Manfaat Fabel untuk Pembelajaran siswa SD

Aesop. Dun 1970 dalam bukunya yang berjudul “Stories from Aesop” menyebutkan bahwa fabel Aesop adalah fabel yang ditulis oleh Aesop. Cerita fabel ini dikenal dengan fabel Aesop. Banyak yang mengira bahwa semua fabel Aesop adalah fabel yang dibuat oleh Aesop, padahal ada beberapa cerita lisan yang Aesop temukan dari pengarang yang hidup sebelum Aesop ada Putera, 2015: 42. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menduga bahwa sebelum ada Aesop cerita fabel yang diceritakan secara lisan sudah ada namun masih dalam bentuk yang terpisah-pisah sehingga masyarakat jarang mengetahui bahwa ada berbagai macam ceria fabel. Kemudian barulah berbagai macam cerita ini dikumpulkan oleh Aesop. Upaya pendokumentasian dongeng Aesop dilakukan pada tahun 300 SM, kemudian diterjemahkan ulang ke bahasa latin sekitar tahun 25 SM. Cerita fabel dari kedua koleksi ini kemudian disatukan dan diterjemahkan ulang ke bahasa Yunani sekitar tahun 230 M, baru kemudian cerita ini diterjemahkan ke beberapa bahasa lain. Hadirnya mesin cetak pada abad 14 membuat seorang pengusaha Inggris bernama William Caxton membukukan koleksi fabel Aesop pada tahun 1484 yang diberi judul Aesop‟s Fables dalam Sarumpaet, 2010: 8, 22. Pada masa sekarang banyak fabel Aesop yang digunakan dalam menyampaikan pendidikan moral di sekolah atau dalam berbagai macam hiburan, khususnya dalam drama anak-anak dan kartun.

b. Manfaat Fabel untuk Pembelajaran siswa SD

Peneliti menggunakan fabel sebagai media dalam melakukan penelitian tindakan kelas. Fabel diharapkan dapat memberikan manfaat untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA. Rahman 2014: 174-177 menguraikan sepuluh manfaat dari media pembelajaran. Sudjana dan Riva’i dalam Kustandi, 2013: 22 menyebutkan empat manfaat media pembelajaran serta Kustandi menyimpulkan manfaat media pembelajaran ke dalam empat poin. Peneliti menggabungkan poin yang sama dan memilih mana yang sesuai dengan penelitian ini. Sehingga peneliti merumuskan manfaat media pembelajaran sebagai berikut. 1 Media pembelajaran sebagai pemusat perhatian siswa perhatiannya dari awal sampai akhir pelajaran dengan penuh konsentrasi, sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. 2 Dengan adanya media, metode belajar akan lebih bervariasi. Siswa dapat merasakan lebih banyak pengalaman belajar seperti mengamati, melihat video, praktek, bermain peran, dan lain sebagainya. 3 Media dapat mengaktifkan pembelajaran. Pembelajaran yang aktif terbantuk ketika siswa dapat berinteraksi dengan guru, siswa lainnya, dan juga dengan media pembelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang berkesan bagi siswa. Dari berbagai manfaat di atas dapat simpulkan secara umum, bahwa manfaat media dalam proses pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru, siswa, dan materi sehingga pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Fabel merupakan salah satu jenis dari sastra anak selain bacaan anak usia dini, drama, puisi, komik, dan lain sebagainya. Sastra anak sendiri adalah sastra yang ditujukan untuk anak-anak dengan bimbingan dan pengarahan oleh orang dewasa atau masyarakat menurut Davis, dalam Sarumpaet 2010: 2. Penggunaan fabel dalam penelitian ini sangat mendukung kegiatan belajar yang aktif bagi siswa SD dalam pembelajaran IPA karena dapat dikombinasikan dengan kegiatan belajar yang bervariasi. Fabel juga memiliki tiga manfaat media yang mendukung dalam meningkatkan motivasi serta hasil belajar IPA. Seperti yang telah peneliti simpulkan di atas bahwa fabel adalah cerita tradisional yang bertokohkan hewan sebagai personifikasi manusia baik karakter, budi pekerti maupun persoalan yang dibahas untuk menyampaikan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya. Binatang merupakan makhluk yang ada di sekitar dan sangat familier bagi anak. Sejak kecil anak sudah dikenalkan dengan binatang entah dari lingkungan sekitar atau buku-buku bacaan untuk anak usia dini. Dengan demikian anak dapat membayangkan dan menerima cerita menggunakan daya imajinasinya. Hal ini sesuai dengan teori belajar Piaget, bahwa siswa SD berada pada tahapan operasional konkret di mana mereka membutuhkan sesuatu yang nyata dan kontekstual untuk dapat memahami suatu pengetahuan Trianto, 2009: 197. Selain membuat pelajaran lebih menarik, cerita fabel juga dapat menjadi jembatan bagi siswa untuk lebih mudah memahami materi yang bersifat abstrak. Keputusan peneliti untuk melakukan penelitian pada pembelajaran yang menggunakan cerita fabel juga diperkuat oleh salah satu penelitian di Amerika pada tahun 1980 dalam Nurgiantoro 2005: 38 mengenai anak-anak sekolah dasar yang belajar melalui seni ternyata memiliki tingkat pemahaman yang lebih tinggi pada bidang IPA, Matematika, dan Bahasa dibandingkan anak yang tidak belajar melalui seni. Selain itu, pembelajaran menggunakan media fabel merupakan hal yang baru bagi siswa. Karena fabel sudah mencakup semua manfaat manfaat media dan sudah sesuai dengan prinsip motivasi belajar, sehingga dapat disimpulkan bahwa fabel dapat digunakan sebagai media yang tepat untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Berdasarkan beberapa simpulan sebelumnya, dapat diketahui bahwa Fabel Aesop adalah cerita yang bertokohkan hewan sebagai personifikasi manusia baik karakter, budi pekerti, dan menyampaikan informasi-informasi serta pesan moral yang ditulis oleh Aesop. Tokoh binatang dalam fabel sangat familier bagi anak sehingga mereka dapat membayangkan dan menerima cerita menggunakan daya imajinasinya. Selain itu, penggunaan fabel dalam menyampaikan pembelajaran dapat membuat kegiatan belajar menjadi lebih menarik. 5. Siswa Sekolah Dasar Siswa atau murid adalah komponen terpenting dalam pengajaran. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hamalik 2007: 100 yang mengatakan bahwa tanpa adanya murid tidak akan terjadi proses pembelajaran. Siswa Sekolah Dasar adalah siswa yang memiliki kemapuan kognitif pada tahap operasional konkret. Siswa yang berada pada jenjang Sekolah Dasar umumnya memiliki usia antara 7-11 tahun. Menurut Piaget, dalam tahap ini siswa sudah mampu menyelesaikan masalah dengan menggunakan benda atau peristiwa yang konkret. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa sekolah dasar siswa adalah pemeran penting dalam pembelajaran, di mana ia sudah dapat menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan hal-hal konkret di sekitarnya. Siswa Sekolah Dasar memiliki kecenderungan belajar sebagai berikut. 1 Konkret, yakni siswa dapat belajar dari hal yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar. 2 Integratif, pada tahap ini siswa memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah konsep. Hal ini ditunjukkan dengan cara berpikir anak yang deduktif. 3 Hierarkis, yaitu siswa belajar dari hal yang sederhana ke yang lebih kompleks. Sehingga dalam pembelajaran harus memperhatikan urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi Trianto, 2009: 29; Hosnan, 2016: 133-136. Berdasarkan beberapa simpulan sebelumnya, dapat diketahui bahwa dalam penelitian ini yang merupakan subjek adalah siswa SD kelas III, yaitu siswa yang berada pada jejang pendidikan sekolah dasar yang berusia 8-9 tahun dan memiliki kemampuan kognitif pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini siswa memiliki cara belajar yang konkret, integratif, dan hierarkis.

