5.4.2. Output Perekonomian Sektor Pertanian Tabel 22. Estimasi Output Perekonomian Sektor Pertanian Tahun
1980-2006
Hasil estimasi model memperlihatkan koefisien variabel investasi sektor pertanian positif. Artinya kenaikan jumlah investasi di sektor pertanian akan
mengakibatkan output sektor pertanian meningkat. Apabila investasi dikurangi maka berdampak terhadap penurunan tingkat output sektor pertanian. Sementara
itu tenaga kerja sektor pertanian memiliki koefisien positif, yang berarti penambahan jumlah tenaga kerja sektor pertanian akan berdampak pada kenaikan
jumlah output sektor pertanian. Sama dengan yang terjadi pada sektor migas, pada sektor pertanian juga memperlihatkan bahwa penambahan belanja pembangunan
juga akan berdampak pada kenaikan output sektor pertanian. Koefisien variabel tenaga kerja sektor pertanian menunjukan nilai p terlalu
tinggi, namun dua variabel sisanya, yaitu variabel investasi sektor pertanian dan memiliki nilai p mendekati 0 yang berarti jauh dari taraf nyata 0.15. Nampak
bahwa variabel tenaga kerja sektor pertanian tidak berpengaruh nyata terhadap output sektor pertanian, sedangkan dua variabel sisanya masih dapat ditoleransi
pada tingkat taraf nyata 15, dan terbukti nyata berpengaruh terhadap output sektor pertanian. R
2
= 0.9687 menandakan bahwa melalui model ini sebesar
Coe fficie nt Std. Error
t-Statistic Prob.
INVSWASTAAGRO Investasi Swasta Sektor Pertanian
12.8737 2.4168
5.3267 0.0000
TKAGRO Tenaga kerja Sektor Pertanian
0.6809 0.5216
1.3054 0.2041
GBELANJAPEMBBelanja Pembangunan Pemerintah Daerah
7.3596 1.0730
6.8588 0.0000
R-squared 0.9687
Adjusted R-squared 0.9661 Durbin-Watson stat
0.7576
96.87 perubahan variabel endogen dapat menjelaskan oleh perubahan pada
variabel eksogen.
5.4.3. Output Perekonomian Sektor lainnya
Output ekonomi sektor lainnya akan meningkat apabila investasi sektor lainnya ditambah. Hal ini ditunjukan dengan koefisien positif untuk variabel
investasi sektor lainnya. Tentu saja situasi sebaliknya juga akan terjadi, yaitu jika investasi sektor lainnya jumlahnya dikurangi akan berakibat pada penurunan
tingkat output sektor lainnya.
Tabel 23. Estimasi Output Perekonomian Sektor Lainnya Tahun 1980-2006
Hasil estimasi menunjukan bahwa koefisien variabel tenaga kerja sektor lainnya bertanda positif. Apabila jumlah tenaga kerja yang digunakan di sektor
lainnya dikurangi akan diikuti dengan penurunan tingkat output sektor lainnya. Sebaliknya jika jumlah tenaga kerja ditambah maka akan berakibat pada kenaikan
jumlah output sektor lainnya. Demikian juga dengan belanja pembangunan memiliki koefisien positif.
Artinya setiap terjadi penambahan belanja pembangunan akan meningkatkan output sektor lainnya.
Coe fficie nt Std. Error
t-Statistic Prob.
INVSWASTANONAGRO Kapitalisasi Sektor Lainnya
41.3208 18.8397
2.1933 0.0387
TKAGRO Tenaga kerja Sektor Lainnya
19.0446 2.0898
9.1131 0.0000
GBELANJAPEMBBelanja Pembangunan Pemerintah
Daerah 10.4805
3.0118 3.4798
0.0020 R-squared
0.8224 Adjusted R-squared
0.8070 Durbin-Watson stat 1.0141
Ketiga variabel menunjukan nilai p sangat kecil, jauh dibawah taraf nyata 0.15, yang berarti cukup baik. Output sektor lainnya secara nyata dipengaruhi oleh
variabel permintaan tenaga kerja sektor lainnya, investasi sektor lainnya dan belanja pembangunan. Sedangkan koefisien diterminan sebesar 0.8224, seperti
yang ditunjukan pada tabel 23 di atas, mengandung arti perubahan variabel eksogen dapat menjelaskan perubahan variabel endogen sebesar 82.24. Nilai
DW statistik sebesar 1.0141 menunjukan terdapat autokorelasi yang cukup besar.
