105
7 MODEL AGROINDUSTRI TERINTEGRASI
Seperti ditunjukkan pada analisis persaingan, semua unit usaha selain usaha tani karet rakyat, menunjukkan tingkat persaingan yang tinggi bahkan untuk
industri furnitur intensitas persaingan mendekati sangat tinggi. Selain pertimbangan efisiensi, integrasi merupakan salah satu upaya dan strategi untuk
memenangkan persaingan Riordan, 2005. Integrasi dapat dilakukan dalam bentuk integrasi ke sumber bahan baku integrasi hulu maupun ke hilir pasar,
serta pemusatan lokasi industri aglomerasi untuk menyatukan sumberdaya dan pangsa tenaga kerja. Untuk mencapai skala operasi ekonomi maka para petani
harus melakukan aksi kolektif dalam bentuk kelembagaan koperasi atau kelompok petani karet. Pada kajian ini, model agroindustri terintegrasi dirancang menjadi
beberapa level unit usaha dan dibandingkan dengan jika masing-masing unit beroperasi secara terpisah. Analisis kelayakan integrasi dilakukan pada unit-unit
usaha sebagai berikut: 1.
Integrasi dengan pola kontrak tani contract farming antara industri karet remah dengan kelompok tani.
2. Integrasi industri kayu gergajian dengan kegiatan peremajaan
3. Integrasi industri furnitur dengan industri kayu gergajian
4. Integrasi industri furnitur, industri kayu gergajian dan peremajaan
5. Integrasi seluruh unit usaha
7.1 Integrasi industri karet remah dan kebun karet rakyat
Berdasarkan analisis AHP Gambar 6.3 halaman 91, pola kemitraan antara petani karet dan pabrik karet remah berbentuk Contract Farming CF. CF adalah
kesepakatan para petani dan perusahaan pengolahan danatau pemasaran untuk menghasilkan dan memasok produk pertanian berdasarkan kesepakatan, waktu
dan harga yang telah ditentukan sebelumnya. Contract farming memiliki keunggulan seperti efisiensi pengumpulan dan pengangkutan hasil, harga relatif
stabil, mampu mendorong petani untuk menghasilkan produk berkualitas, memudahkan petani mendapat fasilitas kredit, serta menjamin kontinuitas pasokan
bagi perusahaan mitra Eaton and Shepherd, 2001; Saptana et al., 2009. CF dan integrasi vertikal dalam dunia pertanian merupakan bentuk perubahan yang
106 terpenting James et al., 2007. CF merupakan salah satu bentuk integrasi vertikal
yang paling umum di berbagai negara di belahan dunia Rehber, 1998; Kirsten dan Sartorius, 2002.
Pengalaman di Thailand Sriboonchitta and Wiboonpoongse, 2008 menunjukkan bahwa berbagai bentuk kemitraan CF yang diterapkan memberikan
keuntungan pada kedua belah pihak menjanjikan sekali bagi pengembangan agroindustri. Setboonsarng et al. 2006 juga melaporkan bahwa CF dapat
menjadi mekanisme kelembagaan yang efektif untuk mereduksi biaya transaksi yang dihadapi oleh para petani kecil, termasuk petani padi, meningkatkan
keuntungan yang signifikan dibandingkan petani non-kontrak serta mereduksi kemiskinan perdesaan. Kajian Miyata et al. 2009 di China juga menunjukkan
bahwa CF membantu meningkatkan pendapatan para petani. Kajian Stessens et al. 2004 di sejumlah negara-negara berkembang di
Afrika, Amerika Latin dan Asia yang melibatkan lebih dari 70 koperasi menunjukkan bahwa kemitraan CF dalam agroindustri dan agribisnis lebih efisien
dan mampu menciptakan perdagangan yang adil jika dilakukan melalui koperasi petani
yang kuat
didukung oleh
advokasi, inovasi,
pelatihan dan
pengorganisasian, dimana koperasi dapat berperan sebagai kontraktor dan penyedia jasa.
Berdasarkan hasil wawancara dan pertimbangan para pakar maka pabrik karet remah dirancang beroperasi pada skala menengah dengan kapasitas 18.000
ton SIR 20 per tahun atau 60 ton per hari, sama dengan kapasitas pabrik karet di PTPN XIII. Hal ini juga mempertimbangkan untuk mencegah persaingan ketat
memperoleh bahan baku karet. Beberapa asumsi yang digunakan dalam analisis kelayakan investasi adalah asumsi sebagai berikut:
1 Umur proyek adalah 15 tahun
2 Kapasitas produksi pada tahun pertama adalah 75, tiga bulan adalah masa
konstruksi. Tahun ke-2 hingga tahun ke-15 beroperasi dengan kapasitas penuh.
