Potensi kayu karet sebagai bahan baku industri

76 karet di Kabupaten Barito Utara tersebar di enam kecamatan seluas 53.333 ha dengan produksi mencapai 41.564 ton slab per tahun dan memenuhi syarat sebagai bahan olah karet bokar untuk SIR 20 dengan produktivitas berkisar antara 652,4 – 707,3 kghatahun menurut penelitian BPTK 2004.

5.2 Potensi kayu karet sebagai bahan baku industri

Malaysia sudah mengekspor kayu karet sejak tahun 1970-an, sementara Indonesia baru memulai pada tahun 2010. Malaysia telah mengembangkan sembilan pabrik industri MDF medium density fibre sejak tahun 1987 dan hampir semua pabrik menggunakan kayu karet sebagai bahan baku utama dengan perkiraan volume ekspor mencapai 1.583.000 m 3 pada tahun 2010. Di antara faktor pendukung yang menjadi keunggulan program ini adalah: 1 pasokan bahan baku yang stabil, 2 lokasi perkebunan yang strategis dekat dengan pabrik, 3 dukungan finansial yang kuat, 4 inovasi teknologi produksi, 5 production rejection kurang dari 2,5, 6 ketersediaan SDM terampil yang dibarengi remunerasi yang layak, dan 7 ketersediaan stok suku cadang kritis Othman and Samad, 2009. Sementara industri furnitur berkembang pesat 20 per tahun dalam satu dekade terakhir dimana hampir terdapat 35.000 pabrik pengolahan furnitur pada tahun 2007, 85 dalam bentuk UKM dengan 87.000 tenaga kerja Ratnasingam dan Wagner, 2009. Industri kayu dan hasil hutan justru berkembang pesat di negara-negara kompetitor seperti China yang tidak mempunyai bahan baku kayu sendiri. Ekspor mebel Indonesia tercatat 1,79 miliar USD atau tumbuh rata-rata 0,88 miliar USD per tahun dalam 8 tahun terakhir. Pada periode yang sama, ekspor meubel dari China tumbuh rata-rata 1,1 miliar dollar AS. China yang melarang penebangan kayu di negerinya mengekspor mebel senilai 14 miliar USD tahun 2005 Tambunan, 2006b, bahkan saat ini China telah menjadi negara ekportir furnitur terbesar di dunia 25 dari produksi dunia, sekaligus pemasok lebih dari 40 mebel impor resmi ke Indonesia Currey et al., 2007; CSIL, 2009; 2010. Pada tahun 2006 posisi ekspor produk furnitur Indonesia di dunia berada pada peringkat delapan di bawah Cina, Kanada, Meksiko, Itali, Vietnam, Malaysia, dan Taiwan Fauzi et al, 2007. 77 Kebutuhan bahan baku kayu industri mebel dan kerajinan adalah sekitar 7 – 7,5 juta m 3 per tahun. Potensi pasokan kayu karet per tahun selama 2007 – 2025 adalah 6 juta m 3 dengan alokasi masing-masing kayu gergajian 45, kayu lapis 45 dan partikel 10 Manurung et al., 2007; Depperin, 2009. Kebutuhan kayu di dalam negeri dewasa ini mencapai 58 juta m 3 per tahun, sedangkan total produksi kayu hanya 52 juta m 3 per tahun, berarti terjadi kekurangan pasokan sekitar 6 juta m 3 per tahun Boerhendhy et al., 2003; Deptan, 2007 dan kebutuhan kayu untuk untuk industri pengolahan kayu hilir mencapai 1.7 juta m 3 per tahun Depperin, 2009. Potensi kayu karet untuk diolah sebagai bahan baku industri cukup besar. Luas tanaman karet sekitar 3.4 juta hektar. Jika setiap tahunnya dapat diremajakan 3 saja dari perkebunan besar dan 2 dari perkebunan rakyat, maka akan diperoleh sekitar 2.7 juta m 3 tahun. Boerhendhy et al., 2003. Pemanfaatan kayu karet perlu didukung dengan industri pengolahan. Kontinuitas penyediaan bahan baku bagi industri pengolahan antara lain dapat ditempuh melalui pengembangan pola kemitraan antara petani dan industri pengolahan kayu karet. Pola kemitraan juga dapat menjamin harga jual kayu di tingkat petani sehingga mendukung upaya peremajaan karet rakyat. Klon-klon anjuran seperti IRR 112, dan IRR 118 direkomendasikan untuk dikembangkan dalam skala luas sebagai penghasil lateks dan kayu Boerhendhy dan Agustina, 2006. Kayu karet tergolong kayu kelas kuat II, setara dengan kayu hutan alam seperti kayu ramin, perupuk, akasia, mahoni, pinus, meranti, durian, ketapang, keruing, sungkai, gerunggang, dan nyatoh Sulastiningsih et al., 2000. Kelas keawetan kayu karet tergolong kelas awet V atau setara dengan kayu ramin, namun tingkat kerentanan kayu karet terhadap serangga penggerek dan jamur biru blue stain lebih besar dibandingkan dengan kayu ramin. Oleh karena itu untuk pemanfaatannya diperlukan pengawetan yang lebih intensif dari kayu ramin, terutama setelah digergaji Boerhendhy et al., 2003. Sifat dasar lainnya yang menonjol dari kayu karet, kayunya mudah digergaji dan permukaan gergajinya cukup halus, serta mudah dibubut dengan menghasilkan permukaan yang rata dan halus. Kayu karet juga mudah dipaku, dan mempunyai karakteristik pelekatan yang baik dengan semua jenis perekat. 78 Sifat yang khas dari kayu karet adalah warnanya yang putih kekuningan ketika baru dipotong, dan akan menjadi kuning pucat seperti warna jerami setelah dikeringkan. Selain warna yang menarik dan tekstur yang mirip dengan kayu ramin dan perupuk yaitu halus dan rata, kayu karet sangat mudah diwarnai sehingga disukai dalam pembuatan mebel Boerhendhy et al., 2003. Mutu fibre board asal kayu karet setara dengan kayu lapis yang berasal dari hutan alam Basuki dan Azwar, 1996. Di China, kayu karet sering disebut “kayu gading”. Warnanya yang seragam, butiran kayunya yang indah, densitas sedang sekitar 0,6 gramcm 3 , tekstur homogen, sifat mekanis pengolahan yang baik, ukuran stabilitas yang baik, ketahanan abrasi permukaan yang baik menjadikan kayu karet menjadi bahan baku berkualitas tinggi untuk furnitur, veneer untuk dekorasi, panel dan flooring. Sementara kayu karet yang berukuran kecil digunakan untuk bahan particleboard, plywood dan MDF Kamaruzzaman and Yahy, 2008; Yisheng et al., 2008. Ditinjau dari sifat fisis, mekanis, dan sifat dasar lainnya seperti warna dan tekstur kayu karet, ketersediaan bahan baku kayu karet pada perkebunan karet, dan berkembangnya teknologi pengolahan dan pengawetan kayu karet akhir-akhir ini, sangat memungkinkan kayu karet dapat dimanfaatkan sebagai substitusi kayu alam, khususnya untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan.

5.3 Permasalahan Pemanfaatan Kayu Karet