Peningkatan motivasi dan hasil belajar IPA menggunakan Fabel Aesop untuk siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran 2016 2017

(1)

PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPA

MENGGUNAKAN FABEL AESOP

UNTUK SISWA KELAS III SD KANISIUS CONDONGCATUR

TAHUN PELAJARAN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Alfa Mitananda Christi NIM: 131134157

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(2)

i

PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPA

MENGGUNAKAN FABEL AESOP

UNTUK SISWA KELAS III SD KANISIUS CONDONGCATUR

TAHUN PELAJARAN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Alfa Mitananda Christi NIM: 131134157

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(3)

(4)

(5)

iv

PERSEMBAHAN

Atas karunia-Nya peneliti dapat berkuliah dan menyelesaikan S1 ini dengan baik. Karya ini peneliti persembahkan kepada:

1. Tuhan Yesus, the real team in my life.

2. Arida Micalena selaku ibu, sahabat sekaligus saudara yang selalu memberikan dukungan dan doa.

3. Bapak Sutarjo dan Christina Devi Alfianti yang mendukung dan memberikan motivasi selama kuliah.

4. Teman-teman PGSD Sanata Dharma angkatan 2013 yang telah berjuang bersama selama perkuliahan.

5. Almamaterku Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan pengalaman dan ilmu yang sangat berharga bagi penulis selama melakukan studi S1.


(6)

v MOTTO

“Dalam hari yang terburuk sekali pun, akan selalu ada setidaknya satu alasan untuk bersyukur hari ini.”

__ Alfa __

“Sebab Ia melindungi aku dalam pondok-Nya pada waktu bahaya; Ia menyembunyikan aku dalam persembunyian di dalam kemah-Nya, ia mengangkat

aku ke atas gunung batu.”

__ Mazmur 27: 5 __

“Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang.”


(7)

(8)

(9)

viii ABSTRAK

PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR IPA MENGGUNAKAN FABEL AESOP

UNTUK SISWA KELAS III SD KANISIUS CONDONGCATUR TAHUN PELAJARAN 2016/2017

Alfa Mitananda Christi Universitas Sanata Dharma

2017

Observasi dan wawancara dengan guru mengenai proses pembelajaran IPA menunjukkan bahwa kegiatan belajar siswa selama pembelajaran kurang variatif. Peneliti berasumsi, hal ini mengakibatkan motivasi dan hasil belajar yang rendah. Hal ini mendorong peneliti melakukan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA menggunakan fabel Aesop. Penelitian dilakukan selama 2 siklus. Setiap siklus terdiri atas empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah 27 siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran 2016/2017. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dokumentasi, kuisioner, wawancara, observasi, dan tes.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata skor motivasi seluruh siswa dari kondisi awal 60,9 menjadi 74,9 pada siklus I dan meningkat menjadi 82,9 pada siklus II. Persentase siswa yang memiliki motivasi tinggi juga mengalami peningkatan dari kondisi awal 41,7 % menjadi 63,0% pada siklus I dan meningkat menjadi 87,5% pada siklus II.

Peningkatan hasil belajar dilihat dari adanya peningkatan rata-rata nilai kelas dari kondisi awal 66,6 menjadi 75,8 pada siklus I dan meningkat menjadi 76,8 pada siklus II. Persentase siswa yang lulus KKM juga mengalami peningkatan dari kondisi awal 25,9 % menjadi 55,6% pada siklus I dan meningkat menjadi 62,5% pada siklus II.

Penggunaan modifikasi fabel Aesop untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA dapat dilakukan dengan cara mengombinasikan berbagai macam kegiatan belajar mengajar dengan modifikasi cerita fabel. Kegiatan yang dikombinasikan dengan fabel Aesop dalam penelitian ini adalah menyimak modifikasi cerita fabel, membaca modifikasi cerita fabel, diskusi kelompok, tanya jawab, mengamati percobaan, melakukan percobaan, menyimak video dan, mengamati gambar.


(10)

ix ABSTRACT

IMPROVING MOTIVATION AND LEARNING ACHIEVEMENT IN SCIENCE USING AESOP FABLES FOR THIRD GRADE STUDENTS OF

KANISIUS CONDONGCATUR ELEMENTARY SCHOOL IN THE ACADEMIC YEAR 2016/2017

Alfa Mitananda Christi Sanata Dharma University

2017

Observation on the process of learning science and interview with teacher showed that the activities during the learning process were unvaried. The researcher assumed that it was resulted in the low motivation and learning achievement of the students. This prompted researcher to conduct a classroom action research to improve students motivation and learning achievement in science using Aesop‟s fables. This research consisted of 2 cycles. Each of the cycles consisted of four stages, including plan, action, observation, and reflection. The subject of this research was 27 third grade students of Kanisius Condongcatur Elementary School in the Academic Year 2016/2017. The data collection techniques in this research were documentation, questionnaire, interview, observation, and test.

The results of this classroom action research showed that the average motivation score of all students was 60,9 in early condition and increased to 74,9 in cycle I, and 82,9 in cycle II. The percentage of students who had high motivation also increased from 41,7% in early condition to 63,0% in cycle I, and 87,5% in cycle II.

Learning achievement improved from 66,6 in early condition to 75,8 in cycle I, and 76,8 in cycle II. The percentage of Minimum Criteria of Mastering Learning achievement also increased from 25,9% in early condition to 55,6% in cycle I, and 62,5% in cycle II.

The improvement of motivation and learning achievement in science using Aesop fables was done by combination of the various learning activities with modifie fables. The activities combined with modified fables were listening attentively to the modified fables, reading the modified fables, group discussion, Questioning & Answering, observing the experiment, doing experiment, watching video, and observeing the picture.


(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan rahmat, berkat, dan kasihNya yang melimpah, sehingga skripsi yang berjudul “Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Menggunakan Fabel Aesop untuk Siswa Kelas III SD Kanisius Condongcatur Tahun Pelajaran 2016/2017” dapat peneliti selesaikan dengan baik. Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Peneliti menyadari bahwa penelitian ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segenap hati peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Wahyu Wido Sari, S.Si., M.Biotech selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran dalam pengerjaan skripsi ini hingga selesai.

5. Ibu Theresia Yunia Setyawan, S.Pd., M,Hum. selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran dalam pengerjaan skripsi ini hingga selesai.

6. Ibu Paulina Rukun Triandari, S.Pd. selaku Kepala Sekolah Dasar Kanisius Condongcatur yang telah mengijinkan penulis untuk mengadakan penelitian.


(12)

xi

7. Ibu Agustina Tensianingrum, S.Pd selaku guru kelas III Sekolah Dasar Kanisius Condongcatur yang telah memberikan waktu, masukan dan membantu dalam penelitian ini.

8. Arida Micalena, selaku ibu, sahabat dan saudara yang selalu memberiku semangat, kasih sayang, doa serta alasan untuk tersenyum dan berjuang setiap harinya.

9. Bapak Sutarjo selaku ayah dan saudariku Christina Devi Alfianti yang memberiku doa dan semangat untuk berjuang.

10. Wismaya, Erwinda, Ria dan Dana teman satu kelompok penelitian yang bersama-sama berjuang serta saling memberikan semangat dan masukan serta nasehat.

11. Yovita, Runi, Dona yang membantu dan memberikan semangat.

12. Teman-teman cabe (Tece, Dona, Ayak, Retno, Mariyah, Vani, Rani), teman TK, teman SMP, teman GKBI, sahabat sejak SMA enam menara (Estu, Tiwi, Vedha, Meri, Dita), teman-teman PGSD USD angkatan 2013, dan semua pihak yang telah memberikan dukungan secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan sehingga peneliti akan selalu siap untuk menerima masukan dengan senang hati. Semoga skripsi ini berguna bagi peneliti khususnya dan para pembaca pada umumnya.


(13)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Definisi Operasional ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Kajian Pustaka ... 10

1. Motivasi Belajar ... 10

2. Hasil Belajar ... 19

3. IPA ... 22

4. Fabel Aesop ... 24

5. Siswa Sekolah Dasar ... 29

B. Penelitian yang Relevan ... 30

C. Kerangka Berpikir ... 34

D. Hipotesis ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

A. Jenis Penelitian ... 37

B. Setting Penelitian ... 39

1. Tempat Penelitian ... 39

2. Waktu Penelitian ... 40

3. Subjek Penelitian ... 40

4. Objek Penelitian ... 40

C. Persiapan ... 41

D. Rencana Kegiatan Tiap Siklus ... 42

1. Siklus I ... 42

2. Siklus II ... 44


(14)

xiii

1. Non Tes ... 46

2. Tes ... 48

F. Instrumen Penelitian ... 48

1. Non Tes ... 48

2. Tes ... 54

G. Teknik Pengujian Instrumen ... 55

1. Validitas ... 55

2. Reliabilitas... 64

3. Indeks Kesukaran ... 65

H. Teknik Analisis Data ... 67

1. Analisis Data Motivasi Belajar ... 67

2. Analisis Daata Peningkatan Hasil Belajar... 69

I. Indikator dan Pengukuran Keberhasilan ... 70

BAB IV DESKRIPSI, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 73

A. Deskripsi Penelitian ... 73

1. Prasiklus ... 73

2. Siklus I ... 74

3. Siklus II ... 84

B. Hasil Penelitian ... 94

1. Motivasi Belajar ... 94

2. Hasil Belajar ... 103

C. Pembahasan ... 108

BAB V PENUTUP ... 124

A. Kesimpulan ... 124

B. Keterbatasan Penelitian ... 125

C. Saran ... 125

DAFTAR PUSTAKA ... 127

LAMPIRAN ... 129


(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Lembar Kuisioner Motivasi ... 49

Tabel 3.2 Sebaran Item Kuisioner ... 50

Tabel 3.3 Lembar Panduan Wawancara untuk Guru ... 51

Tabel 3.4 Sebaran Pertanyaan Wawancara ... 52

Tabel 3.5 Lembar Observasi Motivasi ... 53

Tabel 3.6 Kisi-kisi Soal Evaluasi Siklus I dan II ... 55

Tabel 3.7 Klasifikasi Validasi Perangkat Pembelajaran ... 57

Tabel 3.8 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran Siklus I ... 57

Tabel 3.9 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran Siklus II ... 58

