1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan secara umum adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pembelajaran dan pelatihan, proses, perbuatan, dan cara mendidik. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara UU Sidiknas, 2003: 1.
Pendidikan memiliki tujuan yang harus dicapai yaitu meningkatkan kemampuan siswa baik dalam bidang akademis maupun non akademis. Bidang
akademis bisa ditingkatkan melalui berbagai mata pelajaran yang diajarkan. Pada jenjang Sekolah Dasar, IPA Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu
pelajaran yang cukup berpengaruh. Menurut Samatowa 2011: 3 IPA bukan sekedar sesuatu yang dihafalkan, tetapi juga memerlukan kegiatan atau kerja
dilakukan oleh siswa misalnya melalui beberapa percobaan. Sehingga dalam pelaksaan pembelajaran IPA siswa harus ikut berpartisipasi aktif agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Mata pelajaran IPA juga merupakan dasar penting bagi anak untuk berlatih berpikir secara sistematis.
Meskipun materi IPA sangat dekat
dengan konteks
kehidupan sehari-hari, namun apabila
dalam penyampaiannya guru hanya menggunakan penjelasan verbal yang konvensional
akan membuat materi tidak tersampaikan dan siswa menjadi kurang termotivasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
untuk mengikuti pelajaran. Pernyataan di atas didukung dengan penjelasan Piaget dalam Hosnan 2016: 135 bahwa pendidikan IPA untuk anak yang berada dalam
tahap berpikir intuitif dan tahap berpikir konkrit harus bekerja dengan benda-benda konkret terlebih dahulu sebelum mereka dapat menangkap dan memahami hal-hal
yang bersifat abstrak. Pembelajaran IPA akan dikatakan berhasil apabila dapat mencapai tujuan
yang telah ditentukan sebelumnya. Salah satu tujuannya dapat dilihat dari hasil belajar. Untuk mencapai hasil belajar yang baik dalam suatu pembelajaran,
diperlukan adanya motivasi selama pembelajaran. Hal ini sesuai dengan yang dikemukan oleh Hamalik dalam Kompri, 2015: 231 bahwa motivasi sangat
menentukan tingkat berhasil tidaknya kegiatan belajar siswa, tanpa adanya motivasi kemungkinan berhasil akan lebih kecil. Motivasi yang tinggi akan
menghasilkan keberhasilan belajar yang tinggi. Secara umum, motivasi adalah harapan serta usaha dalam diri yang menggerakkan serta mengarahkan seseorang
untuk mencapai tujuan yang dikehendakinya. Motivasi belajar siswa dapat dilihat melalui pedoman wawancara dan observasi yang mengacu pada enam indikator
yaitu: 1 siswa memiliki keinginan untuk belajar, 2 siswa memiliki dorongan dan kebutuhan dalam belajar, 3 siswa memiliki semangat selama pembelajaran,
4 siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, 5 adanya penghargaan dalam pembelajaran, dan 6 adanya lingkungan belajar yang kondusif. Keenam
indikator ini akan dibahas lebih lanjut pada BAB II dan BAB III. Peneliti melakukan observasi dan wawancara pra-penelitian untuk
mengetahui bagaimana tingkat motivasi dan hasil belajar siswa. Berdasarkan observasi pra-penelitian di kelas III SD Kanisius Condongcatur pada tanggal 24
Oktober 2016, peneliti mengetahui bahwa siswa masih kesulitan untuk memahami konsep IPA yang sifatnya abstrak Lampiran 2.3 dan Lampiran 2.4. Selain itu
metode penyampaian materi selama observasi yang kurang variatif membuat siswa kurang termotivasi. Hal itu tampak dari sikap siswa selama observasi
berlangsung, ada beberapa siswa yang harus disuruh dulu untuk menyiapkan buku pelajaran, bahkan ada satu anak berpura-pura tidak membawa buku agar tidak
mengerjakan. Ketika guru menuliskan di papan tulis siswa berbicara dengan temannya, ada siswa yang menari, gulat, bermain, bertengkar dengan teman.
Ketika guru menyampaikan materi lisan terlalu lama lebih dari 15 menit hampir setengah kelas yang awalnya memperhatikan mulai berbicara dengan teman di
sekitarnya. Menurut hasil wawancara, peneliti memperoleh informasi bahwa guru
merasa kesulitan untuk menggunakan metode pembelajaran yang inovatif dalam mengajarkan IPA selama ini. Guru juga merasa kesulitan dalam memfokuskan
perhatian siswa pada pelajaran, yaitu ketika siswa sudah mulai berbicara dengan teman-temannya. Selain itu guru belum pernah menggunakan cerita sebagai media.
Peneliti juga mengumpulan data dari kuisioner yang telah diisi oleh siswa untuk mengetahui tingkat motivasi awal pada siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur.