3 Hari kerja adalah 25 hari per bulan atau 300 hari per tahun
4 Perhitungan finansial dihitung dengan mata uang rupiah dengan nilai tukar
terhadap dolar Amerika adalah Rp. 8.500dolar
107 5
Debt Equity Ratio DER adalah 30 : 70 dengan tingkat bunga 16. 6
Harga jual FOB SIR 20 diasumsikan 3,0 dolar ASkg Rp. 25.500kg dan harga bokar di tingkat petani adalah 80 dari harga FOB atau Rp. 24.400kg.
Catatan: harga TSR20 pada tanggal 13 Januari 2011 adalah 5,31 USDkg ≈
Rp. 45.135kg. 7
http:www.rubbermarketnews.net201101rubber-price-jan-13-2011.html. 8
Pajak penghasilan dihitung berdasarkan UU 101994 tentang pajak penghasilan
9 Nilai penyusutan dihitung dengan metode garis lurus.
Total investasi, biaya operasional dan perhitungan yang diperlukan disajikan pada Lampiran 12 – Lampiran 22. Biaya investasi yang diperlukan
adalah Rp. 19.296.412.500 dan biaya modal kerja Rp. 99.439.627.300 atau total sebesar Rp. 118.736.039.800. Hasil kelayakan investasi adalah sebagai berikut:
Akumulasi kas bersih tahun ke-15 :
Rp. 646.351.562.934 Laba penjualan per tahun
: Rp. 45.592.946.163
IRR :
30,6 Payback Period
: 3 tahun 3 bulan
Net BC pada DF 16 :
1,86 NPV pada DF 16
: Rp. 102.150.004.116
Profitabilitas rata-rata :
12,17 Dengan pola contract farming, dari sisi petani harga bokar per kilogram
akan disesuaikan dengan harga standar FOB SIR 20, yaitu 80 x 3 USD x Rp. 8.500 = Rp. 24.400kg karet kering, naik sebesar Rp. 5.400kg 36. Petani
wajib menyerahkan bokar dengan spesifikasi sesuai SNI Tabel 6.5 halaman 86 kepada pihak pabrik karet pada waktu yang ditetapkan. Di sini terjadi kenaikan
biaya pengolahan dari Rp. 2.040kg menjadi Rp. 3.020kg atau selisih positif Rp. 4.380kg. Dengan pola ini, terjadi kenaikan indikator kelayakan yang signifikan
pada unit usaha kebun karet dengan nilai NPV Rp. 54.240.000 11.426.000, IRR 41,4 19, BC 2,04 1,65 dan PBP 2,8 4,5. Angka dalam kurung
menunjukkan indikator kelayakan sebelum contract farming. Manfaat lain sistem kontrak ini bagi para petani atau kelompok tani seperti
dinyatakan Saptana et al. 2006 adalah mengurangi persaingan antar sesama petani, berpeluang mengadopsi teknologi baru, kemudahan dalam modal, peluang
108 meningkatkan kemampuan manajemen, adanya jaminan pasar dan kepastian
harga, pengetahuan tentang pengolahan komoditas yang sesuai permintaan pasar baik dari segi produk, volume, mutu, serta mengatasi kendala akses pasar dan
permodalan. Dari sisi perusahaan, menurut Utomo et al. 2008 pengolahan bahan baku
bokar menerapkan konsep produksi bersih, menghasilkan penghematan air 18,5 m3ton karet kering atau setara Rp. 5.490ton karet kering, mesin hammer mills
untuk tahap pembersihan tidak diperlukan sehingga menghemat Rp. 7.910ton karet kering, tidak diperlukan waktu gantung 14 hari sehingga kerugian Rp. 70kg
bokar dapat dihindari. Dengan kapasitas produksi 18.000 tontahun, pihak pabrik menghemat setidaknya Rp. 240 jutatahun sehingga terjadi peningkatan indikator
kelayakan NPV Rp. 92,6 M 91,2 M, IRR 28,8 28,6, Net BC 2,80 2,75 dan PBP 3,4 3,4 tahun dengan periode usaha 15 tahun.
Semua indikator di atas menunjukkan bahwa proyek pendirian pabrik karet maupun usaha furnitur berbasis kayu karet layak dioperasikan. Analisis
sensitivitas terhadap beberapa variabel penting untuk pabrik karet pada Tabel 7.1 menunjukkan bahwa kelayakan finansial proyek cukup aman terhadap penurunan
harga jual 45, diikuti kenaikan harga bahan bakar 25. Titik impas diperoleh jika terjadi penurunan harga jual 45 diikuti kenaikan harga bahan bakar 25
dan kenaikan TDL 30 atau penurunan harga jual hingga 48,2 yang menghasilkan NPV = 0. Jika harga beli bahan baku bokar adalah 85 dari FOB
SIR 20 maka diperoleh indikator kelayakan NPV Rp. 9.9 milyar, IRR 17,4, Net BC 1,08 dan PBP 6 tahun. Artinya kegiatan masih layak dijalankan, namun tidak
layak ketika harga bahan baku mencapai 86 dari harga FOB. Tabel 7.1. Analisis sensitivitas agroindustri karet alam dengan pola kontrak tani
No Perubahan variabel
NPV IRR
Net BC
PBP thn
Kesimpulan 1
Harga jual turun 45 USD 1,7 kg positif 17,5
1,09 6,1
Layak 2
Harga jual turun 45 USD 1,7kg dan harga bahan bakar naik 25 Rp. 6.000lt
positif 16,
7 1,04
6,3 Layak
3 Harga jual turun 45 USD 1,7kg dan harga
bahan bakar naik 25 Rp. 6.000lt, TDL naik 30 Rp 700kwh
16,0 1
6,4 Titik impas
4 Harga jual turun 48,2 USD 1,55kg
16,0 1
6,4 Titik impas
Catatan: Penurunan harga jual diikuti oleh perubahan harga input bahan baku 80 dari FOB.