Tabel 3.10 Hasil Validasi Instrumen Penelitian ... 59

Tabel 3.11 Hasil Uji Validasi Soal Siklus I ... 62

Tabel 3.12 Hasil Uji Validasi Soal Siklus II ... 63

Tabel 3.13 Hasil Uji Reliabilitas Soal Evaluasi ... 65

Tabel 3.14 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 66

Tabel 3.15 Indeks Kesukaran Soal Evaluasi Siklus I dan II ... 66

Tabel 3.16 Klasifikasi Tingkat Motivasi Belajar ... 68

Tabel 3.17 Indikator Keberhasilan ... 70

Tabel 4.1 Ketercapaian Siklus I ... 83

Tabel 4.2 Pencapaian Siklus II ... 93

Tabel 4.3 Hasil Kuisioner Motivasi Belajar pada Kondisi Awal ... 95

Tabel 4.4 Rata-Rata Skor Motivasi Tiap Indikator pada Kondisi Awal ... 96

Tabel 4.5 Hasil Kuisioner Motivasi Belajar Siklus I ... 97

Tabel 4.6 Rata-Rata Skor Motivasi Tiap Indikator pada Siklus I ... 99

Tabel 4.7 Hasil Kuisioner Motivasi Belajar Siklus II ... 99

Tabel 4.8 Rata-Rata Skor Motivasi Tiap Indikator pada Siklus II ... 101

Tabel 4.9 Pencapaian Motivasi Belajar ... 101

Tabel 4.10 Data Nilai Hasil Belajar Siswa pada Kondisi Awal ... 104

Tabel 4.11 Hasil Belajar Siswa Siklus I ... 105

Tabel 4.12 Hasil Belajar Siswa Siklus II ... 106

Tabel 4.13 Pencapaian Hasil Belajar ... 108

Tabel 4.14 Rekapitulasi Peningkatan Motivasi Belajar ... 117


(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Bagan Penelitian yang Relevan ... 32

Gambar 2.2 Kerangka Bepikir ... 35

Gambar 3.1 Gambar Siklus PTK Kemmis dan Mc Taggart ... 38

Gambar 4.1 Guru Menggunakan Tokoh Fabel yang Familier Bagi siswa ... 110

Gambar 4.2 Guru Menyampaikan Materi Menggunakan Media Fabel ... 111

Gambar 4.3 Siswa Mengamati Percobaan yang Dilakukan Oleh Guru ... 112

Gambar 4.4 Siswa Bekerjasama dalam Menyelesaikan LKS Siklus I ... 113

Gambar 4.5 Antusiasme Siswa Saat Melakukan Tanya Jawan di Siklus II ... 114

Gambar 4.6 Penerapan Energi Gerak dalam Kehidupan Sehari-hari ... 115

Gambar 4.7 Guru Menyampaikan Materi Energi Gerak dan Manfaatnya ... 115

Gambar 4.8 Motivasi Menyelesaikan Tugas Melalui Diskusi ... 120


(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian ... 130

Lampiran 2 Data Awal... 133

Lampiran 3 Perangkat Pembelajaran Sesudah di Validasi ... 148

Lampiran 4 Instrumen Penelitian Sesudah di Validasi ... 197

Lampiran 5 Validitas, Reliabilitas, dan Indeks Kesukaran ... 213

Lampiran 6 Hasil Kerja Siswa ... 290


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan secara umum adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pembelajaran dan pelatihan, proses, perbuatan, dan cara mendidik. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara ( UU Sidiknas, 2003: 1).

Pendidikan memiliki tujuan yang harus dicapai yaitu meningkatkan kemampuan siswa baik dalam bidang akademis maupun non akademis. Bidang akademis bisa ditingkatkan melalui berbagai mata pelajaran yang diajarkan. Pada jenjang Sekolah Dasar, IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) merupakan salah satu pelajaran yang cukup berpengaruh. Menurut Samatowa (2011: 3) IPA bukan sekedar sesuatu yang dihafalkan, tetapi juga memerlukan kegiatan atau kerja dilakukan oleh siswa misalnya melalui beberapa percobaan. Sehingga dalam pelaksaan pembelajaran IPA siswa harus ikut berpartisipasi aktif agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Mata pelajaran IPA juga merupakan dasar penting bagi anak untuk berlatih berpikir secara sistematis. Meskipun materi IPA sangat

dekat dengan konteks kehidupan sehari-hari, namun apabila dalam

penyampaiannya guru hanya menggunakan penjelasan verbal yang konvensional akan membuat materi tidak tersampaikan dan siswa menjadi kurang termotivasi


(19)

2

untuk mengikuti pelajaran. Pernyataan di atas didukung dengan penjelasan Piaget (dalam Hosnan 2016: 135) bahwa pendidikan IPA untuk anak yang berada dalam tahap berpikir intuitif dan tahap berpikir konkrit harus bekerja dengan benda-benda konkret terlebih dahulu sebelum mereka dapat menangkap dan memahami hal-hal yang bersifat abstrak.

Pembelajaran IPA akan dikatakan berhasil apabila dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Salah satu tujuannya dapat dilihat dari hasil belajar. Untuk mencapai hasil belajar yang baik dalam suatu pembelajaran, diperlukan adanya motivasi selama pembelajaran. Hal ini sesuai dengan yang dikemukan oleh Hamalik (dalam Kompri, 2015: 231) bahwa motivasi sangat menentukan tingkat berhasil tidaknya kegiatan belajar siswa, tanpa adanya motivasi kemungkinan berhasil akan lebih kecil. Motivasi yang tinggi akan menghasilkan keberhasilan belajar yang tinggi. Secara umum, motivasi adalah harapan serta usaha dalam diri yang menggerakkan serta mengarahkan seseorang untuk mencapai tujuan yang dikehendakinya. Motivasi belajar siswa dapat dilihat melalui pedoman wawancara dan observasi yang mengacu pada enam indikator yaitu: (1) siswa memiliki keinginan untuk belajar, (2) siswa memiliki dorongan dan kebutuhan dalam belajar, (3) siswa memiliki semangat selama pembelajaran, (4) siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, (5) adanya penghargaan dalam pembelajaran, dan (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif. Keenam indikator ini akan dibahas lebih lanjut pada BAB II dan BAB III.

Peneliti melakukan observasi dan wawancara pra-penelitian untuk mengetahui bagaimana tingkat motivasi dan hasil belajar siswa. Berdasarkan observasi pra-penelitian di kelas III SD Kanisius Condongcatur pada tanggal 24


(20)

Oktober 2016, peneliti mengetahui bahwa siswa masih kesulitan untuk memahami konsep IPA yang sifatnya abstrak (Lampiran 2.3 dan Lampiran 2.4). Selain itu metode penyampaian materi selama observasi yang kurang variatif membuat siswa kurang termotivasi. Hal itu tampak dari sikap siswa selama observasi berlangsung, ada beberapa siswa yang harus disuruh dulu untuk menyiapkan buku pelajaran, bahkan ada satu anak berpura-pura tidak membawa buku agar tidak mengerjakan. Ketika guru menuliskan di papan tulis siswa berbicara dengan temannya, ada siswa yang menari, gulat, bermain, bertengkar dengan teman. Ketika guru menyampaikan materi lisan terlalu lama (lebih dari 15 menit) hampir setengah kelas yang awalnya memperhatikan mulai berbicara dengan teman di sekitarnya.

Menurut hasil wawancara, peneliti memperoleh informasi bahwa guru merasa kesulitan untuk menggunakan metode pembelajaran yang inovatif dalam mengajarkan IPA selama ini. Guru juga merasa kesulitan dalam memfokuskan perhatian siswa pada pelajaran, yaitu ketika siswa sudah mulai berbicara dengan teman-temannya. Selain itu guru belum pernah menggunakan cerita sebagai media. Peneliti juga mengumpulan data dari kuisioner yang telah diisi oleh siswa untuk mengetahui tingkat motivasi awal pada siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur. Kuisioner tersebut berisi 18 pernyataan yang harus di jawab oleh siswa dalam bentuk jawaban “ya atau tidak”. Pernyataan-pernyataan yang terdapat pada kuisioner mengacu pada enam indikator motivasi yang telah dirumuskan. Data kuisioner menunjukkan bahwa motivasi siswa selama pembelajaran IPA masih masuk dalam kategori “motivasi sedang” (Tabel 3.16) dan persentase siswa dengan motivasi tinggi masih di bawah 50%.


(21)

Rata-rata skor untuk indikator siswa memiliki keinginan untuk belajar adalah 63,5. Rata-rata skor untuk indikator siswa memiliki dorongan dan kebutuhan dalam belajar adalah 62,5. Rata-rata skor untuk siswa memiliki semangat selama pembelajaran adalah 56,9. Rata-rata skor untuk indikator siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi adalah 70,8. Rata-rata skor untuk indikator adanya penghargaan dalam pembelajaran adalah 45,8. Rata-rata skor untuk indikator adanya lingkungan belajar yang kondusif adalah 73,6. Secara keseluruhan persentase siswa dengan motivasi tinggi hanya sebesar 41,7%.

Peneliti juga mengumpulkan dokumentasi nilai ulangan harian dan UTS siswa kelas III di SD Kanisisus Condongcatur, nilai tersebut masih berada di bawah KKM yang sudah ditentukan. KKM adalah kriteria ketuntasan minimal pada mata pelajaran yang telah ditentukan oleh sekolah. KKM mempertimbangkan tiga aspek dalam pembuatannya, yaitu karakteristik mata pelajaran atau kompeksitas, kondisi sekolah atau daya dukung dan karakteristik peserta didik atau intake. Ketiga aspek ini dikelompokkan ke dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor yang kemudian di hitung rata-ratanya. Dalam pembuatan KKM, guru kelas III telah mempertimbangkan ketiga aspek tersebut dan telah disetujui oleh kepala sekolah dalam rapat kurikulum di awal tahun pelajaran. KKM untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam tahun pelajaran 2016/2017 di SD Kanisius Condongcatur adalah 70 (Lampiran 2.5).

Peneliti menduga bahwa rendahnya motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA karena metode pengajaran yang digunakan kurang variatif. Peneliti ingin melakukan penelitian yang dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar mata pelajaran IPA dengan media dan cara penyampaian materi yang unik


(22)

dan menarik. Peneliti memilih media fabel yang sudah dimodifikasi sebagai media yang akan digunakan dalam pembelajaran pada penelitian ini.

