia dan Cina. Cina melakukan ekspansi di Indonesia lewat dua
perusahaan raksasanya, yaitu China National Offshore Oil Company CNOOC
dan Petrochina International Company PetroChina. CNOOC bekerja khusus
untuk lapangan-lapangan offshore dan mengakuisisi Maxus Corporation, sebuah perusahaan minyak yang sudah puluhan tahun bekerja di lepas Pantai Utara Jawa
Barat dan di perairan sekitar Lampung. Sedangkan PetroChina mengakuisisi lapangan-lapangan kecil milik Pertamina, seperti lapangan Jabung di Sumatera
Selatan dan Sampang di Madura. Sementara itu Malaysia melakukan ekspansi di Indonesia melalui Pertronas Carigali. Perusahaan minyak raksasa milik
pemerintah Malaysia ini sekarang bekerja di area lepas pantai Lampung Timur. Tantangan lain adalah masalah lingkungan hidup. Kasus ’Lumpur
Lapindo’ di Jawa Timur adalah salah contoh yang menegaskan bahwa pengusahaan migas sangat berkaitan erat dengan masalah lingkungan hidup.
Kejadian ’Lumpur Lapindo’ memberikan kesan kepada masyarakat bahwa setiap kegiatan eksplorasi migas mempunyai dampak serius terhadap lingkungan. Meski
bagi para ahli perminyakan kasus ’Lumpur Lapindo’ merupakan kasus khusus yang tidak terjadi pada 100 tahun terakhir di seluruh dunia. Meskipun faktor non
teknikal, seperti kondisi alam, berperan sangat besar dalam proses kejadian ’Lumpur Lapindo’. Akan tetapi peristiwa itu membenarkan adanya korelasi antara
pengusahaan hulu migas dengan masalah lingkungan hidup. Pada saat ini lingkungan hidup dan keselamatan manusia merupakan isu
penting dari kegiatan hulu migas. Setiap kegiatan eksplorasi dan eksploitasi harus disertai pertimbangan antisipatif terhadap dampak lingkungan hidup dan
masyarakat sekitar.