110 risiko pasokan melalui kontrak dengan produsen kecil, dan 7 komitmen jangka
panjang dan saling percaya. Selain faktor-faktor intrinsik di atas kebijakan pemerintah juga memainkan peran penting terhadap kinerja, pencapaian target dan
kelangsungan kontrak. Dampak negatif dari CF yang perlu diwaspadai adalah eksploitasi para
petani oleh perusahaan Singh, 2005; Tuan, 2007, Birthal, 2007. Peningkatan keterkaitan hulu-hilir atau integrasi vertikal industri hulu-hilir berbasis
perkebunan perlu dilakukan secara hati-hati, agar tidak terjebak pada kepentingan bisnis dan politik sesaat, dan terhindar dari petualang ekonomi dan politik dengan
spirit perburuan rente yang masih belum dapat tertangani dengan baik. Sejauh ini, kontrak tani dengan pola inti-plasma untuk perkebunan kelapa sawit di lokasi
tidak mengalami kendala atau konflik yang berarti karena keterbukaan informasi harga TBS yang disepakati pihak inti perusahaan, petani dan pemerintah daerah.
7.2 Integrasi agroindustri berbasis kayu karet
Depperin 2009 membagi industri pengolahan kayu di Indonesia menjadi kelompok industri pengolahan kayu hulu dan hilir. Kelompok industri hulu
merupakan industri pengolahan kayu primer yang mengolah kayu bulatlog menjadi bebagai bentuk sortimen kayu. Industri pengolahan kayu primer terdiri
dari: 1.
Industri penggergajian kayu saw-mill yang menghasilkan kayu utuh solid- wood dalam berbagai bentuk sortimen kayu gergajian sawn-timber.
2. Industri kayu lapis plywood-mill yang menghasilkan panel kayu lapis dan
juga block-board dengan berbagai ukuran ketebalan. 3.
Industri Papan Partikelparticle-board yang menghasilkan panel kayu hasil serpih kayu bercampur lem yang dimampatkan.
4. Industri MDF Medium Density Fibre-board yang menghasilkan panel kayu
yang merupakan campuran serat kayu dengan bahan-bahan kimia. Panel- panel kayu dimaksud biasa disebut kayu hasil industri engineered-wood.
Kelompok industri pengolahan kayu hilir terdiri dari: 1.
Industri Wood-Working, yaitu industri yang menghasilkan produk-produk kayu diantaranya dowel, moulding, pintu, jendela, wood-flooring, dan
sejenisnya.
111 2.
Industri Furnitur Kayu dan barang-barang kerajinan kayu. Usaha mebelfurnitur telah lama dikenal di Indonesia karena merupakan
budaya turun-temurun. Indonesia memproduksi mebel dari berbagai bahan baku, dimana ekspor mebel kayu merupakan komponen terbesar dengan proporsi 75,
sisanya 20 rotan dan 5 besi dan plastik. Tambunan, 2006. Kajian Murwanto 2007 menunjukkan pengolahan kayu karet gergajian menjadi kayu
olahan menghasilkan nilai tambah 28 metoda Hayami dengan faktor konversi 0,68. Input bahan baku yang digunakan adalah 10 m
3
hari seharga Rp. 1,4 jutam
3
dan harga jual produk Rp. 5,22 jutam
3
. Nominal nilai tambah yang diperoleh Rp. 1,01 jutam
3
. Hierold 2010 menyatakan bahwa nilai produk olahan kayu akan memberikan nilai tambah empat kali dibandingkan kayu log, dan 12 kali jika
dalam bentuk furnitur. Di Indonesia, investasi industri mebel hanya 3, dan 4 untuk industri
kayu gergajian dan kayu olahan. Jauh lebih kecil daripada investasi untuk industri pulp dan kertas 58, kayu lapis 12, atau HPH dan HTI masing-masing 12.