Definisi fabel menurut Nurgiyantoro (2005: 190) adalah salah satu bentuk cerita tradisional yang menampilkan binatang sebagai tokoh cerita. Binatang adalah makhluk yang ada di sekitar dan sangat familiar bagi anak, sehingga anak dapat membayangkan dan menerima cerita menggunakan daya imajinasinya. Keputusan peneliti untuk melakukan penelitian pada pembelajaran yang menggunakan cerita fabel juga diperkuat oleh salah satu penelitian di Amerika pada tahun 1980 (dalam Nurgiantoro 2005: 38) bahwa anak-anak sekolah dasar yang belajar melalui seni memiliki tingkat pemahaman yang lebih tinggi pada bidang IPA, Matematika, dan Bahasa dibandingkan anak yang tidak belajar melalui seni.

Peneliti memilih fabel Aesop sebagai media dalam penelitian tindakan kelas ini. Cerita yang akan digunakan adalah modifikasi dari fabel karya Aesop yang berjudul Seekor Anjing, Ayam Jantan, dan Rubah yang jalan ceritanya telah dimodifikasi untuk menyesuaikan materi “Perubahan sifat benda akibat pembakaran dan pemanasan” dan “Manfaat energi cahaya, panas, gerak dan bunyi dalam kehidupan sehari-hari”. Penulis memilih fabel Aesop karena Aesop sendiri sangat terkenal dengan fabel-fabel singkat yang mengandung pesan moral sehingga akan sesuai jika digunakan untuk mengajarkan nilai afektif pada siswa. Selain itu tokoh binatang dalam cerita ini juga sangat familier di kalangan anak-anak dan dapat dikaitkan dengan pembelajaran IPA, serta cerita ini memiliki nilai moral yang sama dengan sikap afektif yang akan diajarkan selama pembelajaran berlangsung.


(23)

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, peneliti berasumsi bahwa inovasi baru dalam pembelajaran IPA akan meningkatkan motivasi serta hasil belajar IPA. Peneliti menggabungkan metode ceramah dan eksperimen yang di kemas dalam bentuk cerita fabel sebagai media untuk implementasi pembelajaran. Sehingga peneliti membuat penelitian tindakan kelas (PTK) yang berjudul “Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Menggunakan Fabel Aesop untuk Siswa Kelas III SD Kanisius Condongcatur Tahun Pelajaran 2016/2017”.

B. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi oleh beberapa hal antara lain, mata pelajaran IPA yang diteliti adalah materi IPA SD kelas III tahun ajaran 2016/2017 yaitu materi mengenai perubahan sifat benda akibat pembakaran dan pemanasan serta materi mengenai manfaat energi cahaya, panas, gerak dan bunyi dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian hal yang ingin ditingkatkan pada penelitian ini dibatasi pada motivasi belajar dan hasil belajar mata pelajaran IPA. Subjek dalam penelitian ini juga dibatasi hanya pada siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 27 siswa.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana penggunaan fabel Aesop dalam meningkatan motivasi dan hasil belajar mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran 2016/2017?


(24)

2. Apakah penggunaan fabel Aesop dapat meningkatan motivasi belajar mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran 2016/2017?

3. Apakah penggunaan fabel Aesop dapat meningkatan hasil belajar mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran 2016/2017?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menjelaskan bagaimana penggunaan fabel Aesop dalam peningkatan motivasi dan hasil belajar mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran 2016/2017.

2. Penggunaan fabel Aesop untuk meningkatan motivasi belajar mata pelajaran IPA siswa kelas kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran 2016/2017.

3. Penggunaan fabel Aesop untuk meningkatan hasil belajar mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran 2016/2017.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan dalam bidang pendidikan sebagai salah satu cara meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA kelas III SD dengan menggunakan modifikasi fabel Aesop.


(25)

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

Siswa dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA dengan menggunakan media dan cara penyampaian materi yang menyenangkan.

b. Bagi Guru

Hasil penelitian ini juga dapat menjadi masukan bagi guru untuk lebih meningkatkan kreativitasnya dalam mengajar sehingga dapat membantu meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.

c. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pihak sekolah untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA kelas III SD dengan menambah referensi buku pelajaran IPA dan Buku cerita.

d. Bagi Peneliti

Peneliti dapat menggunaan modifikasi fabel Aesop untuk meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran 2016/2017.

F. Definisi Operasional

Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Motivasi belajar adalah dorongan yang menggerakkan serta mengarahkan seseorang untuk melakukan kegiatan belajar agar mencapai tujuan yang dikehendaki.

2. Hasil belajar adalah peningkatan kemampuan kognitif yang merupakan hasil dari suatu proses belajar yang dilakukan oleh seseorang.


(26)

3. Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang mempelajari peristiwa alam yang terjadi secara sistematis dan saling berkaitan.

4. Fabel Aesop adalah cerita yang bertokohkan hewan sebagai personifikasi manusia baik karakter, budi pekerti, dan menyampaikan informasi-informasi serta pesan moral yang ditulis oleh Aesop.

5. Siswa Kelas III SD adalah siswa yang berada pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar yang berusia 8-9 tahun yang memiliki kemampuan kognitif pada tahap operasional konkret.


(27)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka 1. Motivasi Belajar a. Pengertian Motivasi

Banyak pengertian motivasi yang dikemukakan oleh para ahli, motivasi dipandang sebagai usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok tertentu bergerak melakukan sesuatu yang dikehendakinya atau mendapatkan kepuasan dengan perbuatannya. Pendapat mengenai motivasi disampaikan oleh Dimyati (2006: 80) bahwa motivasi adalah dorongan mental dalam diri seseorang yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Kompri (2015: 4) juga menyebutkan bahwa motivasi adalah suatu dorongan dari dalam individu untuk melakukan suatu tindakan dengan cara tertentu sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan. Kedua pendapat tersebut sama-sama menyebutkan bahwa motivasi merupakan dorongan dari dalam diri manusia yang mana merupakan motivasi intrinsik. Sumadi Suryabrata (dalam Kompri, 2015: 6) mengatakan pendapatnya mengenai motivasi intrinsik, yaitu motif yang sudah ada dalam diri individu dan dapat berfungsi tanpa harus adanya dorongan dari luar. Dorongan dari dalam diri inilah yang menjadikan seorang individu mempunyai alasan untuk melakukan sebuah usaha atau perbuatan. Setiap siswa yang belajar tentunya diharapnya memiliki motivasi intrinsik, karena ini menunjukkan bahwa siswa memiliki kesadaran untuk belajar secara bersungguh-sungguh.


(28)

Motivasi juga bisa didapatkan melalui lingkungan sekitar, atau disebut juga motivasi ekstrinsik. Perbedaan dari motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik berada pada sumber motivasinya, hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Aunurrahman (2012: 116) bahwa motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang berasal dari luar diri individu. Sebagai contoh, seorang siswa akan lebih giat belajar jika ia diberitahu bahwa sebentar lagi akan ada ujian. Contoh lain, Ani sebelumnya malas untuk membaca buku, tetapi ia menjadi senang membaca karena buku ensiklopedi yang ada di perpustakaan karena menarik dan penuh gambar berwarna. Seorang guru biasanya juga memanfaatkan motivasi ekstrinsik untuk meningkatkan semangat belajar siswa (Djamarah, 2011: 158).

Dorongan dari dalam (kekuatan mental) dan pengaruh dari luar akan berpengaruh pada kemajuan individu tersebut (Dimyati, 2006: 84). Motivasi intrinsik dan ekstrinsik sama pentingnya bagi perkembangan individu. Motivasi intrinsik yang sudah ada dapat diperkuat oleh motivasi ekstrinsik, yaitu saat seorang siswa memiliki semangat belajar karena ia merasa bahwa ilmu merupakan sesuatu yang ia butuhkan dan ia menjadi lebih semangat belajar ketika orang tuanya memberi dukungan dan semangat. Demikian juga, motivasi ekstrinsik dapat memunculkan kesadaran dari dalam diri sehingga berubah menjadi motivasi intrinsik. Dimyati (dalam Aunurrahman, 2012: 117) mengatakan proses perubahan motivasi pada seseorang ini disebut transformasi motif.

Orang yang termotivasi akan menunjukkan ketertarikan dan kegigihan dalam melakukan suatu kegiatan. Orang yang termotivasi akan menunjukkan perubahan sikap menjadi lebih berminat, lebih bersemangat, lebih mempunyai tujuan, dan lebih giat dalam melakukan sesuatu. Hal ini sesuai dengan yang


(29)

diungkapkan oleh Santrock (dalam Kompri 2015: 3) bahwa motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, serta kegigihan perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama pada diri seseorang. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan yang menggerakkan serta mengarahkan seseorang untuk mencapai tujuan yang dikehendakinya. b. Pengertian Belajar

Setelah mengetahu pengertian motivasi, akan dibahas terlebih dahulu pengertian dari belajar sebelum membahas mengenai motivasi belajar. Menurut Gagne (dalam Kompri, 2015: 220) belajar merupakan kegiatan kompleks yang distimulasi oleh lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh seseorang, sehingga menghasilkan suatu kapabilitas. Pendapat lain disampaikan oleh Abdilah (dalam Aunurahman, 2012: 35) yang menyebutkan bahwa belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu. Sedangkan Dimyati (2006: 36) mengatakan bahwa belajar adalah perilaku kompleks dalam waktu lama yang dialami oleh orang yang sedang belajar. Ketiga pendapat tersebut menyebutkan bahwa belajar haruslah dalam bentuk kegiatan atau usaha yang dilakukan secara nyata oleh seorang individu. Belajar juga harus melalui proses yang membutuhkan waktu dan kontinuitas, entah itu berupa pengalaman, latihan, mengamati, dan mendengarkan pun termasuk bagian dari belajar. Semua usaha yang dilakukan ini akan membentuk perubahan positif pada individu yang menghasilkan suatu peningkatan kemampuan dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.


