Penentuan pola kemitraan Model pengembangan agroindustri karet alam terintegrasi

90 dalam rantai pasok jika mereka juga terikat pada prinsip-prinsip keberlanjutan dan secara aktif bekerja sama dengan pemain lainnya Castaldo et al., 2008. Fair trade adalah kemitraan dagang berbasis dialog, transparansi dan menghargai keadilan dalam perdagangan internasional yang berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan dengan menawarkan kondisi perdagangan yang lebih baik, menjaga hak para produser dan pekerja marjinal khususnya di Selatan WFTO, 2009. c. Pemangku kepentingan Berdasarkan hasil pembobotan, tingkat kepentingan para pemangku kepentingan Tabel 6.4 dalam kegiatan ini adalah industri karet 0,247, lembaga dana 0,220, petani karet 0,133, pemerintah daerah 0,130. Dalam konteks kajian rantai pasok dan rantai nilai agroindustri, di sini terdapat kaitan kuat antara pemasok bahan baku petani, pengolahan dan pemasaran industri karet serta regulator pemerintah didukung oleh lembaga dana. Sinergi para shareholder ini mampu mengatasi berbagai kendala pengembangan untuk mencapai prioritas tujuan: kelangsungan usaha, kontinyuitas bahan baku, kepastian harga dan kualitas bahan baku serta nilai tambah yang layak Tabel 6.3, demikian juga faktor pasar, kebijakan, modal dan bahan baku Tabel 6.2. Pengaruh antar pelaku dibahas lebih rinci pada analisis dan struktur kelembagaan sub-bab 7.4.

