Aspek keberlanjutan Model pengembangan agroindustri karet alam terintegrasi

14 pasar pabrik pengolahan pangan di pasar produk akhir. Justru struktur pasar dan koordinasi yang secara signifikan mempengaruhi kekuatan pasar industri pangan. Efeknya akan berbeda jika yang diterapkan adalah hubungan vertikal semisal kontrak atau kemitraan. Kendala penerapan SCM adalah masalah kemitraan dengan pemasok, kurang pengalaman, kurang komitmen manajemen, kurang pemahaman tentang SCM, dukungan teknologi dan kepuasan konsumen. Di level UKM, kendala penerapan SCM adalah kurangnya ketrampilan, pengetahuan, posisi tawar, infrastruktur dan kepercayaan Rahman et al., 2008. Fawcet et al. 2008 menyatakan faktor manusiawi merupakan faktor kunci keberhasilan kolaborasi dalam SCM. Isu-isu seperti budaya, kurangnya kepercayaan, keengganan berubah, dan kurangnya kemauan bekerja sama justru lebih krusial sebagai kendala penerapan dan perlu mendapat perhatian lebih ketimbang sekedar fokus pada masalah teknologi, informasi dan sistem pengukuran kinerja.

2.3 Aspek keberlanjutan

Dalam sejumlah literatur, kajian keberlanjutan meliputi pembangunan, manusia, sosial, ekologis, lingkungan, dan perusahaan yang dikaitkan dengan tanggung jawab sosial perusahaan CSR Maloni dan Brown, 2006; Stubbs dan Cocklin, 2008. Dahlsrud 2006 meneliti setidaknya ada 37 definisi CSR yang mencakup lima dimensi: lingkungan, sosial, ekonomi, stakeholder dan sukarela voluntariness. Rahman 2011 mengkaji 10 dimensi dari sejumlah definisi CSR sejak 1953 – 2009 menyimpulkan bahwa dimensi CSR meliputi: kewajiban terhadap masyarakat, keterlibatan stakeholder, peningkatan kualitas hidup, praktek bisnis etis, taat hukum, sukarela, hak asasi manusia, perlindungan lingkungan serta transparansi dan akuntabilitas. Namun secara umum indikator keberlanjutan yang dipakai adalah dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan yang dikenal dengan istilah triple bottom line Fauzi et al., 2010. Viabilitas dan dayasaing jangka panjang perusahaan tidak semata-mata diukur dari aspek finansial, melainkan juga evaluasi aspek keberlanjutan terkait isu lingkungan, sosial dan kinerja ekonomi Croom et al., 2009; Yakovleva et al., 2010; Cetinkaya, 2011; Cuthbertson, 2011; Marrone et al., 2011. Stubbs dan Cocklin 2008 dalam kajian konseptualiasi “Sustainability Business Model” 15 SBM menyatakan bahwa perusahaan yang mengadopsi SBM harus mengembangkan kapabilitas struktur dan kultur internal untuk mencapai firm- level sustainability dan berkolaborasi dengan stakeholder kunci guna mencapai system sustainability dimana perusahaan merupakan bagian dari sistem tersebut. Pertumbuhan berkelanjutan jangka panjang agro-industrialisasi ditentukan oleh pasar yang kuat dan peluang ekonomi yang terletak berdekatan dengan pasokan bahan baku yang melimpah. Faktor-faktor ini lebih penting daripada ketersediaan tenaga kerja murah, dan merupakan basis utama pengembangan agroindustri di suatu wilayah. Sejumlah negara industri baru di Asia Timur memindahkan lokasi industrinya ke Asia Tenggara bukan hanya karena tenaga kerja yang lebih murah, namun lebih karena keterbatasan bahan baku yang dimiliki Hicks, 2007. World Commission on Environment and Development WCED tahun 1987 mendefinisikan pembangunan berkelanjutan adalah “development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs” Plummer, 2005. Konsep sustainable development menggabungkan dua tujuan penting: 1 memastikan hidup yang layak, aman dan sejahtera bagi semua manusia sebagai tujuan pembangunan, dan 2 untuk hidup dan bekerja dengan kesesuaian batas bio-fisik lingkungan, sebagai tujuan dari kelestarian Ciegis dan Štreimikien, 2005; Ciegis et al., 2009. Menurut Plumer 2005 pemberdayaan masyarakat merupakan ide sentral pembangunan berkelanjutan. Pemberdayaan berkontribusi terhadap keberhasilan sumber daya alam atau