(30)

Pendapat lain tentang belajar juga dikemukakan oleh Gredler (dalam Dimyati, 2006: 11) mengatakan bahwa belajar merupakan interaksi antara keadaan internal dan proses kognitif siswa dengan stimulus dari luar. Selain harus berupa usaha nyata, memerlukan proses, menghasilkan perubahan, dan mencapai tujuan, belajar juga merupakan bentuk interaksi dengan lingkungan sekitar. Seorang individu sudah memiliki konsep belajar yang sederhana, kemudian ia belajar dengan melihat, mengamati, dan mengolah data yang ada di lingkungan dan membentuk suatu pemahaman baru (Keraf, 2013: 58-62). Sehingga peneliti dapat menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha secara sadar yang dilakukan individu untuk menghasilkan kemampuan serta mencapai tujuan melalui pengalaman dan latihan yang didukung oleh lingkungan.

c. Pengertian Motivasi Belajar

Pengertian motivasi yang sudah peneliti simpulkan di atas adalah dorongan yang menggerakkan serta mengarahkan seseorang untuk mencapai tujuan yang dikehendakinya. Sedangkan belajar adalah suatu usaha secara sadar yang dilakukan individu untuk menghasilkan kemampuan melalui pengalaman dan latihan yang didukung oleh lingkungan. Pendapat mengenai pengertian motivasi belajar disampaikan oleh Djamarah (2011: 200) yang mengatakan bahwa motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Siswa belajar dapat didorong oleh kesadaran dari dalam diri sendiri. Kesadaran tersebut dapat berupa keinginan, perhatian, kemauan, atau cita-cita. Pendapat lain mengatakan bahwa motivasi belajar adalah kekuatan mental dalam diri seseorang yang mendorong terjadinya belajar (Dimyati, 2006: 80). Ada pula yang menambahkan bahwa dorongan tersebut memberikan arah pada kegiatan belajar


(31)

sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2011: 75). Berdasarkan berbagai pendapat para ahli serta dari pengertian motivasi dan belajar yang sudah penulis simpulkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah dorongan yang menggerakkan serta mengarahkan seseorang untuk melakukan kegiatan belajar agar mencapai tujuan yang dikehendaki.

d. Pentingnya Motivasi Belajar

Motivasi dalam belajar sangat penting dan memiliki banyak fungsi bagi siswa dan bagi guru selama proses belajar. Peneliti menggabungkan dua pendapat mengenai fungsi motivasi yang dikemukakan oleh Djamarah (2011: 156-158) dan Hamalik (dalam Kompri, 2015: 5). Kedua pendapat ini sama-sama memiliki tiga poin yang sama secara garis besar, sehingga peneliti menggunakan semua poin sebagai landasan mengenai fungsi motivasi belajar pada penelitian ini. Fungsi motivasi dalam belajar akan diuraikan dalam tiga fungsi. Fungsi yang pertama adalah motivasi sebagai pendorong perbuatan. Mulanya seorang siswa tidak memiliki keinginan belajar, tetapi kemudian rasa ingin tahunya muncul karena ada hal yang ingin ia ketahui. Rasa ingin tahu tersebut mendorong siswa untuk belajar dalam rangka mencari tahu. Motivasi ini berfungsi sebagai pendorong sehingga mempengaruhi sikap belajar seorang siswa. Maka penting bagi seorang guru untuk memberikan apresepsi dan motivasi di awal pembelajaran agar mendorong rasa ingin tahu para siswa.

Fungsi motivasi yang kedua adalah motivasi sebagai penggerak perbuatan. Maksudnya adalah besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat lambatnya suatu pekerjaan. Dorongan psikologis dalam diri anak yang sangat kuat akan


(32)

mempengaruhi gerakan psikomotornya. Sebagai contoh seorang siswa mempunyai tugas rumah yang harus diselesaikan. Karena siswa tersebut ingin mendapatkan nilai yang maksimal, maka ia mengerjakan dengan segenap jiwa raga dan tugas pun selesai dengan lebih cepat dibandingkan siswa yang tidak termotivasi. Fungsi motivasi yang ketiga adalah motivasi sebagai pengarah perbuatan. Siswa yang memiliki motivasi dapat menyeleksi mana hal yang harus dilakukan dan mana yang harus diabaikan terlebih dahulu. Sebagai contoh siswa yang ingin memperbaiki nilai mata pelajara IPA akan berusaha belajar dengan dengan giat dan penuh konsentrasi untuk mencapai tujuannya. Sehingga ia akan menghindari hal-hal yang mengganggu pikirannya.

Selain kedua pendapat tersebut, Dimyati (2006: 85) juga menjabarkan lima hal mengenai pentingnya motivasi belajar bagi siswa sebagai berikut: (1) Menyadarkan posisi seorang siswa dalam awal belajar, proses dan hasil akhir. Sebagai contoh seorang siswa pada mulanya belajar suatu bab dan temannya mendapatkan nilai lebih baik pada saat evaluasi, siswa tersebut sadar akan kedudukannya (dalam arti pemahaman belajar) dan ia terdorong untuk membaca ulang bab yang sudah dibacanya tadi. (2) Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar, yang dibandingkan dengan teman sebaya. Sebagai contoh ketika siswa melihat usaha belajar seorang teman memadai, maka ia akan berusaha setekun temannya yang berusaha dan berhasil. (3) Mengarahkan kegiatan belajar. Setelah diketahui bahwa dirinya belum belajar secara serius dan malah sering bersenda gurau dengan teman, ia akan mengubah perilaku belajarnya. (4) Membesarkan semangat belajar. Sebagai contoh siswa tertarik akan suatu materi dan penyampaian guru, maka ia akan berusaha memperhatikan. (5) Menyadarkan


(33)

tentang adanya perjalanan belajar. Jika siswa telah sadar bahwa belajar, bermain, bekerja dan istirahat haruslah bergerak berkesinambungan, maka ia tahu apa yang harus dilakukannya agar berhasil.

Lima hal tersebut menunjukkan bahwa motivasi yang bersumber dari kesadaran siswa memberikan kontribusi besar dalam berhasilnya usaha belajar. Selain penting bagi siswa, motivasi belajar juga penting bagi guru. Pentingnya motivasi belajar bagi guru adalah sebagai berikut. (1) Membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara semangat siswa sampai berhasil dan mempertahankan semangat siswa dapat membantu proses pembelajaran di dalam kelas. (2) Guru dapat menggunakan macam-macam staregi dalam belajar jika ia sudah mengetahui berbagai macam motivasi belajar yang dimiliki siswanya. (3) Meningkatkan dan menyadarkan guru untuk memilih perannya di dalam kelas, seperti penasihat, fasilitator, instruktur, teman diskusi, penyemangat dan pemberi hadiah yang sudah disesuaikan dengan perilaku siswa di kelasnya. (4) Memberi peluang guru untuk membuat rekayasa pedagogis. Tantangan profesional guru terletak pada mengubah siswa yang tidak termotivasi menjadi semangat belajar.

Pendapat Dimyati ini sebenarnya juga tersirat tiga fungsi yang telah disebutkan sebelumnya, perbedannya ada pada dua poin tambahan yaitu menambah semangat belajar dan menginfomasikan kekuatan belajar. Dari ketiga pendapat di atas, semakin diketahui bahwa motivasi dalam pembelajaran tidak hanya memiliki fungsi bagi siswa tetapi juga memiliki manfaat bagi guru. Sehingga diharapkan agar selalu ada motivasi belajar dalam setiap pembelajaran.


(34)

e. Cara Meningkatkan Motivasi Belajar

Motivasi belajar sangat penting bagi siswa karena dapat mendorong, menggerakkan, dan mengarahkan selama ia belajar. Guru dapat melakukan sesuatu untuk memotivasi siswa dalam belajar, yaitu dengan memahami beberapa aspek yang sesuai dengan dorongan psikologis dalam diri siswa. Aspek yang dapat membantu guru untuk merencanakan kegiatan pembelajaran ini disebut prinsip-prinsip motivasi belajar. Dengan memahami prinsip motivasi belajar, diharapkan guru dapat memunculkan motivasi belajar dalam pembelajaran yang sudah direncanakannya.

Hamalik (2006: 156-161) menguraikan prinsip motivasi belajar dalam sembilan poin, sedangkan Fathurohman dan Suntikno (dalam Aunurrahman, 2012: 217) menyatakan sepuluh hal yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, kemudian Aunurrahman (2012: 117-118) menyebutkan secara singkat sepuluh prinsip motivasi belajar. Peneliti menggabungkan beberapa poin yang memiliki garis besar sama dari tiga pendapat ini dan peneliti memilih serta menyesuaikan dengan penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti. Prinsip-prinsip motivasi belajar yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Motivasi akan bertambah jika pelajaran dirasa bermakna dan merupakan suatu kebutuhan bagi siswa. Guru dapat mengaitkan materi dengan pengalaman masa lalu siswa, konteks sehari-hari, minat siswa, serta manfaatnya dimasa yang akan datang. (2) Penguatan dari guru, orang tua, dan teman seusia berpengaruh terhadap motivasi belajar. (3) Menyampaikan tujuan pembelajaran dan apa saja kegiatan yang akan dilakukan dapat membuat siswa lebih termotivasi. (4) Siswa lebih senang dengan hal-hal baru, sehingga guru dapat menggunakan berbagai


(35)

macam metode belajar, berbagai macam media dan kegiatan-kegiatan baru yang menarik bagi mereka. (5) Siswa lebih senang jika ia ikut berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, guru bisa menerapkan diskusi, simulasi dan praktek. (6) Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. (7) Guru dapat mengapresiasi keberhasilan siswa dan meyakinkan siswa yang belum berhasil bahwa mereka akan mampu mencapai pemahaman atau prestasi dengan lebih giat berusaha. f. Indikator Motivasi Belajar

Agar mengetahui apakah seseorang sudah termotivasi tentunya akan ada ciri-ciri yang menandakan ada tidaknya motivasi dalam diri seseorang. Uno (2009: 21) berpendapat bahwa ada sembilan indikator motivasi belajar yang dapat menunjukkan ciri-ciri orang yang termotivasi dalam belajar. Sedangkan pendapat yang lain dari Kompri (2015: 247) yang mengemukakan ada delapan indikator untuk mengetahui siswa yang memiliki motivasi dalam proses pembelajaran. Pada penelitian ini. peneliti menggunakan empat indikator motivasi belajar menurut teori Uno (2009: 21) dan dua indikator dari Kompri (2015: 247). Peneliti memilih untuk menggabungkan dua pendapat ini karena indikator yang ada pada Uno dapat diperkuat dengan indikator yang dikemukakan oleh Kompri. Peneliti memilih indikator yang paling spesifik dan tidak menggunakan indikator-indikator dari kedua pendapat yang memiliki arti yang kurang lebih sama. Berikut adalah indikator yang digunakan dalam penelitian ini: (1) siswa memiliki keinginan untuk belajar, (2) siswa memiliki dorongan dan kebutuhan dalam belajar, (3) siswa memiliki semangat selama pembelajaran, (4) siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, (5) adanya penghargaan dalam pembelajaran, (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif.