6.1. Penentuan pola kemitraan

Empat sub-elemen tujuan dengan skor tertinggi digunakan untuk menentukan alternatif pola kemitraan. Untuk faktor-faktor pengembangan tidak diambil dari urutan bobot kepentingan, melainkan berdasarkan relevansi faktor- faktor dengan pola kemitraan. Faktor-faktor dan tujuan yang dipilih disusun ulang untuk diberi bobot ulang berdasarkan agregasi pendapat tiga orang pakar menggunakan teknik AHP seperti disajikan pada Gambar 6.3 dengan urutan alternatif contract farming, aliansi strategis dan inti-plasma. Dengan demikian, maka pola integrasi kemitraan yang dipilih dalam kegiatan ini adalah contract farming atau kontrak tani. Contract farming CF adalah kesepakatan petani dan perusahaan pengolah danatau pemasaran untuk menghasilkan dan memasok produk pertanian berdasarkan kesepakatan, waktu dan harga yang telah ditentukan sebelumnya. CF 91 memiliki keunggulan seperti efisiensi pengumpulan dan pengangkutan hasil, harga relatif stabil, mampu mendorong petani untuk menghasilkan produk berkualitas, memudahkan petani mendapat fasilitas kredit, serta menjamin kontinuitas pasokan bagi perusahaan mitra. Di China, bentuk CF yang lazim diterapkan adalah multipartite model yang melibatkan pihak pemerintah, swasta dan petani Eaton and Shepherd, 2001; Bijman, 2008; Saptana et al., 2009. CF merupakan lembaga untuk mengintegrasikan petani kecil dengan pasar Costales and Catelo, 2008. Gambar 6.3. Pemilihan alternatif pola kemitraan Menurut Eaton dan Shepherd 2001 ada lima macam model kemitraan kontrak tani yaitu: terpusat centralized, inti-plasma, multipartite, informal dan intermediary dengan karakteristik seperti disajikan dalam Tabel 6.6. Dalam kajian ini, istilah kontrak tani dimaksud adalah model multipartite yang melibatkan pihak pemerintah, swasta, pemilik lahan dan koperasi seperti juga yang banyak diterapkan di China. Penggunaan istilah inti-plasma dalam kajian ini hanya untuk mempermudah para pakar untuk memahami konteks masalah dan membandingkannya dengan model inti-plasma perkebunan sawit yang ada di lokasi. SDM 0,487 Teknologi 0,118 Modal 0,118 Sosial-budaya 0,276 Fokus: Alternatif kemitraan Kelangsungan usaha 0,463 Kontinuitas bahan baku 0,258 Pembagian nilai tambah 0,155 Kepastian harga kualitas 0,122 Kontrak tani 0,384 Aliansi strategis 0,333 Inti-plasma 0,283 Faktor Alternatif Tujuan 92 Tabel 6.6. Model-model kontrak tani Model Struktur Sponsor Karakteristik Umum Centralized • Sektor perusahaan swasta • Lembaga pembangunan pemerintah CF langsung. Populer di banyak negara berkembang untuk tanaman bernilai tinggi. Komitmen menyediakan material dan input manajemen kepada para petani. Nucleus state • Lembaga pembangunan pemerintah • Perkebunan negaraswasta • Sektor perusahaan swasta CF langsung. Direkomendasikan untuk tanaman keras seperti sawit dimana transfer teknis melalui percontohan diperlukan.Populer untuk skema pemukimantransmigrasi. Komitmen menyediakan material dan input manajemen kepada para petani. Multipartite • Lembaga pemerintah • Otoritas pemasaran negara • Sektor perusahaan swasta • Pemilik lahan • Koperasi petani Umumnya berbentuk usaha patungan joint venture. Jika tidak ada koordinasi yang baik antar sponsor akan mengalami kesulitan manajemen internal. Biasanya komitmen kontrak menyediakan material dan input manajemen kepada para petani. Informal • Pelaku wirausaha • Usaha kecil • Koperasi petani Bukan usaha tani langsung. Umumnya untuk tanaman berusia pendek seperti sayuran segar ke pedagang besar atau super market. Pengolahan minimal dan sedikit input untuk petani. Kontrak informal berbasis verbal. Waktunya singkat Intermediary tripartite • Sektor perusahaan swasta • Lembaga pembangunan pemerintah Sponsor biasanya dari sektor swasta. Sponsor mengendalikan input material dan teknis secara luas. Pada saat itu sponsor tidak sadar ketika terjadi praktek illegal oleh perusahan pertanian berskala besar. Dapat menimbulkan konsekuensi negatif. Sumber: Eaton dan Shepherd 2001 93 Meski banyak kelebihan, kemitraan dengan pola kontrak tani juga memiliki sejumlah kekurangan yang harus dicermati dan diwaspadai. Pada Tabel 6.7 disajikan beberapa kelebihan dan kekurangan kontrak tani. Beberapa masalah yang potensial dan sering muncul adalah inkonsistensi dari kedua belah pihak seperti petani menjual produk ke pihak ketiga karena tergiur oleh harga yang lebih tinggi dan perusahaan tidak transparan dalam mekanisme penentuan harga. Karena itu para petani perlu didampingi oleh pendamping kelompok tani serta intervensi dari pihak pemerintah atau penyertaan modal dari pemerintah daerah untuk menjamin bahwa isi kontrak dilaksanakan sesuai aturan main. Tabel 6.7. Kelebihan dan kekurangan kontrak tani Bagi Petani Bagi Perusahaan K e le b ih a n 1. Peningkatan akses pasar 2. Reduksi risiko produksi 3. Penyediaan input dan bantuan teknis oleh kontraktor guna meningkatkan kemampuan produksi dan manajemen 4. Kemudahan akses kredit dengan jaminan 5. Pendapatan lebih stabil 6. Residu dan hasil samping hasil kontrak masih bisa digunakan 1. Reduksi biaya transaksi 2. Reduksi biaya koordinasi 3. Memperoleh produk yang seragam 4. Jaminan ketersediaan pasokan 5. Biaya output lebih rendah 6. Akses teradap kredit dan subsidi 7. Fasilitas akses terhadap lahan 8. Reduksi biaya input per unit 9. Reduksi biaya tenaga kerja K e ku ra n g a n 1. Kontraktor ingkar janji 2. Kontraktor cenderung tdk transparan dalam mekanisme penentuan harga kontrak 3. Petani kehilangan fleksibilitas 4. Kontraktor dapat mempengaruhi harga terkait volatilitas pasar 5. Risiko tanaman monokultur terhadap serangan penyakit, hama dan gembalaan 6. Risiko terjerat hutang krn kemudahan akses 7. Ketergantungan terhadap input dan teknologi pihak kontraktor 8. Gangguan sosio-kultural 1. Sulit keluar dari kontrak ketika dihadapkan pada kondisi pasar yang lebih mudah diakses 2. Mungkin mengalami biaya transaksi tinggi jika berhadapan dengan banyak petani 3. Penyelewengan penggunaan input oleh petani, misalnya dengan menjual ke pihak lain 4. Biaya jasa pendukung internal 5. Kehilangan fleksibilitas untuk mencari alternatif pemasok 6. Risiko konflik yang dapat mengikis kredibilitas perusahaan Sumber: Eaton dan Sheperd 2001, da Silva 2005, dan Bijman 2008. Pemerintah menurut Bijman 2008 dapat memainkan peran penting ketika CF macet dengan beberapa aksi: 1 regulasi pasar untuk mencegah kontraktor 94 menyalahgunakan kekuatan pasar yang dimiliki; 2 memfasilitasi proses kontrak dengan mendorong perusahaan memulai kontrak baru dan pengkondisian kepada para petani agar siap memasuki kontrak, memberikan informasi yang jelas tentang untung-rugi serta konsekuensi skema CF; 3 menyediakan informasi pasar dan harga komoditas; 4 subsidi langsung kepada petani.

6.5 Struktur Kendala Pengembangan