Kuisioner tersebut berisi 18 pernyataan yang harus di jawab oleh siswa dalam bentuk jawaban “ya atau tidak”. Pernyataan-pernyataan yang terdapat pada
kuisioner mengacu pada enam indikator motivasi yang telah dirumuskan. Data kuisioner menunjukkan bahwa motivasi siswa selama pembelajaran IPA masih
masuk dalam kategori “motivasi sedang” Tabel 3.16 dan persentase siswa dengan motivasi tinggi masih di bawah 50.
Rata-rata skor untuk indikator siswa memiliki keinginan untuk belajar adalah 63,5. Rata-rata skor untuk indikator siswa memiliki dorongan dan
kebutuhan dalam belajar adalah 62,5. Rata-rata skor untuk siswa memiliki semangat selama pembelajaran adalah 56,9. Rata-rata skor untuk indikator siswa
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi adalah 70,8. Rata-rata skor untuk indikator adanya penghargaan dalam pembelajaran adalah 45,8. Rata-rata skor untuk
indikator adanya lingkungan belajar yang kondusif adalah 73,6. Secara keseluruhan persentase siswa dengan motivasi tinggi hanya sebesar 41,7.
Peneliti juga mengumpulkan dokumentasi nilai ulangan harian dan UTS siswa kelas III di SD Kanisisus Condongcatur, nilai tersebut masih berada di
bawah KKM yang sudah ditentukan. KKM adalah kriteria ketuntasan minimal
pada mata
pelajaran yang
telah ditentukan
oleh sekolah.
KKM mempertimbangkan tiga aspek dalam pembuatannya, yaitu karakteristik mata
pelajaran atau kompeksitas, kondisi sekolah atau daya dukung dan karakteristik peserta didik atau intake. Ketiga aspek ini dikelompokkan ke dalam ranah kognitif,
afektif dan psikomotor yang kemudian di hitung rata-ratanya. Dalam pembuatan KKM, guru kelas III telah mempertimbangkan ketiga aspek tersebut dan telah
disetujui oleh kepala sekolah dalam rapat kurikulum di awal tahun pelajaran. KKM untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam tahun pelajaran 20162017 di
SD Kanisius Condongcatur adalah 70 Lampiran 2.5. Peneliti menduga bahwa rendahnya motivasi dan hasil belajar siswa pada
mata pelajaran IPA karena metode pengajaran yang digunakan kurang variatif. Peneliti ingin melakukan penelitian yang dapat meningkatkan motivasi dan hasil
belajar mata pelajaran IPA dengan media dan cara penyampaian materi yang unik PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan menarik. Peneliti memilih media fabel yang sudah dimodifikasi sebagai media yang akan digunakan dalam pembelajaran pada penelitian ini.
Definisi fabel menurut Nurgiyantoro 2005: 190 adalah salah satu bentuk cerita tradisional yang menampilkan binatang sebagai tokoh cerita. Binatang
adalah makhluk yang ada di sekitar dan sangat familiar bagi anak, sehingga anak dapat membayangkan dan menerima cerita menggunakan daya imajinasinya.
Keputusan peneliti untuk melakukan penelitian pada pembelajaran yang menggunakan cerita fabel juga diperkuat oleh salah satu penelitian di Amerika
pada tahun 1980 dalam Nurgiantoro 2005: 38 bahwa anak-anak sekolah dasar yang belajar melalui seni memiliki tingkat pemahaman yang lebih tinggi pada
bidang IPA, Matematika, dan Bahasa dibandingkan anak yang tidak belajar melalui seni.
Peneliti memilih fabel Aesop sebagai media dalam penelitian tindakan kelas ini. Cerita yang akan digunakan adalah modifikasi dari fabel karya Aesop yang
berjudul Seekor Anjing, Ayam Jantan, dan Rubah yang jalan ceritanya telah dimodifikasi untuk menyesuaikan materi “Perubahan sifat benda akibat
pembakaran dan pemanasan” dan “Manfaat energi cahaya, panas, gerak dan bunyi dalam kehidupan sehari-
hari”. Penulis memilih fabel Aesop karena Aesop sendiri sangat terkenal dengan fabel-fabel singkat yang mengandung pesan moral
sehingga akan sesuai jika digunakan untuk mengajarkan nilai afektif pada siswa. Selain itu tokoh binatang dalam cerita ini juga sangat familier di kalangan
anak-anak dan dapat dikaitkan dengan pembelajaran IPA, serta cerita ini memiliki nilai moral yang sama dengan sikap afektif yang akan diajarkan selama
pembelajaran berlangsung. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, peneliti berasumsi bahwa inovasi baru dalam pembelajaran IPA akan meningkatkan motivasi serta hasil
belajar IPA. Peneliti menggabungkan metode ceramah dan eksperimen yang di kemas dalam bentuk cerita fabel sebagai media untuk implementasi pembelajaran.
Sehingga peneliti membuat penelitian tindakan kelas PTK yang berjudul “Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Menggunakan Fabel Aesop untuk
Siswa Kelas III SD Kanisius Condongcatur Tahun Pelajaran 20162017”.
B. Batasan Masalah