5.4.4. Tenaga Kerja Sektor Migas Tabel 24. Estimasi Tenaga Kerja Sektor Migas Tahun 1980-2006
Tenaga kerja sektor migas bertambah apabila output sektor migas meningkat, hasil estimasi menunjukan koefisien variabel output sektor migas
bertanda positif. Tingkat upah pada masa lalu juga berpengaruh terhadap jumlah tenaga kerja. Koefisien negatif untuk variabel upah tenaga kerja mengandung arti
kenaikan gaji dan upah tenaga kerja disektor hulu migas pada tahun lalu akan berdampak pada penurunan permintaan tenaga kerja oleh perusahaan. Koefisien
dari kedua variabel memiliki nilai p lebih kecil dari tingkat taraf nyata 0.15. Oleh karena itu persamaan ini valid untuk dipergunakan, karena secara statistik terbukti
bahwa koefisien variabel tersebut tidak sama dengan nol. Dapat juga disimpulkan bahwa variabel eksogen secara nyata mempengaruhi variabel tenaga kerja sektor
Coefficient Std. Error t-Statistic
Prob.
Intersep 7,884.5
1,088.5 7.24357
0.00000 YPOTMIGAS Output Sektor Migas
0.01589 0.00290
5.48631 0.00000
GUMIGAS-1 Gaji dan Upah sektor Migas Lag 1 tahun
-0.10047 0.10571
-0.95047 0.03518
R-squared 0.4489
Adjusted R-squared 0.4010 Durbin-Watson stat
1.254
migas. Sementara itu koefisien diterminan R
2
= 0.4489 menandakan bahwa melalui model ini variabel eksogen dapat menjelaskan perubahan pada variabel
eksogen sebesar 44.89, sedangkan sisanya disebabkan oleh faktor lainnya.
5.4.5. Tenaga Kerja Sektor Pertanian
Penambahan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian akan dipengaruhi oleh peningkatan output sektor pertanian. Sedangkan bila jumlah output sektor
pertanian mengalami penurunan maka akan diikuti dengan berkurangnya jumlah tenaga kerja. Penurunan tingkat output sektor pertanian menandakan terjadinya
kelesuan aktifitas perekonomian sehingga akan berdampak terhadap penurunan permintaan tenaga kerja.
Tabel 25. Estimasi Tenaga Kerja Sektor Pertanian Tahun 1980-2006
Penurunan jumlah tenaga kerja juga bisa terjadi karena ekspektasi gaji dan upah. Hasil estimasi menunjukan tanda negatif untuk variabel gaji dan upah, yang
berarti ketika harga tenaga kerja cenderung meningkat akan diikuti dengan penurunan jumlah permintaan tenaga kerja.
Koefisien regresi untuk variabel-variabel yang mempengaruhi permintaan tenaga kerja di sektor pertanian memperlihatkan nilai p lebih kecil dibandingkan
taraf nyata yang ditetapkan. Sehingga koefisien yang sudah diestimasi tersebut layak digunakan dengan tingkat kesalahan yang ditoleransi sebesar 15. Variabel
Coe fficient Std. Error
t-Statistic Prob.
Intersep 320896.2
11188.97 28.67969
0.0000 YPOTAGRO Outpot Sektor
Pertanian 0.061529
0.124304 0.49499
0.0625 GUAGRO -1 Upah TK Sektor
-18.30358 0.770003
-23.7708 0.0000
R-squared 0.9614
Adjusted R-squared 0.9581 Durbin-Watson stat
1.8603
eksogen berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. Koefisien determinan menunjukan angka yang sangat bagus yaitu R
2
=0.9614, yang berarti melalui model ini variabel eksogen dapat menjelaskan perubahan pada variabel endogen
sebesar 96.14 dan sisanya disebabkan oleh faktor lainnya. Nampak juga bahwa persamaan mengandung autokorelasi yang dengan angka DW statistik sebesar
1.8603.
5.4.6. Tenaga Kerja Sektor Lainnya Tabel 26. Estimasi Tenaga Kerja Sektor Lainnya Tahun 1980-2006
Sama dengan sektor pertanian, jumlah tenaga kerja di sektor lainnya dipengaruhi oleh tingkat output sektor lainnya YPOTNONAGRO dan tingkat
gaji dan upah GUNONAGRO lag satu tahun. Variabel Output sektor lainnya bertanda positif menandakan bahwa kenaikan jumlah output sektor lainnya akan
meningkatkan permintaan tenaga kerja di sektor tersebut. Sedangkan upah dan gaji tahun lalu jika meningkat akan diikuti dengan penurunan jumlah permintaan
tenaga kerja sektor lainnya. Oleh karena itu hasil estimasi menunjukan tanda negatif untuk variabel gaji dan upah sektor lainnya.
Untuk mengevaluasi koefisien variabel eksogen dapat dilihat dari nilai probabilitas atau nilai p. Nampak bahwa kedua variabel tersebut memiliki
nilai p dibawah ambang batas taraf nyata. Dengan demikian perasamaan tersebut
Coe fficie nt Std. Error t-Statistic
Prob.
