130
7.7 Validasi Model
Validasi model yang dibangun dilakukan melalui konsultasi dan diskusi dengan dua orang pakar. Pakar pertama dari Puslit Karet Bogor yang memiliki
pengalaman dalam pengembangan agroindustri karet, dan pakar kedua adalah pakar manajemen dari University of Technical Malaysia UTeM, Faculty of
Technology Management and Techno-preneurship, Melaka. Hasil validasi dengan pendapat pakar menyatakan bahwa model ini cukup layak dijalankan
namun tetap harus dilakukan sejumlah penyesuaian, terutama mengatasi perbedaan budaya perusahaan agribisnis dengan budaya para petani karet, dan
kesulitan pemanfaatan kayu karet karena kelemahan infrastruktur jalan yang merupakan kondisi umum di perkebunan karet rakyat. Demikian pula masalah
jamur biru blue stain dan serangga yang sering menyerang kayu karet perlu mendapat perhatian serius jika ingin menggunakan kayu karet sebagai bahan baku
industri.
131
8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI
Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari 2004 yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara
sinergis dan produktif serta ada kaitan antar wilayah, antar sektor bahkan antar komoditas. Integrasi adalah “to make into a whole” baik dari sisi permintaan
maupun pasokan Frohlich dan Westbrook, 2002 yang dicirikan oleh ko-operasi, kolaborasi, berbagi informasi, kepercayaan, kemitraan, penyebaran teknologi,
pergeseran dari proses individual ke proses rantai terintegrasi Power, 2005; Rahman et al., 2008. Kriteria standar yang umum digunakan untuk melihat lebih
jauh industri hilir berbasis perkebunan adalah: 1 keterkaitan output, 2 keterkaitan pendapatan, 3 multiplier output, 4 multiplier pendapatan, dan 5
multiplier nilai tambah. Pengembangan agroindustri karet terintegrasi secara vertikal dan
horizontal dalam konteks rantai pasok dapat dilakukan baik berbasis karet maupun kayu karet. Integrasi berbasis karet untuk mengolah bahan baku karet masih
sebatas menjadi produk antara berbentuk karet remah, belum sampai barang jadi karet mengingat hingga saat ini daya serap industri hilir barang jadi karet dalam
negeri baru mencapai 15. Integrasi rantai nilai berbasis kayu karet dapat dilakukan dari hulu penyediaan bahan baku mulai dari peremajaan hingga ke
hilir berupa barang jadi furnitur. Para petani secara kolektif memiliki potensi untuk melakukan integrasi, meningkatkan skala usaha dan memiliki seluruh
saham industri berbasis kayu karet. Integrasi hilir seperti dikemukakan Flynn et al. 2008 memiliki dampak ekonomi lebih kuat daripada integrasi ke hulu karena
integrasi hilir memberikan nilai tambah lebih tinggi. Untuk industri berbasis kayu, menurut Hierold 2010 nilai produk olahan kayu akan memberikan nilai
tambah empat kali dibandingkan kayu log, dan 12 kali jika dalam bentuk furnitur. Secara teoritis integrasi rantai nilai dalam kasus integrasi industri kayu karet ini
lebih menguntungkan, meningkatkan efisiensi, menurunkan biaya transaksi, koordinasi dan pemasaran serta mengurangi pengeluaran pajak.
132 Dibandingkan kajian-kajian model pengembangan integrasi sebelumnya,
model pengembangan ini memiliki keunggulan diantaranya: 1
Integrasi dilakukan secara vertikal rantai nilai dan horizontal kelembagaan pada berbagai level sesuai kebutuhan, ketersediaan teknologi, SDM dan pasar.