B. Penelitian yang Relevan

Perwita Sari 2017 melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Perbedaan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD dalam Penggunaan Fabel pada Materi Penyesuaian Diri Hewan Terhadap Lingkungannya ”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen. Data pada penelitian ini diperoleh dari hasil pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu dokumentasi dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah independent t-test. Hasil analisis data menunjukkan perbedaan skor kedua kelompok yang signifikan t 5050 = 2,286 p ≤ 0,05 dan memiliki Medium effect efek sedang sebesar r = 0,3 atau setara dengan 9. Hasil analisis data kemudian dapat dikatakan bahwa ada perbedaan hasil belajar siswa atas penggunaan media fabel. Penelitian kedua dilakukan oleh Nuramalina 2015, memiliki judul “Aplikasi Cerita Fabel Sebagai Media dalam Pembelajaran Berbicara bagi Siswa Kelas II SD” menggunakan aplikasi cerita fabel sebagai media dalam pembelajaran berbicara. Dari penelitian ini diketahui bahwa hasil belajar pada kelas

Dokumen yang terkait

Peningkatan motivasi dan prestasi belajar ipa menggunakan media pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada siswa kelas IV B SD Kanisius Sengkan tahun pelajaran 2015/2016.

0 0 278

Peningkatan motivasi dan prestasi belajar IPA menggunakan media pembelajaran berbasis TIK pada siswa kelas IV SD Karitas Nandan tahun pelajaran 2016/2017.

0 1 177

Peningkatan motivasi dan prestasi belajar IPA menggunakan media pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada siswa kelas V SD Kanisius Kotabaru I tahun pelajaran 2015/2016.

0 0 299

Peningkatan motivasi dan prestasi belajar menggunakan media pembelajaran berbasis IT pada mata pelajaran IPA kelas V SD Kanisius Kintelan I Yogyakarta tahun pelajaran 2015/2016.

0 2 302

Peningkatan motivasi dan prestasi belajar IPS siswa kelas V SD Kanisius Condongcatur menggunakan media visual tahun ajaran 2012/2013.

0 2 347

Peningkatan motivasi dan hasil belajar IPS siswa kelas III SD Kanisius Kintelan dengan metode demonstrasi.

0 1 252

Peningkatan motivasi dan hasil belajar IPA menggunakan fabel aesop pada kelas II.1 di SD BOPKRI Gondolayu Yogyakarta

0 0 357

Peningkatan motivasi dan hasil belajar IPA menggunakan fabel aesop pada siswa kelas IV di SD BOPKRI Gondolayu Yogyakarta

0 2 296

Peningkatan motivasi dan prestasi belajar IPA menggunakan media pembelajaran berbasis TIK pada siswa kelas IV SD Karitas Nandan tahun pelajaran 2016 2017

0 1 175

PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS V SD KANISIUS CONDONGCATUR MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL TAHUN AJARAN 20122013

0 1 345