(36)

Berdasarkan beberapa simpulan sebelumnya, dapat diketahui bahwa motivasi belajar adalah dorongan yang menggerakkan serta mengarahkan seseorang untuk melakukan kegiatan belajar agar mencapai tujuan yang dikehendaki. Motivasi belajar ini berfungsi sebagai pendorong, penggerak, dan pengarah perbuatan siswa selama pembelajaran. Agar motivasi dapat muncul, guru perlu mempertimbangkan prinsp-prinsip motivasi selama pembelajaran dan mengukur tingkat motivasi siswa dengan indikator motivasi.

2. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Dimyati, Woordworth, dan Djamarah merumuskan pengertian hasil belajar yang hampir serupa. Dimyati (2005: 3) menyebutkan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindakan belajar dan mengajar. Kemudian menurut Woordworth (dalam Majid, 2014: 28) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku dan kemampuan aktual yang dapat diukur sebagai hasil dari proses belajar. Pendapat serupa juga mengatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang terjadi sebagai akibat dari kegiatan belajar yang telah dilakukan oleh individu (Djamarah, 2011: 175). Dari ketiga pendapat diketahui bahwa untuk mendapatkan hasil belajar, diperlukan suatu proses dan tindakan. Seorang yang mulanya belum tahu dan belum mampu akan melalui proses belajar sehingga ia akan menjadi tahu dan menjadi mampu. Ada perubahan kemampuan yang diharapkan muncul atau meningkat setelah berjalannya proses belajar mengajar dan memenuhi tujuan pembelajaran yang diinginkan. Perubahan ini bisa berupa peningkatan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Hamalik (2006: 155) yang menyebutkan


(37)

bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh dua ahli yaitu Howard Kingsley dan Bloom (dalam Angkowo, 2007: 52-57). Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah peningkatan kemampuan yang merupakan hasil dari suatu proses belajar yang dilakukan oleh seseorang.

b. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Nasution (dalam Djamarah, 2011: 175) mengatakan bahwa belajar bukanlah suatu aktivitas yang berdiri sendiri. Maksudnya disini adalah belajar merupakan proses yang menghasilkan suatu hasil belajar, di mana ada banyak hal yang akan mempengaruhi bagaimana kualitas dari hasil belajar yang didapatkan seseorang. Nasution menyebutkan ada lima hal yang dapat mempengaruhi hasil belajar yaitu

raw input, learning, teaching process, environmental input, dan instrumental input.

Raw input yang merupakan bahan atau materi belajar akan melalui proses belajar mengajar. Selama proses belajar mengajar ini akan ada dukungan instrumental seperti kurikulum, sarana, dan lain sebagainya untuk mendukung proses beajar siswa. Selama proses belajar siswa juga tidak bisa lepas dari interaksinya dengan lingkungan, baik itu lingkungan sekolah, tempat tinggal, atau lingkungan alam sekitar. Semua ini dapat mempengaruhi bagaimana nantinya hasil belajar siswa tersebut.

Pendapat lain juga dikemukakan oleh Djamarah (2011: 177-205) dan Munadi (2010: 24-35) yang mengatakan bahwa ada dua faktor besar yang dapat mempengaruhi hasil belajar, yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar. Kedua pendapat ini hampir sama secara garis besar, sehingga peneliti menggabungkan dan


(38)

mengambil bagian yang dapat saling memperkuat kedua pendapat ini. Faktor dari dalam terdiri atas faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis berupa kondisi fisik siswa dan kesehatan panca indera siswa. Kondisi yang sehat akan membuat siswa lebih fokus dan mudah untuk berkonsentrasi sehingga pelajaran dapat diterima dengan maksimal. Faktor psikologis dipengaruhi oleh ketertarikan atau perhatian, bakat, kecerdasan, motivasi dan daya nalar. Sebagai contoh ada seorang siswa yang memiliki ketertarikan di bidang matematika, dengan dorongan psikologis ia akan lebih giat berlatih dan mendapatkan hasil belajar yang lebih baik. Contoh selanjutnya adalah kecerdasan atau biasa disebut intelegensi juga berpengaruh dalam menentukan hasil belajar siswa. Meski tidak menjadi ukuran mutlak tetapi beberapa penelitian sudah mengungkapkan bahwa ada hubungan erat antara IQ dengan hasil belajar siswa di sekolah (Nasution dalam Djamarah, 2011: 194).

Selain faktor dari dalam, faktor dari luar pun dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor dari luar terdiri atas faktor lingkungan dan faktor instrumental. Faktor lingkungan meliputi lingkungan alam di sekitar siswa serta lingkungan sosial budaya. Lingkungan sekolah yang baik tentu dapat membantu siswa untuk lebih nyaman dan fokus dalam belajar, seperti banyak pohon sehingga menyejukkan, jauh dari kebisingan, dan asap polusi udara. Faktor instrumental terdiri dari kuikulum, program, sarana dan fasiltas, serta guru sebagai tenaga pengajar. Faktor lingkungan juga memiliki pengaruh yang besar dalam menentukan hasil belajar. Hal ini didukung oleh pendapat Clark (dalam Angkowo, 2007: 50) yang mengungkapkan bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Sehingga dapat


(39)

disimpulkan bahwa motivasi belajar dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan faktor dari luar.

Berdasarkan beberapa simpulan sebelumnya, dapat diketahui bahwa hasil belajar adalah peningkatan kemampuan yang merupakan hasil dari suatu proses belajar yang dilakukan oleh seseorang di mana pencapaiannya dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri siswa tersebut dan faktor dari lingkungan.

3. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) a. Pengertian IPA

Ada banyak mata pelajaran yang ajarkan di Sekolah Dasar. IPA yang merupakan singkatan dari Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Dasar. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa Inggris Natural Science yang artinya ilmu tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini (Samatowa, 2011: 3). Berdasarkan pendapat tersebut diketahui bahwa IPA merupakan salah satu disiplin ilmu yang dalam terapannya menjadi sangat penting karena mempelajari peristiwa alam yang ada di sekitar kita.

Pendapat lain mengenai pengertian IPA juga dikemukakan oleh Powler (dalam Samatowa, 2011: 3) bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis. Artinya, pengetahuan tersebut tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, saling berkaitan, dan saling berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nash (dalam Samatowa, 2011: 2) yang menyatakan bahwa IPA adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Nash menambahkan bahwa IPA mengamati dunia secara analisis, lengkap, cermat, serta menghubungkan antara suatu fenomena dengan


(40)

fenomena lain sehingga membentuk prespektif baru dari objek yang diamati. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut peneliti menyimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang mempelajari peristiwa alam yang terjadi secara sistematis dan saling berkaitan.

b. Pembelajaran IPA untuk Sekolah Dasar

Semua peristiwa alam di sekitar kita memiliki cakupan yang sangat luas, mulai dari jaringan sel makhluk hidup sampai gejala alam yang terjadi di ruang angkasa. Untuk dapat mempelajari semua hal tersebut tentunya membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan dibutuhkan kemampuan dasar untuk mempelajari materi-materi ilmu tersebut. Sehingga dalam mempelajari IPA, sebaiknya materi disesuaikan dengan faktor psikis dan fisik seseorang. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa kondisi psikis dan fisik sangat mempengaruhi hasil belajar (Djamarah, 2011: 190-203). Sebagai contoh, materi persilangan gen yang cukup rumit hanya dapat dipelajari oleh anak yang sudah memasuki tahap operasional formal dan harus memiliki pengetahuan awal yang akan mendukungnya dalam mempelajari materi tersebut. Sehingga diketahui bahwa IPA SD adalah materi dan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang khusus ditujukan untuk siswa Sekolah Dasar. Hal ini sesuai dengan pendapat Samatowa (2011: 5) bahwa keterampilan proses IPA untuk SD harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif siswa.

IPA bukan sekedar sesuatu yang dihafalkan, tetapi juga memerlukan kegiatan atau kerja dilakukan oleh siswa misalnya melalui beberapa percobaan (Samatowa, 2011: 3). Sehigga dalam pelaksaan pembelajaran IPA siswa harus ikut berpartisipasi aktif agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Materi dalam


(41)

pembelajaran IPA di SD memang merupakan materi yang masih mudah untuk dipahami, namun pelajaran IPA juga merupakan dasar penting bagi anak untuk melatih kemampuan berpikir secara sistematis. Paolo dan Marten (dalam Samatowa, 2011: 5) mendefinisikan keterampilan proses IPA sebagai : (1) mengamati, (2) mencoba memahami apa yang diamati, (3) menggunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang terjadi, (4) menguji ramalan (hipotesis) untuk melihat kebenarannya.

Samatowa (2011: 3) juga mengemukakan bahwa guru harus kreatif dan selalu memperbaharui ilmu yang dimilikinya agar sejalan dengan penemuan-penemuan baru. Serta penting untuk mengemukakan tujuan dari setiap materi sebelum memberikan materi IPA kepada anak SD. Hal ini dilakukan agar mereka dapat melihat hubungan antara ilmu yang dipelajari dengan penerapannya dalam kehidupan.

Berdasarkan penjelasan yang sudah disampaikan, peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran IPA untuk Sekolah Dasar adalah penyampaian materi IPA yang sudah disesuaikan dengan kondisi fisik dan psikis siswa, dimana dalam proses belajarnya siswa harus ikut berpartisipasi aktif agar tujuan belajar tercapai. 4. Fabel Aesop

a. Pengertian Fabel Aesop

Fabel menurut Putera (2015: 38) adalah cerita fiksi yang menokohkan binatang sebagai lambang pengajaran moral yang biasa disebut sebagai cerita binatang. Binatang sebagai lambang maksudnya adalah hewan memiliki sifat, dapat berbicara, dan berekspresi layaknya manusia. Hal ini sesuai dengan pengertian fabel menurut KKBI, fabel adalah cerita yang menggambarkan watak


(42)

dan budi manusia yang pelakunya diperankan oleh binatang, cerita berisikan pendidikan moral dan budi pekerti (KBBI, 1997: 273). Definisi fabel juga dijelaskan Nurgiyantoro (2005: 190), menurutnya fabel adalah salah satu bentuk cerita tradisional yang menampilkan binatang sebagai tokoh cerita.