2 Model ini dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh pemangku kepentingan
stakeholder maupun pemilik modal shareholder. 3
Model ini mengintegrasikan unit kegiatan usaha berikut sumber dana yang bersifat mandiri self finance dalam konteks pemberdayaan petani karet
secara kolektif. 4
Model ini dapat juga mengadopsi konsep pengembangan wilayah sehingga dapat dikombinasikan dengan model-model pengembangan berbasis wilayah
seperti agroforestri, agropolitan, agroestat, agrowisata dan klaster. 5
Keterlibatan pemerintah daerah sebagai pemilik modal atau pelaku usaha lebih menjamin bahwa pola kemitraan sebagai salah satu elemen integrasi dapat
berjalan sesuai aturan main. Model ini melengkapi konsep aliansi strategis industri karet remah Haris,
2006 yang mencoba menjembatani keterpisahan spasial dan fungsional antara petani karet dan pengusaha karet remah. Model proyek kemitraan terpadu PKT
Bank Indonesia, 2003 masih tidak beranjak dari konsep plasma-inti yang mengharuskan adanya avalis penjamin dan cenderung menempatkan para petani
pada posisi imperior dan di bawah tekanan. Bahkan menurut Syams 2006 bentuk kemitraan usaha yang diarahkan pemerintah berdasarkan PP No. 441997
untuk memberdayakan UKM ini tidak efektif karena UKM selalu dipandang sebagai pihak yang membutuhkan bantuan. Kondisi ini banyak dimanfaatkan oleh
pengusaha besar untuk mendapatkan berbagai fasilitas dari pemerintah dengan mengatasnamakan kemitraan. Kebaruan dan pembeda penelitian ini dibandingkan
beberapa model sebelumnya disajikan pada Tabel 8.1.
133 Tabel 8.1. Posisi penelitian yang dilakukan dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya
No. Sumber
tahun Kajian
Kelebihan Kekurangan 1
Ghandi et al. 2001
Perbandingan lima model
pengembangan agroindustri
perdesaan di India Kelebihan:
Cukup komprehensif dalam pemetaan kelebihan kekurangan masing-masing model
Kekurangan: Deskriptif tanpa rekomendasi
2 Bank
Indonesia 2003
Pola kemitraan terpadu
Kelebihan: Sebagian sudah diterapkan ada “jaminan” dana
akan dicairkan Kekurangan:
• Paradigma lama, pola inti-plasma
• Syarat ada perusahaan penjamin
• Petani selalu pada posisi lemah
3 Haris 2006
Aliansi strategis industri karet alam
Kelebihan: Menjembatani keterpisahan spasial dan fungsional
antara petani dan pabrik karet remah Kekurangan:
Mengabaikan fakta bahwa aliansi hanya bisa dilakukan jika pihak-pihak memiliki kekuatan relatif
seimbang
4 Esham 2009
Perbandingan beberapa model
kemitraan perusahaan
agribisnis di Bangladesh
Kelebihan: •
Cukup komprehensif dalam pemetaan kelebihan kekurangan masing-masing model
• Memasukkan peran pendamping dari pihak LSM
Kekurangan: •
Deskriptif tanpa rekomendasi •
Keterlibatan lembaga penelitian perguruan tinggi tidak diperhitungkan
5 Kajian ini
2012 Model integrasi
agroindustri karet alam
Kelebihan: •
Terintegrasi secara vertikal hulu-hilir dan secara horizontal kelembagaan
• Self-finance
• Melibatkan seluruh pemangku kepentingan
• Menghadirkan alternatif teori integrasi
agroindustri •
Dikombinasikan dengan model-model pengembangan berbasis wilayah
Kekurangan: •
Industri karet dibatasi pada industri karet remah
• Pemanfaatan kayu karet baru pada industri
kayu olahan dan furnitur •
Kurang menyentuh aspek lingkungan
134 Seperti dikemukakan Ghandi dan Jain 2011, faktor kunci sukses model
pengembangan agroindustri harus memenuhi syarat: 1
Menciptakan insentif bagi petani untuk memproduk bahan baku sesuai kualitas dan kuantitas yang dibutuhkan, dan memasok produk sesuai
ketetapan kontrak. 2
Menyediakan input dan teknologi pertanian yang dibutuhkan dan memastikan siapa yang menanggung biaya dan risiko.
