Integrasi industri kayu gergajian dan industri furnitur Integrasi peremajaan, industri kayu gergajian dan industri furnitur

113

a. Integrasi peremajaan dan industri kayu gergajian

Industri kayu gergajian secara parsial membutuhkan total investasi Rp. 4,78 milyar dan untuk kebutuhan bahan baku dibutuhkan dana Rp. 300.000m 3 x 33,3 m 3 hari atau sebesar Rp. 10 jutahari atau Rp. 3 milyartahun yang merupakan 76 dari total biaya operasional. Melalui integrasi kegiatan peremajaan dan industri kayu gergajian, bahan baku 10.000 m 3 tahun dapat diperoleh dari peremajaan 67 hektar 150 m 3 hatahun dengan biaya Rp. 1,81 milyar Rp. 27 jutahektar, melibatkan sekitar 34 orang petani karet asumsi petani memiliki 2 hektar lahan. Integrasi peremajaan–industri kayu gergajian menurunkan biaya investasi sebesar Rp. 906 juta untuk investasi awal dari Rp. 4,78 milyar menjadi Rp. 3,87 milyar dengan rincian biaya investasi Rp. 2,16 milyar biaya investasi dan Rp. 1,71 biaya modal. Indikator kelayakan usaha kayu gergajian menjadi: NPV Rp. 7,5 milyar, IRR 53, PBP 1,6 tahun Net BC 2,94 periode usaha 6 tahun. Rincian perhitungan terlampir pada lampiran 37 – 39. Pemilikan saham kolektif petani dalam kegiatan ini adalah Rp. 28.725.000 ha x 67 hektar x 70 = Rp. 1,35 milyar atau 28,2. Laba bersih usaha rata-rata adalah Rp. 3,7 milyartahun. Jika pembagian keuntungan disesuaikan dengan komposisi modal, maka para petani menerima sekitar Rp. 1,04 milyartahun atau rata-rata Rp. 2,6 jutabulanorang. Bagi para petani nilai ini lebih menguntungkan daripada melakukan peremajaan secara individual yang menghasilkan laba rata- rata Rp. 12.038.000 tahun. Para petani masih memiliki peluang memiliki seluruh saham secara terintegrasi karena kebutuhan biaya investasi senilai Rp. 2,16 milyar dan biaya modal selain bahan baku kayu sebesar Rp. 360 juta total Rp. 2,52 milyar dapat dipenuhi dari hasil peremajaan 88 hektar lahan 88 ha x Rp. 28,7 jutaha = Rp. 2,53 milyar. Kegiatan ini melibatkan 44 orang petani karet sehingga jumlah petani pemilik modal adalah 78 orang.

b. Integrasi industri kayu gergajian dan industri furnitur

Industri furnitur dengan kapasitas kapasitas 20 m 3 hari membutuhkan total investasi awal Rp. 5,1 milyar. Kebutuhan dana bahan baku kayu olahan Rp. 2,8 jutam 3 adalah Rp. 16,8 milyartahun yang merupakan 85 dari total biaya operasional industri furnitur sekaligus porsi biaya modal kerja awal terbesar yakni 114 Rp. 4,2 milyar 82,6 dari modal kerja. Integrasi kedua unit usaha ini memerlukan investasi Rp. 5,66 milyar dengan indikator kelayakan investasi NPV Rp. 12,2 milyar, IRR 72, Net BC 3,16 dan PBP 1,5 tahun. Kinerja indikator ini lebih baik daripada indikator kelayakan investasi furnitur secara terpisah: NPV Rp. 9,5 milyar, IRR 65, Net BC 2,87 dan PBP 1,5 tahun dengan periode usaha 6 tahun Rincian perhitungan terlampir pada Lampiran 40.

c. Integrasi peremajaan, industri kayu gergajian dan industri furnitur

Integrasi industri kayu gergajian dan industri furnitur saja membutuhkan total investasi awal sebesar Rp. 5,66 milyar. Jika diintegrasikan dari peremajaan hingga industri furnitur, maka biaya bahan baku maka dapat dihemat senilai Rp. 3 milyar per tahun untuk industri kayu gergajian atau Rp. 16,8 milyar per tahun untuk industri furnitur. Bahan baku 10.000 m 3 tahun diperoleh dari peremajaan 67 hektar dengan biaya Rp. 1,81 milyar, melibatkan sekitar 34 orang petani yang selanjutnya diproses menjadi kayu gergajian. Total investasi awal menjadi Rp. 4,76 milyar dengan rincian biaya investasi Rp 2,32 milyar dan biaya modal Rp. 2,43 milyar dimana petani memiliki saham sebesar Rp. 1,35 milyar 28,3. Rincian perhitungan disajikan pada Lampiran 41. Integrasi ini menghasilkan kelayakan investasi NPV Rp. 16,8 milyar, IRR 93, Net BC 4,5 dan PBP 1,3 tahun. Laba bersih rata-rata adalah Rp. 16,3 milyar per tahun. Kinerja indikator kelayakan lebih baik daripada integrasi industri kayu gergajian dan industri furnitur saja NPV Rp. 9,5 milyar, IRR 65, Net BC 2,87 dan PBP 1,5 tahun. Dengan komposisi pemilikan modal 28,3, maka petani memperoleh bagian Rp. 4,6 milyartahun atau Rp. 11,3 jutabulanorang. Seperti juga pada integrasi industri kayu gergajian dan peremajaan, para petani juga memiliki peluang besar untuk memiliki seluruh saham secara terintegrasi dari peremajaan hingga industri furniture. Para petani masih memiliki peluang memiliki seluruh saham secara terintegrasi karena kebutuhan biaya investasi senilai Rp. 2,32 milyar dan biaya modal bahan baku kayu sebesar Rp. 970 juta total Rp. 3,29 milyar dapat dipenuhi dari hasil peremajaan 115 hektar lahan 115 ha x Rp. 28,7 jutaha = Rp. 3,30 milyar. Kegiatan ini melibatkan 58 orang petani karet sehingga jumlah petani pemilik modal adalah 92 orang. 115 Dari hasil-hasil perhitungan di atas dapat dilihat bahwa semua level integrasi memberikan kinerja yang lebih tinggi dibandingkan unit usaha yang terfragmentasi. Semakin ke hilir dilakukan diversifikasi produk melalui proses pengolahan, indikator kelayakan semakin tinggi. Semakin tinggi intensitas integrasi, maka peningkatan indikator kelayakan juga meningkat secara signifikan yang menunjukkan bahwa nilai tambah yang diperoleh juga semakin tinggi. Hal ini tentu berimplikasi pada peningkatan nilai dan manfaat bagi semua pelaku yang terlibat dalam penciptaan rantai nilai. Dengan demikian, tujuan utama pengembangan seperti dikemukakan sebelumnya yaitu 1 kelangsungan usaha, 2 kontinuitas bahan baku, 3 kepastian harga dan kualitas bahan baku, serta 4 nilai tambah yang layak bagi para pelaku bisa dipenuhi. Petani selaku pemilik lahan secara kolektif juga dapat memberikan nilai tambah yang signifikan terhadap kayu hasil peremajaan dalam bentuk kemitraan dengan pelaku industri kayu gergajian maupun furniture ataupun menjalani usaha integrasi dari hulu hingga hilir. Secara grafis, peningkatan kinerja integrasi dapat dilihat pada Gambar 7.1 yang menunjukkan perbandingan kinerja indikator IRR, Net BC dan NPV. 116 Gambar 7.1. Peningkatan kinerja integrasi vertikal industri berbasis kayu karet 117

7.3 Integrasi agroindustri karet alam