Cerita binatang (fabel) merupakan personifikasi manusia, baik dalam karakter maupun persoalan yang diungkapkan. Tujuan dari fabel adalah untuk menyampaikan pesan-pesan moral di dalamnya baik berupa nasihat maupun kritikan akan disampaikan secara tersirat. Pesan yang disampaikan melalui tokoh binatang akan membuat pembaca lebih santai (Nurgiyantoro, 2005) karena mereka akan menikmati cerita dan tidak merasa tersinggung sebab yang tengah dibicarakan dalam bentuk binatang. Selain itu, binatang adalah makhluk yang ada di sekitar dan sangat familier seperti buaya, burung, ayam, harimau dan sebagainya, sehingga anak dapat membayangkan dan menerima cerita menggunakan daya imajinasinya. Pada umumnya cerita binatang bentuknya singkat dan alurnya mudah dipahami. Pesan moral tidak hanya tersirat pada karakter tokoh binatang saja, tetapi juga tersirat pada alur cerita dan bahkan ada yang langsung tersurat dalam pesan di akhir cerita.

Berdasarkan pendapat di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa fabel adalah cerita tradisional yang bertokohkan hewan sebagai personifikasi manusia baik karakter, budi pekerti, maupun persoalan yang dibahas untuk menyampaikan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.

Seorang sejarahwan Yunani beranggapan bahwa fabel Aesop merupakan cerita yang diperkirakan ditemukan sekitar tahun 550 SM oleh seorang pelayan di sebuah keluarga kaya di Yunani dan juga dikenal sebagai pendongeng bernama


(43)

Aesop. Dun (1970) dalam bukunya yang berjudul “Stories from Aesop” menyebutkan bahwa fabel Aesop adalah fabel yang ditulis oleh Aesop. Cerita fabel ini dikenal dengan fabel Aesop. Banyak yang mengira bahwa semua fabel Aesop adalah fabel yang dibuat oleh Aesop, padahal ada beberapa cerita lisan yang Aesop temukan dari pengarang yang hidup sebelum Aesop ada (Putera, 2015: 42). Berdasarkan hal tersebut, peneliti menduga bahwa sebelum ada Aesop cerita fabel yang diceritakan secara lisan sudah ada namun masih dalam bentuk yang terpisah-pisah sehingga masyarakat jarang mengetahui bahwa ada berbagai macam ceria fabel. Kemudian barulah berbagai macam cerita ini dikumpulkan oleh Aesop.

Upaya pendokumentasian dongeng Aesop dilakukan pada tahun 300 SM, kemudian diterjemahkan ulang ke bahasa latin sekitar tahun 25 SM. Cerita fabel dari kedua koleksi ini kemudian disatukan dan diterjemahkan ulang ke bahasa Yunani sekitar tahun 230 M, baru kemudian cerita ini diterjemahkan ke beberapa bahasa lain. Hadirnya mesin cetak pada abad 14 membuat seorang pengusaha Inggris bernama William Caxton membukukan koleksi fabel Aesop pada tahun 1484 yang diberi judul Aesop‟s Fables (dalam Sarumpaet, 2010: 8, 22). Pada masa sekarang banyak fabel Aesop yang digunakan dalam menyampaikan pendidikan moral di sekolah atau dalam berbagai macam hiburan, khususnya dalam drama anak-anak dan kartun.

b. Manfaat Fabel untuk Pembelajaran siswa SD

Peneliti menggunakan fabel sebagai media dalam melakukan penelitian tindakan kelas. Fabel diharapkan dapat memberikan manfaat untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA. Rahman (2014: 174-177) menguraikan sepuluh manfaat dari media pembelajaran. Sudjana dan Riva’i (dalam Kustandi, 2013: 22)


(44)

menyebutkan empat manfaat media pembelajaran serta Kustandi menyimpulkan manfaat media pembelajaran ke dalam empat poin.

Peneliti menggabungkan poin yang sama dan memilih mana yang sesuai dengan penelitian ini. Sehingga peneliti merumuskan manfaat media pembelajaran sebagai berikut. (1) Media pembelajaran sebagai pemusat perhatian siswa perhatiannya dari awal sampai akhir pelajaran dengan penuh konsentrasi, sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. (2) Dengan adanya media, metode belajar akan lebih bervariasi. Siswa dapat merasakan lebih banyak pengalaman belajar seperti mengamati, melihat video, praktek, bermain peran, dan lain sebagainya. (3) Media dapat mengaktifkan pembelajaran. Pembelajaran yang aktif terbantuk ketika siswa dapat berinteraksi dengan guru, siswa lainnya, dan juga dengan media pembelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang berkesan bagi siswa. Dari berbagai manfaat di atas dapat simpulkan secara umum, bahwa manfaat media dalam proses pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru, siswa, dan materi sehingga pembelajaran akan lebih efektif dan efisien.

Fabel merupakan salah satu jenis dari sastra anak selain bacaan anak usia dini, drama, puisi, komik, dan lain sebagainya. Sastra anak sendiri adalah sastra yang ditujukan untuk anak-anak dengan bimbingan dan pengarahan oleh orang dewasa atau masyarakat (menurut Davis, dalam Sarumpaet 2010: 2). Penggunaan fabel dalam penelitian ini sangat mendukung kegiatan belajar yang aktif bagi siswa SD dalam pembelajaran IPA karena dapat dikombinasikan dengan kegiatan belajar yang bervariasi. Fabel juga memiliki tiga manfaat media yang mendukung dalam meningkatkan motivasi serta hasil belajar IPA.


(45)

Seperti yang telah peneliti simpulkan di atas bahwa fabel adalah cerita tradisional yang bertokohkan hewan sebagai personifikasi manusia baik karakter, budi pekerti maupun persoalan yang dibahas untuk menyampaikan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya. Binatang merupakan makhluk yang ada di sekitar dan sangat familier bagi anak. Sejak kecil anak sudah dikenalkan dengan binatang entah dari lingkungan sekitar atau buku-buku bacaan untuk anak usia dini. Dengan demikian anak dapat membayangkan dan menerima cerita menggunakan daya imajinasinya. Hal ini sesuai dengan teori belajar Piaget, bahwa siswa SD berada pada tahapan operasional konkret di mana mereka membutuhkan sesuatu yang nyata dan kontekstual untuk dapat memahami suatu pengetahuan (Trianto, 2009: 197). Selain membuat pelajaran lebih menarik, cerita fabel juga dapat menjadi jembatan bagi siswa untuk lebih mudah memahami materi yang bersifat abstrak.

Keputusan peneliti untuk melakukan penelitian pada pembelajaran yang menggunakan cerita fabel juga diperkuat oleh salah satu penelitian di Amerika pada tahun 1980 (dalam Nurgiantoro 2005: 38) mengenai anak-anak sekolah dasar yang belajar melalui seni ternyata memiliki tingkat pemahaman yang lebih tinggi pada bidang IPA, Matematika, dan Bahasa dibandingkan anak yang tidak belajar melalui seni. Selain itu, pembelajaran menggunakan media fabel merupakan hal yang baru bagi siswa. Karena fabel sudah mencakup semua manfaat manfaat media dan sudah sesuai dengan prinsip motivasi belajar, sehingga dapat disimpulkan bahwa fabel dapat digunakan sebagai media yang tepat untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.


(46)

Berdasarkan beberapa simpulan sebelumnya, dapat diketahui bahwa Fabel Aesop adalah cerita yang bertokohkan hewan sebagai personifikasi manusia baik karakter, budi pekerti, dan menyampaikan informasi-informasi serta pesan moral yang ditulis oleh Aesop. Tokoh binatang dalam fabel sangat familier bagi anak sehingga mereka dapat membayangkan dan menerima cerita menggunakan daya imajinasinya. Selain itu, penggunaan fabel dalam menyampaikan pembelajaran dapat membuat kegiatan belajar menjadi lebih menarik.

5. Siswa Sekolah Dasar

Siswa atau murid adalah komponen terpenting dalam pengajaran. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hamalik (2007: 100) yang mengatakan bahwa tanpa adanya murid tidak akan terjadi proses pembelajaran. Siswa Sekolah Dasar adalah siswa yang memiliki kemapuan kognitif pada tahap operasional konkret. Siswa yang berada pada jenjang Sekolah Dasar umumnya memiliki usia antara 7-11 tahun. Menurut Piaget, dalam tahap ini siswa sudah mampu menyelesaikan masalah dengan menggunakan benda atau peristiwa yang konkret. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa sekolah dasar siswa adalah pemeran penting dalam pembelajaran, di mana ia sudah dapat menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan hal-hal konkret di sekitarnya.

Siswa Sekolah Dasar memiliki kecenderungan belajar sebagai berikut. (1) Konkret, yakni siswa dapat belajar dari hal yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar. (2) Integratif, pada tahap ini siswa memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah konsep. Hal ini ditunjukkan dengan cara berpikir anak yang deduktif. (3) Hierarkis, yaitu siswa belajar dari hal yang sederhana ke


(47)

yang lebih kompleks. Sehingga dalam pembelajaran harus memperhatikan urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi (Trianto, 2009: 29; Hosnan, 2016: 133-136).

Berdasarkan beberapa simpulan sebelumnya, dapat diketahui bahwa dalam penelitian ini yang merupakan subjek adalah siswa SD kelas III, yaitu siswa yang berada pada jejang pendidikan sekolah dasar yang berusia 8-9 tahun dan memiliki kemampuan kognitif pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini siswa memiliki cara belajar yang konkret, integratif, dan hierarkis.

B. Penelitian yang Relevan

Perwita Sari (2017) melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Perbedaan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD dalam Penggunaan Fabel pada Materi Penyesuaian Diri Hewan Terhadap Lingkungannya”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen. Data pada penelitian ini diperoleh dari hasil pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu dokumentasi dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah independent t-test. Hasil analisis data menunjukkan perbedaan skor kedua

kelompok yang signifikan t(5050) = 2,286 p ≤ 0,05 dan memiliki Medium effect( efek

sedang) sebesar r = 0,3 atau setara dengan 9%. Hasil analisis data kemudian dapat dikatakan bahwa ada perbedaan hasil belajar siswa atas penggunaan media fabel.

