Berfikir Sistem Model dan Simulasi

42 Pendekatan sistem memberikan gambaran yang lebih luas mengenai variabel-variabel yang harus ditangani dalam mengelola suatu sistem organisasi, tapi pendekatan sistem juga memiliki kelemahan yaitu menambah kompleksitas analisis yang kadang-kadang mengakibatkan kebingungan terutama bagi peneliti atau pemakai pemula Marimin, 2005.

3.2 Berfikir Sistem

Berfikir sistem systems thinking menurut Forrester 1994 tidak memiliki definisi ataupun penggunaan yang jelas. Istilah ini diterapkan pada bidang Soft Operation Research. Systems thinking sering juga disebut systems dynamics Forrester, 1994; Daum, 2001. Systems thinking bisa berarti pentingnya berfikir tentang sistem, bicara sistem atau pengetahuan tentang sistem Forrester, 1994. Menurut Daum 2001 systems thinking adalah suatu teknik untuk mengidentifikasi batas pertumbuhan dengan cara yang sistematis untuk mendapatkan gambaran utuh suatu sistem bisnis agar dapat membuat pilihan yang benar guna meningkatkan manfaat aktivitas inovasi. Sistem dinamis dikembangkan untuk mengkaji dan menata suatu sistem dengan umpan-balik yang kompleks dalam bisnis maupun sosial. Konsep ini dikembangkan oleh Prof. Jay W. Forrester pada awal tahun 1960-an. Perbedaan systems thinking dengan pendekatan lainnya dalam mengkaji sistem yang kompleks adalah adanya feedback loop. Menurut Muhammadi et al. 2001 syarat awal berfikir sistemik adalah ada adanya kesadaran untuk mengapresiasi dan memikirkan suatu kejadian sebagai sebuah sistem. Cara berfikir sistem, menurut Daum 2001 menghasilkan pemahaman yang lebih baik dan kadang-kadang menghasilkan solusi yang sangat berbeda dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari pendekatan tradisional analisis, khususnya jika obyek yang dikaji adalah kompleks dan dinamis atau menghadapi masalah umpan balik dari sumber lain, internal ataupun eksternal.