Intersep 94512.23
55652.47 1.6983
0.1029 YPOTNONAGRO Output Non
Lainya 0.0371
0.0108 3.4455
0.0022 GUNONAGRO -1 Upah TK
Sektor Lainnya Lag 1 Tahun -0.6407
8.1771 -0.0784
0.0938 R-squared
0.71518 Adjusted R-squared
0.69041 Durbin-Watson stat 1.3664
valid dan dapat dipergunakan untuk melakukan simulasi, karena terbukti bahwa secara nyata variabel eksogen berpengaruh terhadap variabel endogen. R
2
= 0.7151 menandakan bahwa melalui model ini variabel eksogen dapat menjelaskan
perubahan pada variabel endogen sebesar 71,51. Sisanya sebesar 28.49 disebabkan oleh faktor lainnya. Autokorelasi nampak ada dalam hasil simulasi
yang ditunjukan dengan angka DW sebesar 1.3664.
5.4.7. Angkatan Tenaga Kerja Tabel 27. Estimasi Penawaran Tenaga Kerja Tahun 1980-2006
Jumlah penawaran tenaga kerja dipengaruhi oleh jumlah populasi POP dan gaji dan upah tertimbang. Kedua variabel tersebut menunjukan tanda
koefisien positif, yang berarti jumlah populasi yang semakin besar akan mempengaruhi jumlah angkatan kerja atau jumlah tenaga kerja yang dapat
ditawarkan. Sedangkan kenaikan upah akan menarik masyarakat untuk bekerja sehingga akan meningkatkan penawaran tenaga kerja.
Nilai p dari koefisien seluruh variabel eksogen yang diestimasi menunjukan angka yang kecil dibawah taraf nyata yang ditetapkan. Dengan
demikian persamaan tersebut baik untuk dipergunakan karena berdasarkan hasil statistik koefisien tersebut tidak sama dengan nol, yang berarti seluruh variabel
Coe fficie nt Std. Error t-Statistic
Prob.
Intersep 1254265
129687.3 9.6715
0.0000 POP Populasi
0.65007 0.5089
4.3354 0.0002
GURATATIMBANG Gaji dan Upah Rata-rata Tertimbang
46.2070 6.3370
7.2916 0.0000
R-squared 0.9039
Adjusted R-squared 0.8959 Durbin-Watson stat
0.4882
independnen yaitu populasi penduduk dan gaji rata-rata tertimbang berpengaruh nyata terhadap jumlah penawaran tenaga kerja. Sementara itu koefisien
diterminan menunjukan angka sebesar 0.9039, yang berarti perubahan variabel eksogen dapat menjelaskan perubahan pada variabel endogen sebesar 90.39,
sisanya disebabkan oleh faktor lainnya. Pengamatan terhadap autokorelasi dapat ditentukan dari nilai DW statistik. Nampak bahwa dari hasil estimasi, DW
statistiknya sebesar 0.4882 yang berarti dalam persamaan tersebut mengandung autokorelasi.
5.4.8. Tingkat kemiskinan Tabel 28. Estimasi Tingkat Kemiskinan Tahun 1980-2006
Hasil estimasi menunjukan bahwa kenaikan pengangguran akan berdampak pada kenaikan tingkat kemiskinan. Sebaliknya jika penganguran
menurun akan berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan. Oleh karena itu koefisien variabel tersebut bertanda positif. Sementara itu output per kapita yang
meningkat akan menurunkan tingkat kemiskinan. Demikian sebaliknya, apabila ouput per kapita menurun akan diikuti dengan kenaikan tingkat kemiskinan. Hal
tersebut ditunjukan dengan koefisien variabel output per kapita yang bertanda negatif.
Coe fficie nt Std. Error t-Statistic
Prob.
Intersep 0.3650
0.0094 38.7261
0.0000 PENGG - PENGG-1 Perubahan
Angka Pengangguran 0.000000032
0.00000004 0.8534
0.0402 YPOTPOP Output per Kapita
-0.0532 0.0062
-8.6538 0.0000
R-squared 0.7672
Adjusted R-squared 0.7470 Durbin-Watson stat
0.3818
Nilai probabilitas atau nilai p untuk kedua variabel eksogen menunjukan nilai yang kecil. Karena dibawah taraf nyata maka dapat disimpulkan bahwa
koefisien variabel tersebut tidak bernilai nol, sehingga koefisien tersebut layak untuk dipergunakan. Secara statistik seluruh variabel eksogen berpengaruh nyata
terhadap variabel endogen, dan variabel eksogen menentukan nilai variabel endogen sebesar 76.72. Hasil estimasi menunjukan bahwa model mengandung
autokorelasi dengan nilai DW sebesar 0.3818.