3 Mampu mengakses teknologi pengolahan berkualitas tinggi
4 Memperhatikan perubahan permintaan pelanggan melalui pasar cerdas yang
efektif. 5
Menarik modal investasi. 6
Memperhatikan isu-isu pemilikan, organisasi, manajemen dan kendali mutu. Menurut ADB 2010 sukses kemitraan agroindustri harus didukung oleh:
1 Riset yang kuat di sektor pertanian dan dukungan teknologi untuk
agroindustri. 2
Mendorong investasi oleh sektor swasta 3
Dukungan dan fasilitasi terhadap pengembangan agroindustri 4
Peningkatan kemitraan 5
Pengembangan institusi agroindustri, dan 6
Kebijakan pemerintah yang kondusif. Dengan demikian integrasi agroindustri memiliki beberapa elemen kunci
yaitu: 1 investasi, 2 insentif, 3 riset, inovasi dan teknologi, 4 kemitraan dan organisasi, 5 dukungan kebijakan, dan 6 partisipatif. Dari sini dapat dibangun
teori integrasi agroindustri secara vertikal dan horizontal dengan melibatkan berbagai pihak seperti disajikan pada Gambar 8.1.
135 Gambar 8.1. Bangunan teori integrasi agroindustri
Implementasi dukungan kebijakan pemerintah dalam bentuk fasilitasi dan insiatif digunakan untuk menerjemahkan program dan payung hukum yang pro-
poor dan pro-growth bisa dalam bentuk insentif dan subsidi. Analisis struktur kendala pengembangan Gambar 6.4 menunjukkan bahwa sub-elemen kunci
kendala pengembangan agroindustri adalah adalah kurangnya dukungan kebijakan pemerintah. Analisis struktur kelembagaan Gambar 7.3 juga memperkuat
bahwa pemerintah merupakan sub-elemen kunci kelembagaan yang paling berpengaruh. Pemerintah juga harus memberikan dukungan dan fasilitasi kepada
lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam riset dan inovasi teknologi. Kemitraan agroindustri melibatkan multi-pihak khususnya para pelaku
utama kegiatan agroindustri terkait penyediaan bahan baku, penanganan pasca panen, pengolahan hasil, distribusi, transportasi dan jasa-jasa lainnya hingga
mencapai konsumen manajemen rantai pasok. Aksi kolektif khususnya di kalangan petani diperlukan untuk mencapai efisiensi dan skala ekonomis internal.
Secara eksternal, aksi kolektif ini akan menurunkan biaya transaksi dan koordinasi. Kemitraan akan berkelanjutan jika semua pihak yang terlibat di
sepanjang rantai nilai merasa nyaman, memperoleh nilai tambah yang layak, ada
Integrasi agroindustri
Kemitraan multi-pihak •
Integrasi rantai nilai •
SCM •
Aksi kolektif •
Reduksi biaya transaksi koordinasi
PEMERINTAH •
Payung hukum •
Kebijakan pro-poor pro-growth
• Insentif subsidi
Perguruan tinggi Lembaga penelitian
• Riset
• Inovasi teknologi
• Nilai tambah
• Keunggulan
kompetitif berkelanjutan
Fasilitasi inisiatif
Dukungan fasilitasi
Manfaat ekonomi, sosial
ekologi Manfaat
ekonomi, sosial ekologi
136 keterbukaan, saling percaya dan komitmen yang kuat terhadap isi kontrak.
Keterlibatan pemerintah sebagai pelaku usaha atau penyertaan saham akan lebih menjamin pelaksanaan isi kontrak.
Fokus agroindustri adalah penciptaan nilai tambah dan dayasaing berkelanjutan. Keunggulan kompetitif adalah kemampuan untuk menghasilkan
barang atau jasa sesuai permintaan pasar dan pada saat yang sama memberikan nilai tambah dan mampu meningkatkan kesejahteraan pelakunya. Nilai tambah
dan keunggulan ini harus kembali kepada pemangku kepentingan yang dalam hal ini adalah para pelaku kemitraan, lembaga riset dan perguruan tinggi. Peran
lembaga riset dan perguruan tinggi berdasarkan analisis struktur kelembagaan bersifat linkage strong driver – strong dependence yang memiliki daya dorong
kuat dalam integrasi agroindustri. Pihak perguruan tinggi dan lembaga penelitian dapat menjadi penggerak utama model ini didasarkan pada fakta independensi,
idealisme, kompetensi dan pengamalan tridarma perguruan tinggi pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat.
137
9 SIMPULAN DAN SARAN
9.1 Simpulan