3.3 Model dan Simulasi

Model adalah suatu bentuk penyederhanaan suatu sistem untuk mempermudah prediksi dan kalkulasi, atau tiruan suatu gejala atau proses. Model ini dapat dikelompokkan menjadi kuantitatif matematik, statistik, komputer, 43 kualitatif gambar, diagram atau matriks hubungan antar elemen, dan ikonik tiruan dalam skala yang lebih kecil Muhammadi et al., 2001. Model menurut Thacker et al. 2004 adalah deskripsi konseptual matematisnumerik skenario fisik tertentu, termasuk geometrik, material, inisial dan batas data. Adapun simulasi merupakan peniruan perilaku gejala atau proses. Simulasi bertujuan membuat analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses tersebut di masa depan Muhammadi et al., 2001. Simulasi dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1 Penyusunan konsep; 2 Pembuatan model 3 Simulasi; 4 Validasi. Tahapan ini disajikan pada Gambar 3.3. Gambar 3.3. Tahap-tahap simulasi model Muhammadi et al., 2001 Menurut Fishwick 1995 simulasi komputer adalah disiplin rancangan model aktual maupun teoritis sistem fisik, menjalankan model pada sebuah komputer digital, dan menganalisa hasil eksekusi. Simulasi menerapkan prinsip learning by doing. Pada simulasi, terdapat tiga sub bidang utama; disain model, eksekusi model, dan analisis model. Penggunaan model simulasi untuk penyelesaian masalah dan pembuatan keputusan terus meningkat. Pengembang dan pemakai model, pembuat keputusan yang menggunakan informasi hasil pemodelan, orang-orang yang terkena dampak keputusan berbasis model, sangat perlu memastikan bahwa model berikut hasilnya adalah “benar”. Keperluan ini bisa dicapai melalui verifikasi dan validasi VV model. Selain itu ada istilah akreditasi model yang menentukan apakah model memenuhi kriteria akreditasi tertentu Sargent, 2004. Gejalaproses Model validasi simulasi Penyusunan konsep Pembuatan model 44 Verifikasi dan Validasi merupakan elemen penting dalam studi simulasi. Tanpa VV maka sebuah model simulasi tidak bermakna Robinson, 1997. Verifikasi adalah proses untuk memastikan bahwa disain model model konseptual telah ditranformasikan ke dalam model komputer dengan akurasi yang memadai; atau membuat model dengan benar. Validasi adalah proses untuk memastikan bahwa model cukup akurat sesuai tujuan rancangan; atau membuat model yang benar Sargent, 2004. Istilah akreditasi model berarti sertifikasi resmi bahwa model dapat diterima dan digunakan untuk tujuan tertentu Proses pengembangan model, verifikasi dan validasi disajikan pada Gambar 3.4. Gambar 3.4. Proses pemodelan, verifikasi dan validasi Sargent, 2004 Beberapa istilah yang perlu difahami dalam Gambar 3.4 di atas adalah: • Entitas masalah sistem: sistem nyata, gagasan, situasi, kebijakan atau fenomena yang akan dimodelkan. • Model konseptual: representasi matematislogisverbal atau tiruan sistem yang dibangun untuk kajian tertentu. • Model komputer: model konseptuan yang diimplementasikan pada komputer. • Validasi model konseptual: memastikan bahwa teori dan asumsi yang melandasi model konseptual sudah benar dan representasi model terhadap entitas masalah sudah sesuai dengan tujuan pemodelan. Entitias masalah Model komputer Model konseptual Validitas operasional Validitas model konseptual Validitas data Verifikasi model komputer Pemrograman komputer implementasi Analisis pemodelan Eksperimentasi 45 • Verifikasi model komputer: memastikan bahwa pemrograman dan implementasi komputer pada model konseptual sudah benar. • Validasi operasional: memastikan bahwa keluaran model cukup akurat sesuai dengan tujuan pemodelan. • Validasi data: memastikan bahwa kebutuhan data untuk membangun, evaluasi, pengujian dan percobaan pemodelan untuk menyelesaikan masalah sudah memadai dan benar. Thacker et al. 2004 merinci proses pengembangan model seperti disajikan pada Gambar 3.5. Gambar 3.5. Proses pengembangan model, verifikasi dan validasi Thacker et al., 2004 Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh untuk melakukan simulasi yang sahih menurut Law 2008 disajikan pada Gambar 3.6. Law 2008 merinci lebih jauh langkah-langkah yang dibutuhkan untuk dapat melakukan simulasi yang sahih dan kredibel Tabel 3.1. Realitas kebutuhan Model konseptual Validasi eksperimen Model matematika Abstraksi Pemodelan fisik Pemodelan matematika Eksperimentasi Implementasi Data eksperimental Model komputer Kuantifikasi ketidakpastian Kuantifikasi ketidakpastian Hasil eksperimental Hasil simulasi Perbandingan kuantitatif Validasi model Verifikasi kode kalkulasi Kalkulasi Pre-Test Diterima? Realitas kebutuhan berikutnya Revisi model eksperimen Kegiatan penilaian Kegiatan pemodelan, simulasi eksperimen Ya Tidak Realitas kebutuhan Model konseptual Validasi eksperimen Model matematika Abstraksi Pemodelan fisik Pemodelan matematika Eksperimentasi Implementasi Data eksperimental Model komputer Kuantifikasi ketidakpastian Kuantifikasi ketidakpastian Hasil eksperimental Hasil simulasi Perbandingan kuantitatif Validasi model Verifikasi kode kalkulasi Kalkulasi Pre-Test Diterima? Realitas kebutuhan berikutnya Revisi model eksperimen Kegiatan penilaian Kegiatan pemodelan, simulasi eksperimen Realitas kebutuhan Model konseptual Validasi eksperimen Model matematika Abstraksi Pemodelan fisik Pemodelan matematika Eksperimentasi Implementasi Data eksperimental Model komputer Kuantifikasi ketidakpastian Kuantifikasi ketidakpastian Hasil eksperimental Hasil simulasi Perbandingan kuantitatif Validasi model Verifikasi kode kalkulasi Kalkulasi Pre-Test Diterima? Realitas kebutuhan berikutnya Revisi model eksperimen Kegiatan penilaian Kegiatan pemodelan, simulasi eksperimen Kegiatan penilaian Kegiatan pemodelan, simulasi eksperimen Ya Tidak 