5 Pada tahun 2004 ekspor kayu gergajian dari karet mencapai RM 1,2 milyar
Lokmal et al., 2008. Efisiensi teknis industri furnitur yang didominasi UKM ini rata-rata sekitar 44,53 dan masih berpeluang untuk ditingkatkan Radam et al.
2010. Salah satu kunci sukses Malaysia dan Thailand mengembangkan industri dan ekspor berbasis kayu karet adalah kebijakan pemerintah terhadap produksi
kayu karet, termasuk dukungan finansial dan bantuan teknis terhadap industri hilir pengolahan kayu karet Shigematsu et al., 2011.
Berdasarkan kajian Bank Indonesia 2008a, karet di Kalimantan Tengah merupakan komoditas unggulan utama di sektor usaha perkebunan, bahkan
menempati peringkat teratas untuk komoditas, produk dan jasa unggulan lintas sektor. Di sektor industri, urutan lima jenis usaha yang paling potensial adalah
1 Mebel kayu, 2 Batu bata, 3 Kerajinan, 4 Anyaman rotan, dan 5 Penggergajian dan pengolahan kayu. Semua keunggulan ini bisa dibangkitkan
secara simultan dan sinergis melalui pengembangan agroindustri karet alam dan meremajakan kebun karet rakyat menggunakan klon-klon unggulan penghasil
lateks-kayu serta memanfaatkan kayu hasil peremajaan sebagai bahan baku industri penggergajian dan furnitur secara terintegrasi.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan model agroindustri karet alam terintegrasi dan berkelanjutan berbasis lateks dan kayu karet sesuai dengan
kebutuhan dan karakteristik daerah penelitian.
1.3 Manfaat Penelitian
1 Menghasilkan model pengembangan agroindustri karet alam terintegrasi baik
berbasis karet dan kayu berikut strategi pengembangannya sebagai model pengembangan alternatif.
2 Memberikan kontribusi untuk model pengembangan ekonomi lokal maupun
regional berbasis komoditas unggulan yang pada akhirnya memberikan kontribusi terhadap pengembangan ekonomi nasional.
3 Memberikan kontribusi pendekatan baru dalam pengembangan agroindustri
karet alam.
6
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
1 Kajian dilakukan di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah serta
beberapa kabupaten yang berdekatan di Propinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.
2 Pengertian terintegrasi pada kajian ini meliputi integrasi rantai nilai integrasi
vertikal, serta mengakomodasi kepentingan seluruh pemangku kepentingan, aspek pembangunan ekonomi lokal, industri, wilayah, kebijakan pemerintah
setempat serta kesesuaian dengan karakteristik dan kebutuhan daerah. 3
Para pelaku pengembangan agoindustri karet alam yang akan dilibatkan dalam kajian ini adalah pemerintah, petani karet dan para pengusaha pemilik
perkebunan swasta maupun PTPN, beberapa pabrik pengolah karet serta sentra industri mebel yang lokasinya relatif berdekatan.
4 Industri karet alam berbasis lateks pada kajian ini dibatasi pada industri karet
remah SIR 20 dan industri berbasis kayu karet adalah industri kayu olahan dan industri furnitur.
2. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI TERINTEGRASI DAN BERKELANJUTAN
2.1 Integrasi industri
Integrasi industri masuk dalam obyek kajian organisasi industri terkait dengan cara kerja pasar dan industri khususnya bagaimana cara perusahaan
bersaing satu dengan lainnya yang merupakan ranah mikroekonomi Shy, 1995. Pemahaman tentang prilaku organisasi industri ini dianggap sebagai salah satu
sumber fundamental keunggulan bersaing dalam konteks manajemen strategis Njuguna, 2009; Shiferaw et al., 2011. Suatu organisasi modern, apapun
ukurannya, membutuhkan kerjasama integratif yang menjamin keefektifan aliran data dan informasi seperti juga aliran barang. Pada skala UKM, tekanan ini terasa
lebih kuat untuk membangun sebuah solusi teknologi murah untuk pertukaran data dan informasi Auinger dan Nedbal, 2008.
Integrasi industri adalah “pengelompokan cabang-cabang industri yang berbeda dalam sebuah perusahaan yang dapat menggambarkan urutan tahap
pengolahan bahan baku atau pelengkap bagi satu sama lainnya”. Integrasi industri terbentuk dengan tiga cara: 1 kombinasi urutan tahapan pengolahan
produk, 2 penggunaan bahan mentah secara komprehensif, 3 penggunaan produk samping pengolahan oleh perusahaan lain. Integrasi dalam industri secara
langsung terkait dengan pemusatan, spesialisasi dan kerjasama dalam produksi dan mendorong peningkatan efisiensi, alokasi rasional tenaga kerja produktif dan
pengembangan kompleks industri teritorial Denisenko, 2000. Integrasi juga bisa terjadi dalam bentuk penyatuan unit-unit usaha kecil dan terpisah guna mencapai
skala operasional secara kolektif Shiferaw et al., 2011. Meningkatnya tekanan ekonomi memaksa perusahaan untuk menemukan
level baru kinerja operasional Sarkar, 2011. Tekanan ekonomi bisa bersumber dari luar seperti para pemangku kepentingan, mitra kerja pemasok, tuntutan
mutu, ketepatan waktu dan ketersediaan dari pelanggan, lingkungan bisnis, regulasi, pesaing, maupun dari internal perusahaan sendiri terkait inefisiensi,
manajemen inventori, keterbatasan teknologi dan tenaga kerja serta dis-integrasi proses seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1.