109 Kebutuhan luas lahan minimal yang layak untuk integrasi dengan pola CF
ini adalah perbandingan antara kebutuhan bokar per tahun dengan produktivitas per hektar per tahun. Dengan produktivitas rata-rata 779 kghatahun karet kering,
maka untuk kebutuhan bahan baku 18.000 tontahun setidaknya memerlukan 23.107 hektar. Kebutuhan luas lahan ini bisa diturunkan jika produktivitas lahan
bisa ditingkatkan menjadi 1 ton per tahun, maka luas lahan yang dibutuhkan akan setara dengan kebutuhan bokar per tahun, yaitu 18.000 hektar. Diperkirakan ke
depan secara umum produktivitas lahan adalah 1.000 kghatahun. Dari ketersediaan lahan dan total produksi pada Tabel 6.9 dapat dilihat bahwa
Kecamatan Teweh Tengah dengan total luas lahan 21.690 hektar dan produksi total 15.675 ton telah memenuhi 87 kebutuhan bahan baku. Dari hasil analisis
sensitivitas dimana pada saat harga jual turun hingga 40 usaha masih menunjukkan indikator kelayakan positif maka produksi 60 - 65 dari kapasitas
terpasang pada tahap awal masih layak dilakukan integrasi. Di samping kepastian pasokan bahan baku dengan jumlah dan mutu sesuai
kebutuhan, seperti dikemukakan Saptana et al. 2006 manfaat dari sistem kontrak ini bagi perusahaan antara lain; dapat menyerahkan proses produksi bahan baku
kepada para petani, tidak perlu mengeluarkan biaya investasi, bebas dari konflik pembebasan lahan, isu perburuhan dan masalah sosial lainnya, bebas dari biaya
keamanan, lebih fleksibel dalam melakukan kerjasama dibandingkan dengan perusahaan besar lain. Agar kontrak tani ini dapat berjalan, ada pra-kondisi yang
harus terpenuhi yaitu: profitabilitas bagi semua pihak yang terlibat, lingkungan fisik dan sosial yang kondusif serta dukungan pemerintah. Lingkungan fisik dan
sosial dimaksud meliputi: kesesuaian dan ketersediaan lahan berikut aturan penggunaan yang jelas, ketersediaan utilitas dan saranan komunikasi, jaminan
ketersediaan input serta pertimbangan sosial untuk mencegah konflik Eaton dan Shepherd, 2001; Tuan, 2007, Bijman, 2008.
CF akan berjalan dengan baik jika semua pihak-pihak yang terlibat merasa nyaman dan lebih baik berada dalam ikatan kontrak daripada keluar dari kontrak.
Beberapa faktor sukses kritis dalam CF menurut Birthal 2007 adalah: 1 profit lebih tinggi, 2 biaya transaksi dan pemasaran lebih rendah, 3 reduksi resiko, 4
harga bersaing, 5 ikatan kemitraan melalui faktor-faktor non-harga, 6 pembagian
110 risiko pasokan melalui kontrak dengan produsen kecil, dan 7 komitmen jangka
panjang dan saling percaya. Selain faktor-faktor intrinsik di atas kebijakan pemerintah juga memainkan peran penting terhadap kinerja, pencapaian target dan
kelangsungan kontrak. Dampak negatif dari CF yang perlu diwaspadai adalah eksploitasi para
petani oleh perusahaan Singh, 2005; Tuan, 2007, Birthal, 2007. Peningkatan keterkaitan hulu-hilir atau integrasi vertikal industri hulu-hilir berbasis
perkebunan perlu dilakukan secara hati-hati, agar tidak terjebak pada kepentingan bisnis dan politik sesaat, dan terhindar dari petualang ekonomi dan politik dengan
spirit perburuan rente yang masih belum dapat tertangani dengan baik. Sejauh ini, kontrak tani dengan pola inti-plasma untuk perkebunan kelapa sawit di lokasi
tidak mengalami kendala atau konflik yang berarti karena keterbukaan informasi harga TBS yang disepakati pihak inti perusahaan, petani dan pemerintah daerah.
7.2 Integrasi agroindustri berbasis kayu karet