Salah satu kelemahan industri mebel Indonesia adalah karena sebagian besar beroperasi pada skala kecil dan rumah tangga karena kekurangan modal dan
bahan baku dengan efisiensi dan produktivitas rendah Tambunan, 2006. Secara nasional ekpor furnitur di Indonesia 46 – 50 berasal dari Jawa
Timur dan 31 – 35 dari Jawa Tengah Ewasechko, 2005; Fauzi et al., 2007. Salah satu kendala yang dihadapi oleh para pengusaha adalah biaya tambahan
transportasi bahan baku dari luar daerah serta biaya-biaya tambahan tidak resmi. Karena itu diperlukan peningkatan skala usaha dalam bentuk integrasi usaha dan
pelaku secara kolektif serta pemusatan industri yang mendekati bahan baku aglomerasi untuk meningkatkan efisiensi dan dayasaing dengan pertimbangan
faktor-faktor keunggulan komparatif seperti bahan baku dan transportasi yang murah, tenaga kerja dan jasa pendukung lainnya.
Kajian Beerepoot 2007 di Philipina, Scott 2008 di Thailand dan Shao et al. 2008 di China, bahwa pengembangan industri furnitur dengan pendekatan
klaster dan aglomerasi meningkatkan produktivitas, efisiensi dan dayasaing secara signifikan. Jaringan kerjasama aliansi, koalisi dan kemitraan juga faktor lokasi,
112 menurut Bullard dan West 2002 merupakan faktor esensial untuk kesuksesan
jangka panjang bagi manufakturing dan pemasaran furniture. Pada kajian ini, skenario integrasi dilakukan pada tiga level yaitu:
peremajaan – industri kayu olahan, industri kayu olahan – industri furnitur, dan integrasi total peremajaan – industri kayu olahan – industri furnitur. Dari
ketersediaan bahan baku kayu karet hasil peremajaan sebanyak 10 10.000 m
3
tahun atau 33,3 m
3
hari 1 tahun = 300 hari kerja digunakan sebagai bahan baku untuk satu unit industri pengolahan kayu karet dengan produk berupa kayu
olahan 20 m
3
hari asumsi faktor konversi 0,60. Harga jual kayu olahan Rp. 2,8 jutam
3
. Selebihnya dijual dalam bentuk kayu bulat untuk modal dan pengembalian pinjaman. Penjualan kayu log tidak akan mengalami kendala
karena 18 industri kayu lapis di Kalimantan Selatan membutuhkan bahan baku setidaknya 2 juta m
3
tahun, sementara pasokan hanya mencapai 200.000 m
3
10. Peningkatan nilai tambah dilakukan melalui proses pengolahan kayu menjadi furnitur dengan kapasitas 20 m
3
hari sesuai kapasitas pengolahan industri kayu gergajian.
Secara parsial, usaha industri kayu gergajian berkapasitas 10.000 m
3
tahun membutuhkan biaya investasi sekitar Rp. 4,78 milyar dengan rincian biaya
investasi Rp. 2,16 milyar dan biaya modal kerja tiga bulan pertama Rp. 2,62 milyar. Indikator kelayakan investasi adalah NPV Rp. 4,1 milyar pada DF 16,
IRR 43, Net BC 1,4 dan PBP 2,5 tahun dengan periode usaha 6 tahun. Rincian perhitungan terlampir pada Lampiran 23 – 28.
Industri furniture berkapasitas 20 m
3
hari membutuhkan biaya investasi sekitar Rp. 5,1 milyar dengan rincian biaya investasi Rp. 163,2 juta dan biaya
modal kerja tiga bulan pertama Rp. 4,92 milyar dimana Rp. 4,63 milyar 94 merupakan biaya bahan baku. Indikator kelayakan investasi adalah NPV Rp. 9,5
milyar, IRR 65, Net BC 2,87 dan PBP 1,5 tahun dengan periode usaha 6 tahun. Rincian perhitungan terlampir pada Lampiran 29 – 36. Hasil kajian Bank
Indonesia 2008 indikator kelayakan investasi industri furnitur dengan kapasitas 3 m
3
bulan dengan total investasi Rp. 682,7 juta biaya investasi Rp. 196,7 juta dan biaya modal Rp. 486 juta menghasilkan NPV Rp. 471 juta pada DF 15,
IRR 95, Net BC 3,50 dan PBP 2 tahun dengan periode usaha 5 tahun.
113
a. Integrasi peremajaan dan industri kayu gergajian