46 Gambar 3.6. Tujuh tahap simulasi Law, 2008 Tabel 3.1. Kegiatan untuk melakukan simulasi yang sahih Kegiatan No. aplikasi 1. Memformulasi masalah dengan tepat precise 2. Melakukan wawancara dengan pakar terkait masalah 3. Berinteraksi dengan pembuat keputusan secara reguler 4. Menggunakan teknik kuantitatif untuk memvalidasi komponen simulasi 5. Mendokumentasikan model konseptual 6. Melakukan langkah terstruktur pada setiap tahap model konseptual 7. Melakukan analisis sensitivitas untuk menentukan faktor penting 8. Memvalidasi output dari keseluruhan simulasi 9. Menggunakan plot grafis dan animasi pada data keluaran simulasi 10. Menggunakan teknik statistik untuk membandingkan simulasi dan data keluaran sistem 1 1, 2 1 sd 7 2 2 3 5 5 5, 6, 7 5 Sumber: Law 2008 F o r m u la s i m a s a la h M e n g u m p u lk a n in f o r m a s i D a ta m e m b a n g u n m o d e l k o n s e p tu a l M o d e l k o n s e p tu a l v a lid ? P e m r o g r a m a n m o d e l M o d e l p r o g r a m v a lid ? M e r a n c a n g , m e la k u k a n m e n g a n a lis a p e r c o b a a n Y a Y a T id a k T id a k D o k u m e n ta s i h a s il r in g k a s s im u la s i 1 2 3 4 5 6 7 F o r m u la s i m a s a la h M e n g u m p u lk a n in f o r m a s i D a ta m e m b a n g u n m o d e l k o n s e p tu a l M o d e l k o n s e p tu a l v a lid ? P e m r o g r a m a n m o d e l M o d e l p r o g r a m v a lid ? M e r a n c a n g , m e la k u k a n m e n g a n a lis a p e r c o b a a n Y a Y a T id a k T id a k D o k u m e n ta s i h a s il r in g k a s s im u la s i 1 2 3 4 5 6 7 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Kerangka Pemikiran Meski memiliki lahan karet terluas di dunia 3,4 juta ha, produktivitas karet alam Indonesia relatif rendah, rata-rata 862 kghatahun. Lebih rendah dibandingkan produsen lain seperti Thailand, India, Vietnam dan Malaysia yang produktivitasnya rata-rata di atas 1,5 tonhatahun. Produksi pada tahun 2008 adalah 2,9 juta ton sama dengan produksi Thailand tahun 2005. Jika Indonesia bisa meningkatkan produktivitas menjadi 1.000 kghatahun saja maka Indonesia menjadi produsen karet nomor satu di dunia dengan produksi 3,4 tontahun melebihi Thailand yang telah memproduksi 3,2 ton pada tahun 2011. Menurut perkiraan IRSG International Rubber Study Group, pada tahun 2020 dengan proyeksi permintaan dunia mencapai 10,9 juta ton dengan rata-rata pertumbuhan konsumsi 9 per tahun, sehingga terjadi kekurangan pasokan karet bila produksi karet tidak mengalami pertumbuhan yang tinggi diatas 9 Parhusip, 2008; Rahman and Haris, 2010. Perkiraan kekurangan pasokan karet alam pada tahun 2020 mencapai 1,3 juta ton. Indonesia masih berpeluang meningkatkan produktivitas karena ketersediaan lahan serta kesesuaian iklim, asal didukung oleh kebijakan yang berpihak kepada para petani. Perlu insentif dan kompensasi yang layak agar petani karet bergairah meningkatkan produksi dan mutu bokar guna meningkatkan kesejahteraan para petani karet. Mengingat kualitas dan kuantitas produk sangat ditentukan oleh pasokan bahan baku, maka perlu mengaitkan faktor-faktor produksi primer dalam konteks integrasi rantai pasok bahan baku-pengolahan- pemasaran pengembangan agroindustri karet alam. Potensi kayu karet sebagai bahan baku industri sangat besar. Produk hilir berbahan baku kayu karet terbukti diterima di pasaran dunia. Ketatnya kebijakan pemerintah terhadap pemanfaatan kayu hasil hutan dan pemberantasan illegal logging menjadikan potensi kayu karet sangat menjanjikan untuk kebutuhan domestik maupun ekspor. Pemanfaatan kayu karet juga mendorong percepatan peremajaan sejumlah perkebunan karet tua dan menggantinya dengan klon-klon unggul. 48 Kemitraan berupa kontrak tani dan aksi kolektif melalui kelompok tani atau koperasi dengan intervensi pemerintah merupakan cara yang efektif untuk mengatasi kendala ini untuk akses pasar dan meningkatkan daya tawar petani dan menurunkan biaya transaksi. Kehadiran pendamping dibutuhkan untuk memberikan advokasi, pelatihan manajemen organisasi dan keuangan. Kehadiran konsultan pertanian menjadi semakin penting dalam transfer pengetahuan pertanian dan sistem informasi serta inovasi baru kepada para petani. Persoalan yang tak kalah krusial adalah besarnya volume limbah cair pengolahan lateks. Produksi karet remah menghasilkan limbah cair 150.000 m 3 hari. Untuk penerapan konsep produksi bersih cleaner production dan proses yang ramah lingkungan di kalangan para pelaku agroindustri karet alam tetap diperlukan insentif, di samping regulasi. Setidaknya pada taraf permulaan, terutama jika para pelaku adalah para petani karet. Pengembangan agroindustri di tiap daerah selalu memiliki ciri khas, baik keunggulan maupun keterbatasan. Pengembangan agroindustri baik pada skala apapun tidak bisa lepas dari pengembangan ekonomi lokal yang bercirikan endogenous development. Selain faktor-faktor ekonomi, sosial dan ekologi yang menjadi triple bottom line dimensi keberlanjutan, model pengembangan teritegrasi harus dikaitkan dengan aspek legal, sosial-budaya, ketersediaan teknologi dan SDM, kemitraan kelembagaan, dukungan lokasi geografi dan agroklimat dan tidak kalah pentingnya adalah sesuai dengan kebijakan pemerintah yang menyangkut regulasi industri dan rencana penggunaan tata ruang. Tidak semua teori, konsep dan model yang sudah ada bisa berlaku di setiap tempat dan waktu. Melengkapi model yang sudah ada, dipandang perlu adanya kajian atau model alternatif pengembangan agroindustri karet alam terpadu baik yang berbahan baku lateks maupun kayu. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 4.1. 49 Gambar 4.1. Kerangka pemikiran pengembangan agroindustri karet alam

4.2 Tahapan Penelitian