5.5. Validasi Model
Model MPR divalidasi menggunakan Root Mean Squares Error RMSE untuk periode tahun 1980-2006. Nilai atau angka RMSE yang semakin kecil
mendekati nol menunjukan tingkat kesalahan atau error yang semakin kecil, yang berarti model tersebut semakin baik.
Tabel 29 adalah ringkasan validasi untuk setiap persamaan struktural dengan nilai RMSE untuk masing-masing persamaan. Hasil validasi menunjukan
bahwa dari 22 persamaan struktural terdapat 2 persamaan yang memiliki nilai lebih besar dari 0.5, yaitu persamaan PBB sektor migas sebesar 0.53213 dan
persamaan belanja pembangunan sebesar 0.57954. RMSE untuk kedua persamaan tersebut mengindikasikan bahwa 50 lebih data estimasi berbeda
dengan data observasi. RMSE untuk 20 persamaan sisanya menunjukan tingkat kesalahan yang kecil, dengan nilai RMSE rata-rata seluruhan persamaan dalam
Model MRP sebesar 0.2248.
Tabel 29. Validasi Persamaan Struktural Model Ekonomi Provinsi Riau
No Variabel Endogen
RMSE
1 INVSWATAMIGAS Investasi Swasta Sektor Migas
0.20763 2
INVSWASTAAGRO Investasi Swasta Sektor Pertanian 0.33894
3 INVSWASTANONAGRO Investasi Swasta Sektor Lainnya
0.31891 4
LIFTINGMIGAS Lifting Migas 0.01616
5 PBBMIGAS PBB Sektor Hulu Migas
0.53213 6
PENEGMIGASRIAU Penerimaan negara dari Provinsi Riau 0.30448
7 BAGIHASILMIGAS Bagi Hasil Migas
0.16073 8
PAJAK Pajak daerah 0.41295
9 RETRIBUSI Retribusi Daerah
0.48079 10
GBELANJAPEMB Belanja Pembangunan Pemerintah daerah 0.57954
11 GBELANJARUTIN Belanja Rutin Pemerintah Daerah
0.24051 12
GUMIGAS Gaji dan Upah Rata-rata per Tahun Sektor Hulu Migas 0.17570
13 GUAGRO Gaji dan Upah Rata-rata per Tahun Sektor Pertanian
0.17162 14
GUNONAGRO Gaji dan Upah Rata-rata per Tahun Sektor Lainnya 0.12196
15 YPOTMIGAS Output Perekonomian Sektor Hulu Migas
0.06466 16
YPOTAGRO Output Perekonomian Sektor Pertanian 0.29325
17 YPOTNONAGRO Output Perekonomian Sektor Lainnya
0.18720 18
TKMIGAS Permintaan Tenaga Kerja Sektor Hulu Migas 0.07813
19 TKAGRO Permintaan Tenaga Kerja Sektor Pertanian
0.07130 20
TKNONAGRO Permintaan Tenaga Kerja Sektor Lainnya 0.22493 21
PENWTK Penawaran Tenaga Kerja 0.10200
22 TKTMISKIN Tingkat Kemiskinan
0.08773
VI. PERAMALAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU 2012-2035
6.1. Peramalan Baseline Tahun 2012-2035
Mohammed 2010 mengingatkan Negaranya Bahrain, bahwa ketergantungan perekonomian terhadap hasil-hasil minyak dalam jangka pendek
akan memberikan manfaat yang besar. Akan tetapi hal tersebut tidak mungkin dilakukan untuk jangka panjang. Demikian juga ekonom lainnya Rebecca et. al.
2009 menyampaikan bahwa salah satu kebiasaan yang berbahaya dalam pembangunan perekonomian suatu daerah apabila tergantung kepada hasil minyak
mentah. Kekawatiran tersebut terkait dengan sifat dari sumber daya minyak mentah
yang jumlahnya terbatas dan tidak dapat diperbaharui. Sementara pengangkatan minyak mentah dari dalam perut bumi merupakan cara termudah bagi penguasa
atau pemerintahan suatu Negara untuk mendapatkan penghasilan. Sehingga seringkali hasil dari minyak mentah dianggap sebagai anugerah dan
pengambilannya dilakukan secara optimal, tanpa menyisakan bagi generasi berikutnya.
Beberapa ekonom berpendapat bahwa sumber daya alam minyak mentah dianggap sebagai kutukan. Gagasan tersebut pada awalnya diperkenalkan oleh
Aunty 1993 yang saat itu menggunakan istilah resource curse atau juga disebut paradox of plenty
. Aunty membuktikan secara empiris bahwa negara kaya minyak memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi. Studi lanjutan, namun masih mengacu
pada teori paradox of plenty, dilakukan oleh Cesar et.al. 2009 yang menemukan bukti yang sama. Menurut mereka hal tersebut terjadi karena kemudahan