program manajemen ekosistem karena melibatkan prinsip- prinsip good government, pembuatan keputusan kolektif dan partisipasi masyarakat. Jadi poin penting dalam pembangunan berkelanjutan adalah 1 sesuai untuk kebutuhan sekarang, 2 tidak mengganggu kebutuhan generasi mendatang, 3 jangka panjang, 4 tidak menganggu keseimbangan lingkungan dan 5 berorientasi pada kesejahteraan jangka panjang. Pembangunan berkelanjutan juga harus mempertimbangkan, pengetahuan dan nilai-nilai lokal yang berlaku. Kebijakan pembangunan yang mengabaikan aspek lokal telah memunculkan masalah sosial, budaya dan lingkungan. Pertumbuhan populasi yang tidak seimbang, pemanfaatan sumberdaya alam yang 16 tidak efisien, distribusi sumberdaya, barang dan jasa yang tidak merata membuat resah dan konflik sosial Abedi dan Baragheh, 2011. Pengetahuan lokal yang bersifat aksesibel, berguna, murah, holistik dan verbal. selain selaras juga memiliki fitur yang melengkapi pengetahuan formal. Arjmandi et al., 2011. Dalam Convention of Biological Diversity disebutkan bahwa pengelolaan keragaman hayati tertentu harus memastikan pembagian manfaat yang adil dan patut dengan melibatkan komunitas asli dan lokal Holopainen and Wit, 2008. Maraknya kerusakan lingkungan dan hutan akibat ekspoitasi hutan dan ekstensifikasi pertanian mendorong lahirnya konsep agroforestry system Nair, 1989 atau sistem wanatani yang sudah berkembang selama 25 tahun Ellis et al., 2010. Sistem ini banyak dianjurkan untuk pengelolaan hutan dan tanaman perkebunan berkelanjutan dengan input rendah Nair, 2007; Tata et al., 2008; Jose 2009, serta berbagai fungsi baik untuk agrowisata Barbieri dan Valdivia, 2010, serta penyediaan karbon Nair et al., 2009. Istilah agroforestry secara umum terkait konsep multifungsi pada level pohon, lahan, pertanian danatau landscape, termasuk zona transisi menuju pertanian berbasis tanaman pangan, sistem produksi tanaman keras intensif, serta pengelolaan tanaman keras dan hutan alam secara ekstensif van Noordwijk et al., 2003, namun agroforestry lebih dekat kepada pertanian ketimbang kehutanan Torquebiau, 2000. Agroforestry merupakan konsep penggunaan lahan terintegrasi yang memadukan elemen pertanian dan kehutanan dalam suatu sistem produksi berkelanjutan dengan mendorong fungsi keragaman hayati yang seimbang antara produktivitas dan perlindungan lingkungan Smith , 2010. Salah satu bentuknya adalah rubber agroforestry system atau sistem wanatani karet. Sistem ini dipandang lebih sesuai di Indonesia karena umumnya kebun karet rakyat lebih menyerupai “hutan karet”. Keuntungan bentuk hutan karet ini adalah penghematan biaya dan tenaga kerja pemeliharaan sebelum sadap, diversifikasi pendapatan melalui rotan, buah-buahan, kayu serta produk bukan kayu dalam sistem agroforestri Penot, 2004. Hutan karet memiliki fungsi ganda seperti sumber pendapatan utama petani karet, menjaga keragaman hayati hutan, penyediaan karbon serta konservasi tanah dan air Wibawa et al., 2006. 17 Terdapat tiga sistem wanatani karet atau rubber agroforestry system RAS yang dapat diterapkan pada kondisi petani dan lahan yang berbeda Budi et al., 2008, yaitu: 1. RAS-1, sistem wanatani karet ekstensif yang pengelolaannya setara dengan hutan karet rakyat, dimana karet asalan diganti dengan karet klonal yang mampu tumbuh dan beradaptasi dengan baik pada lingkungan yang menyerupai hutan sekunder seperti pada sistem wanatani. 2. RAS-2, sistem wanatani kompleks dengan pengelolaan cenderung intensif, dimana karet klonal ditanam secara tumpangsari dengan tanaman pangan, buah-buahan dan tanaman penghasil kayu, rotan atau resin. 3. RAS-3, sistem wanatani kompleks yang dibangun untuk merehabilitasi lahan alang-alang dengan penanaman karet bersama dengan jenis tanaman lain yang cepat tumbuh dan mampu menghambat pertumbuhan alang-alang.

2.4 Aspek lokasi dalam integrasi industri