Penelitian kedua dilakukan oleh Nuramalina (2015), memiliki judul “Aplikasi Cerita Fabel Sebagai Media dalam Pembelajaran Berbicara bagi Siswa Kelas II SD” menggunakan aplikasi cerita fabel sebagai media dalam pembelajaran berbicara. Dari penelitian ini diketahui bahwa hasil belajar pada kelas


(48)

eksperimen yang mengaplikasikan cerita fabel sebagai media dalam pembelajaran berbicara lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.

Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Rosela (2016) yang berjudul “Penggunaan Media Edukasi Ular Tangga untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Peserta Didik kelas VIII A SMP Negeri 2 Mlati Sleman pada Materi Sistem Peredaran Darah Manusia”. Penelitian ini menggunakan metode

penelitian tindakan kelas dalam dua siklus. Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi dan refleksi. Pengumpulan data dilakukan secara tes dan non test. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis secara kuantitaitf untuk perhitungan data yang telah diperoleh dan secara kualitatif untuk mendeskripsikan hasil. Setelah membandingkan antara kondisi awal, siklus I dan siklus II, penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa menerapkan permainan edukasi ular tangga dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Mlati pada sistem peredaran darah manusia.

Penelitian yang relevan peneliti rangkum dalam bagan yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(49)

Gambar 2.1 Bagan Penelitian yang Relevan

Peneliti memilih penelitian Perwita Sari (2017) sebagai penelitian yang relevan karena berhasil menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan atas

Rosela (2016) Penelitian Tindakan Kelas berjudul “Penggunaan Media Edukasi Ular

Tangga untuk

Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Peserta Didik kelas VIII A SMP Negeri 2 Mlati Sleman pada Materi Sistem Peredaran Darah Manusia

Penggunaan media dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA.

Nuramalina (2015), Penelitian

Eksperimen

Kuantitatif yang berjudul “Aplikasi

Cerita Fabel

Sebagai Media dalam Pembelajaran Berbicara bagi Siswa Kelas II SD”

Penggunaan fabel sebagai media dapat meningkatkan hasil belajar

Perwita Sari (2017) Penelitian

Eksperimen Kuantitatif

“Perbedaan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD dalam Penggunaan Fabel pada Materi Penyesuaian Diri Hewan Terhadap Lingkungannya”

Ada perbedaan yang signifikan atas penggunaan media fabel terhadap hasil belajar IPA siswa

Penelitian Tindakan Kelas yang akan dilakukan “Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar IPA melalui Penggunaan Modifikasi Fabel Aesop Pada Siswa Kelas III di SD Kanisius Condongcatur Tahun pelajaran 2016/2017”


(50)

penggunaan media fabel terhadap hasil belajar IPA siswa. Penelitian ini juga dapat menunjukkan bahwa fabel dapat digunakan oleh guru sebagai salah satu media pembelajaran. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen, sedangkan peneliti akan melakukan penelitian dengan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pada penelitian ini, fabel dan hasil belajar digunakan sebagai variabel. Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, fabel digunakan sebagai media dan variabel yang digunakan adalah motivasi serta hasil belajar. Pada penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan, peneliti tidak menggunakan kelompok lain sebagai pembanding karena peneliti akan menggunakan fabel dalam satu kelompok kelas yang menjadi subjek penelitian.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Nuramalina (2015), perbedaan antara penelitian tersebut dengan peneitian yang dilakukan oleh peneliti adalah dari jenis penelitian. Penelitian tersebut merupakan penelitian eksperimen kuantitatif sedangkan peneliti menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK). Selain itu, pada penelitian tersebut berfokus pada penggunaan fabel untuk meningkatkan perkembangan bahasa anak, sedangkan pada penelitian yang peneliti lakukan berfokus pada penggunaan media fabel untuk meningkatkan motivasi serta hasil belajar. Dengan melihat hasil positif antara fabel dan hasil belajar dari penelitian ini, peneliti menjadikan penelitian ini sebagai sumber yang relevan.

Peneliti memilih penelitian Rosela (2016) sebagai penelitian yang relevan karena berhasil menunjukkan bahwa penggunaan media dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, media yang digunakan sangat inovatif dan baru bagi siswa, peneliti juga akan menggunakan media yang baru dan inovatif berupa


(51)

fabel. Selain itu, ada beberapa persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Endah (2016) dengan yang dilakukan oleh peneliti, yaitu metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas, hasil belajar dan motivasi belajar IPA sebagai variabel, serta teknik analisis data.

C. Kerangka Berpikir

Pada jenjang Sekolah Dasar, IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) merupakan dasar penting bagi anak untuk berlatih berpikir secara sistematis. Meskipun materi IPA sangat dekat dengan konteks kehidupan sehari-hari, namun apabila dalam penyampaiannya guru hanya menggunakan penjelasan verbal yang konvensional akan membuat materi tidak tersampaikan dan siswa menjadi kurang termotivasi untuk mengikuti pelajaran. Motivasi sangat menentukan tingkat berhasil keberhasilan kegiatan belajar siswa, tanpa adanya motivasi kemungkinan berhasil akan lebih kecil.

Berdasarkan observasi dan wawancara, peneliti mengetahui bahwa kurangnya motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA terjadi karena metode pengajaran yang digunakan kurang variatif. Peneliti ingin melakukan penelitian yang dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar mata pelajaran IPA dengan media dan cara penyampaian materi yang unik dan menarik yang diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA para siswa. Peneliti memilih media fabel yang sudah dimodifikasi sebagai media yang akan digunakan dalam pembelajaran pada penelitian ini. Binatang adalah makhluk yang ada di sekitar dan sangat familiar bagi anak, sehingga anak dapat membayangkan dan menerima cerita menggunakan daya imajinasinya. Selain itu, penggunaan fabel dalam pembelajaran dapat membuat kegiatan belajar menjadi lebih aktif dan


(52)

menarik. Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir D. Hipotesis

Hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian berdasarkan pada rumusan masalah adalah sebagai berikut.

1. Modifikasi fabel Aesop untuk meningkatan motivasi dan hasil belajar mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran 2016/2017 dapat digunakan dengan cara bercerita, bereksperimen, dan berdiskusi.

2. Penggunaan modifikasi fabel Aesop dapat meningkatan motivasi belajar mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran 2016/2017 dari rata-rata skor motivasi kelas 60,9 menjadi 80 serta persentase siswa yang memiliki motivasi tinggi dari 41,7% menjadi 75%.

3. Penggunaan modifikasi fabel Aesop dapat meningkatan hasil belajar mata pelajaran IPA siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran

Motivasi dan hasil belajar rendah Metode pembelajaran

ceramah konvensional Kondisi awal

Motivasi dan hasil belajar meningkat Penggunaan media

pembelajaran fabel Tindakan


(53)

2016/2017 dari nilai rata-rata IPA 66,6 menjadi 75 dan persentase siswa yang lulus KKM dari 25,9% menjadi 60%.


(54)

37 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri atas beberapa siklus untuk memperbaiki proses pembelajaran yang berdampak pada hasil belajar. Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama (Arikunto, 2006: 3). Menurut Arikunto, penelitian tindakan kelas (Classroom Research) memiliki peranan yang sangat penting dan strategis untuk meningkatkan mutu pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik dan benar. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ebbut (dalam Kunandar 2011: 43) bahwa penelitian tindakan adalah kajian sistemik dari upaya perbaikan tindakan praktik pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut. Secara lebih detail pengertian PTK juga disampaikan oleh Tampubolon (2014: 19) yang mengatakan bahwa PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh pendidik atau calon pendidik di dalam kelasnya sendiri secara kolaboratif atau disebut juga partisipatif. PTK bertujuan untuk memperbaiki kinerja pendidik menyangkut kualitas proses pembelajaran, meningkatkan hasil belajar peserta didik baik secara akademik maupun nonakademik melalui tindakan reflektif dalam bentuk siklus.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang bersifat kolaboratif. Peneliti memilih PTK kolaboratif karena baik guru maupun peneliti dapat bersama-sama memikirkan solusi persoalan yang tengah diteliti dan saling belajar


(55)

untuk meningkatkan profesionalisme. Ada tiga kelompok dalam melakukan PTK dengan asas kolaboratif, yakni guru sebagai pelaku tindakan, observer yang mengamati sekaligus memberikan masukan, serta kelompok siswa yang diberi perlakuan (Sanjaya, 2011: 39). Pada penelitian kolaborasi ini, guru melakukan proses tindakan pembelajaran dengan menggunakan media fabel Aesop. Peneliti juga bertugas untuk merancang dan mempersiapkan penelitian, serta membantu guru dalam melakukan tindakan jika guru membutuhkan bantuan.

Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan melalui beberapa siklus. Model PTK yang dipakai dalam penelitian ini adalah model dari Kemmis dan Mc Taggart. Peneliti menggunakan model ini karena komponen tindakan dengan pengamatan dijadikan sebagai suatu kesatuan. Disatukannya kedua hal tersebut disebabkan karena dalam penerapannya kegiatan tindakan dan pengamatan harus dilakukan dalam waktu yang bersamaan (Kusumah, 2009: 20). Bagan tindakan yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut.

Gambar 3.1 Bagan Siklus PTK Kemmis dan Mc Taggart (dalam Kusuma dan Dwitagama 2009: 21).


(56)

Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa ada empat tahapan dalam skema PTK menurut Kemmis dan Mc Taggart. Keempat tahapan tersebut adalah perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

1. Perencanaan adalah kegiatan yang mencakup identifikasi masalah, analisis penyebab adanya masalah, dan pengembangan bentuk tindakan (aksi) sebagai pemecahan masalah.

2. Tindakan pada prinsipnya merupakan realisasi dari suatu tindakan yang sudah direncanakan sebelumnya. Strategi apa yang digunakan, materi apa yang diajarkan dan sebagainya.

3. Observasi atau pengamatan dalam penelitian tindakan kelas dilakukan untuk mengetahui dan memperoleh gambaran lengkap secara objektif tentang perkembangan proses pembelajaran, dan pengaruh dari tindakan yang dipilih terhadap kondisi kelas dalam bentuk data. Tahap tindakan dan observasi dilakukan dalam waktu yang bersamaan.