8 Gambar 2.1. Tekanan ekonomi terhadap perusahaan Sarkar, 2011
Peningkatan biaya dan friksi transaksi pada rantai pasok dapat ditekan melalui integrasi aliran informasi yang cost-effective Shavazi et al., 2009; Joshi,
2010. Integrasi permintaan ditunjukkan oleh efisiensi dalam pengiriman, dan integrasi pasokan ditunjukkan oleh pemasok yang dapat diandalkan Frohlich dan
Westbrook, 2002. Menurut Djamhari 2004 terintegrasi artinya ada keterkaitan usaha sektor hulu dan hilir integrasi vertikal secara sinergis dan produktif serta
ada keterkaitan antar wilayah, antar sektor bahkan antar komoditas. Integrasi vertikal merupakan strategi untuk menjamin kelangsungan pasokan input vital
yang menunjukkan derajat integrasi antara rantai nilai perusahaan terhadap pemasok dan distributornya, meski sulit diukur secara kuantitatif Riordan, 2005;
Clinton et al., 2008. Strategi integrasi vertikal digunakan untuk menjamin kelangsungan pasokan
input vital. Integrasi vertikal menunjukkan derajat integrasi antara rantai nilai perusahaan terhadap pemasok dan distributornya, meski sulit diukur secara
kuantitatif. Pada beberapa kasus, teori ekonomi biaya transaksi diterapkan pada integrasi hulu maupun integrasi hilir untuk menekan biaya total, meningkatkan
posisi tawar perusahaan, dan memperoleh margin dari hulu dan hilir Chen dan Chen, 2003; Altman et al., 2007; Clinton et al., 2008. Dengan demikian integrasi
9 dapat digunakan dalam pengelolaan rantai nilai dari hulu hingga hilir sesuai
dengan kebutuhan dan kemanfaatan yang dapat diperoleh. Di bidang pertanian, bentuk integrasi vertikal yang paling umum adalah sistem tani kontrak atau
contract farming Rehber, 1999; Kirsten dan Sartorius, 2002. Tani kontrak merupakan lembaga untuk mengintegrasikan petani kecil dengan pasar Costales
and Catelo, 2008. Teori ekonomi biaya transaksi sering diterapkan pada integrasi hulu
maupun integrasi hilir untuk menekan biaya total, meningkatkan posisi tawar perusahaan, sekaligus memperoleh profit margin dari hulu maupun hilir. Teori ini
memberikan titik awal yang baik untuk analisis penjelasan mengapa tugas tertentu ditangani oleh perusahaan dan tugas lainnya oleh pasar. Biaya transaksi dibagi
menjadi biaya koordinasi dan risiko transaksi. Biaya koordinasi adalah biaya langsung keputusan integrasi di antara aktivitas ekonomi, sementara risiko
transaksi terkait dengan paparan yang dieksploitasi dalam suatu hubungan. Ketidakpastian dan asset spesifik adalah dua faktor yang meningkatkan biaya
koordinasi dan risiko transaksi Whinston, 2003; John dan Reve, 2010; Williamson, 2010; Yigitbasioglu, 2010. Meski meningkatkan efisiensi dan
dayasaing secara signifikan, strategi integrasi vertikal memunculkan perdebatan terkait kebijakan anti monopoli dan regulasi industri di era 1960an – 1970an
Church, 2006; Hovenkamp, 2009; Shapiro, 2010; Owen, 2011. Pengalaman beberapa tahun di Indonesia, integrasi vertikal pada industri sawit dan kertas
justru terperangkap pada praktek konglomerasi. Di Indonesia ada UU No. 51999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Integrasi industri dalam konteks lokasi atau distrik industri telah berkembang sejak abad ke-19 dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi.
Alfred Marshall dalam buku Principles of Economics tahun 1890 memperkenalkan konsep agglomerasi ekonomi guna menghemat biaya
transportasi karena kedekatan pada pemasok maupun konsumen, menyatukan pasar pekerja, serta memanfaatkan keunggulan komparatif Bekele dan Jackson,
2006. Aglomerasi memainkan peran penting dalam integrasi vertikal ketika dikombinasikan dengan teknologi, dan pilihan integrasi vertikal dipengaruhi oleh
kekuatan aglomerasi Cainelli dan Iacobucci, 2009; Acemoglu et al., 2010.
10 Kedekatan industri-industri secara geografis merupakan alternatif integrasi
vertikal Vial dan Suescun, 2010. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa integrasi industri dapat terjadi
secara vertikal dan horizontal. Integrasi vertikal umumnya terjadi pada integrasi rantai pasok, dimana di sini terdapat integrasi internal dan eksternal. Integrasi
horizontal terjadi antar perusahaan pada level kegiatan yang sama meski tidak sebanyak integrasi vertikal. Integrasi dapat berbentuk aglomerasi dimana dua
atau lebih perusahaan dari industri sejenis saling berdekatan pada kawasan tertentu. Integrasi juga terjadi pada pelaku sepanjang rantai nilai dalam bentuk
kemitraan dan aksi kolektif untuk mencapai skala operasional ekonomis yang semuanya bertujuan meningkatkan efisiensi, memenangkan persaingan,
penghematan dan peningkatan keuntungan.
2.2 Integrasi manajemen rantai pasok