4. Refleksi yang dilakukan oleh guru dan tim pengamat dalam penelitian tindakan kelas membahas mengenai berbagai masalah yang muncul selama penelitian serta analisis data sebagai bentuk dari pengaruh tindakan yang telah dirancang. Melalui refleksi inilah peneliti akan menentukan apakah penelitian membutuhkan siklus lanjutan atau sudah berhenti karena masalah telah terselesaikan.

B. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di kelas III SD Kanisius Condongcatur yang beralamat di Jl Tambakboyo RT10/RW14, Dero, kelurahan Condongcatur, kecamatan Depok,


(57)

kabupaten Sleman, D.I.Y. SD Kanisius berada cukup jauh dari jalan raya. SD Kanisius Condongcatur berada di dekat Embung Tambakboyo dan letaknya berhadap-hadapan dengan SD Negeri Perumnas 3 Depok.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2016 sampai dengan bulan Mei 2017. Penelitian terdiri dari dua siklus dan dalam setiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Pertemuan berlangsung selama 2 jam pembelajaran dan dilaksanakan pada jam pembelajaran efektif di sekolah.

3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III SD Kanisius Condongcatur tahun pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 27 siswa, 15 siswa perempuan dan 12 siswa laki-laki.

4. Objek Penelitian

Objek penelitian tindakan kelas ini adalah motivasi dan hasil belajar. Secara umum motivasi adalah harapan serta usaha dalam diri seseorang untuk mencapai tujuan yang dikehendakinya. Motivasi yang diamati adalah motivasi siswa ketika mengikuti pembelajaran IPA menggunakan media fabel Aesop. Sedangkan hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hasil belajar yang diamati adalah hasil dari tes unjuk kerja yang sudah disesuaikan dengan materi yang digunakan, yaitu materi IPA kelas III SD yang sedang diajarkan di SD Kanisius Condongcatur.


(58)

C. Persiapan

Pada tahap persiapan ini peneliti melakukan beberapa hal untuk mempersiapkan penelitian. Peneliti terlebih dahulu menentukan SD yang akan digunakan sebagai tempat penelitian. Peneliti menentukan SD Kanisius Condongcatur dan meminta ijin kepada guru dan kepala sekolah untuk dapat melakukan penelitian di tempat ini. Setelah mendapatkan ijin, peneliti meminta melakukan wawancara tidak terstruktur untuk mengetahui masalah yang ada pada siswa kelas III. Kemudian peneliti dan guru menentukan waktu yang akan digunakan untuk wawancara, observasi dan menyebarkan kuisioner untuk memastikan apakah benar hal-hal yang diungkapkan guru menjadi masalah di kelas III SD Kanisius Condongcatur serta memperoleh gambaran awal mengenai kegiatan pembelajaran di kelas tersebut.

Peneliti membuat instrumen penelitian berupa lembar observasi, pedoman wawancara, dan lembar kuisioner. Setelah divalidasi instrumen tersebut akan digunakan dalam observasi, wawancara, dan kegiatan penyebaran kuisioner. Peneliti melakukan observasi di kelas III SD Kanisius Condongcatur dan dilanjutkan dengan wawancara bersama guru kelas III. Peneliti mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang muncul berdasarkan hasil observasi pembelajaran, wawancara dengan guru, dan kuisioner yang diisi oleh siswa. Peneliti menemukan masalah yang harus diperbaiki di kelas III, yaitu motivasi dan hasil belajar IPA. Peneliti menyusun proposal penelitian serta mengkaji standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi pokok untuk menyusun rencana penelitian pada tiap siklus. Kemudian peneliti menyusun instrumen pembelajaran berupa silabus, RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), LKS, materi ajar dan penilaian, serta


(59)

menyusun instrumen penelitian untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam bentuk soal evaluasi. Peneliti juga mempersiapkan media modifikasi fabel Aesop dan alat pembelajaran yang akan dibutuhkan.

D. Rencana Kegiatan Tiap Siklus 1. Siklus I

Siklus I akan dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Alokasi waktu setiap pertemuan adalah 2 JP (2 x 35 menit). Pertemuan kedua digunakan untuk mengerjakan soal evaluasi.

a. Perencanaan

Menyusun silabus, RPP tentang perubahan benda yang dapat diamati akibat pemanasan dan pembakaran, LKS, lembar observasi, menyusun kuisioner motivasi siswa, soal evaluasi dan penilaian, membuat modifikasi fabel Aesop, serta mempersiapkan media untuk yang akan digunakan.

b. Tindakan

Pada tahap ini guru melakukan tindakan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Guru kelas bertindak sebagai guru dan peneliti bertindak sebagai pengamat. Pada pertemuan pertama, kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut. Kegiatan pembelajaran diawali dengan memberikan salam, doa bersama, dan melakukan presensi. Kemudian dilanjutkan dengan guru memberikan apresepsi, motivasi, dan menyampaikan tujuan pembelajaran. Pada kegiatan inti, siswa menyimak materi perubahan benda yang dapat diamati akibat pembakaran yang disampaikan oleh guru melalui cerita. Melalui tokoh profesor guru melakukan percobaan dalam bentuk demonstrasi. Kemudian siswa dan guru melakukan tanya jawab mengenai hasil pengamatan selama demonstrasi. Setelah


(60)

tanya jawab, siswa dibagi dalam kelompok dan mengerjakan LKS. Setiap kelompok maju untuk menunjukkan hasil karyanya dan membacakan hasil diskusinya. Kegiatan inti diakhiri dengan guru memberikan penguatan materi untuk siswa. Pada kegiatan penutup, siswa merangkum materi pelajaran di buku catatan kemudian guru memberikan refleksi, tindak lanjut, dan doa.

Pertemuan kedua ini diawali dengan kegiatan memberikan salam dan doa pembuka yang dipimpin oleh salah satu siswa. Kemudian dilanjutkan dengan presensi dan guru memberikan apresepsi, motivasi, dan menyampaikan tujuan pembelajaran. Pada kegiatan inti, siswa diminta untuk membaca lanjutan cerita. Kemudian siswa menyimak materi perubahan benda yang dapat diamati akibat peanasan yang disampaikan oleh guru melalui cerita. Melalui tokoh profesor, guru melakukan percobaan dalam bentuk demonstrasi. Siswa dan guru melakukan tanya jawab seputar materi. Setelah tanya jawab, siswa mengerjakan LKS bersama kelompoknya dan dilanjutkan dengan mengerjakan soal evaluasi secara individu. Kegiatan inti diakhiri dengan penguatan materi oleh guru mengenai soal yang dianggap sulit pada tes evaluasi. Pada kegiatan penutup, siswa merangkum materi pelajaran di buku catatan kemudian guru memberikan refleksi dan diakhiri dengan doa bersama.

c. Observasi

Observasi dilakukan oleh peneliti dan dilakukan bersamaan dengan tahap tindakan. Observasi dilakukan dengan bantuan lembar observasi dan kamera

handphone. Observasi dilakukan untuk melihat sejauh mana tingkat motivasi siswa selama mengikuti pembelajaran dan mencatat hal-hal penting selama proses pembelajaran berlangsung.


(61)

d. Refleksi

Refleksi yang dilakukan peneliti adalah mengevaluasi kegiatan di siklus I pada pertemuan pertama dan pertemuan kedua. Membandingkan sejauh mana peningkatan motivasi dan hasil belajar antara kondisi awal dan kondisi akhir setelah siklus I. Perbandingan tersebut diperoleh dari data hasil observasi, kuisioner, dan wawancara. Proses dan hasil juga direfleksikan kembali mengenai apa saja hal-hal yang dapat mempengaruhi pencapaian selama pembelajaran berlangsung. Hasil data yang telah dibandingkan digunakan untuk memutuskan apakah penelitian dilanjutkan ke siklus II atau cukup dengan siklus I saja.

2. Siklus II

Siklus II akan dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Alokasi waktu setiap pertemuan adalah 2 JP (2 x 35 menit). Pertemuan kedua digunakan untuk mengerjakan soal evaluasi.

a. Perencanaan

Perencanaan pada siklus II hampir sama dengan siklus I menyusun silabus, RPP tentang manfaat energi dalam kehidupan sehari-hari, LKS, menyusun soal evaluasi siklus II dan penilaian, membuat modifikasi fabel Aesop lanjutan, serta mempersiapkan media untuk yang akan digunakan. Peneliti juga menyiapkan lembar observasi dan lembar kuisioner motivasi siswa yang akan digunakan selama siklus II.

b. Tindakan

Pada tahap ini guru melakukan tindakan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Guru kelas bertindak sebagai guru dan peneliti bertindak sebagai pengamat. Pada pertemuan pertama, kegiatan diawali dengan salam, doa pembuka,


(1)

317 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

(3)

319

7.4 Observasi Pertemuan 2 Siklus II


(4)

(5)

321 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

BIOGRAFI

Alfa Mitananda Christi lahir di Sleman, 26 Juli 1995. Peneliti telah menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak pada tahun 2001 di TK Karitas Nandan. Peneliti menempuh jenjang Sekolah Dasar selama enam tahun di SD Sinduadi Timur dan dinyatakan lulus pada tahun 2007. Jenjang Sekolah Menengah Pertama diselesaikan selama tiga tahun dan dinyatakan lulus pada tahun 2010 di SMP N 5 Depok. Tahun 2013 peneliti dinyatakan lulus setelah menempuh tiga tahun pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA N 4 Yogyakarta. Pada tahun 2013 peneliti menempuh pendidikan tinggi dengan mengambil Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Jurusan lmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Masa pendidikan di Universitas Sanata Dharma diakhiri dengan pembuatan skripsi dengan judul “Peningkatan Motivasi dan Hasil

Belajar IPA Menggunakan Fabel Aesop untuk Siswa Kelas III SD Kanisius


Dokumen yang terkait

Peningkatan motivasi dan prestasi belajar ipa menggunakan media pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada siswa kelas IV B SD Kanisius Sengkan tahun pelajaran 2015/2016.

0 0 278

Peningkatan motivasi dan prestasi belajar IPA menggunakan media pembelajaran berbasis TIK pada siswa kelas IV SD Karitas Nandan tahun pelajaran 2016/2017.

0 1 177

Peningkatan motivasi dan prestasi belajar IPA menggunakan media pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada siswa kelas V SD Kanisius Kotabaru I tahun pelajaran 2015/2016.

0 0 299

Peningkatan motivasi dan prestasi belajar menggunakan media pembelajaran berbasis IT pada mata pelajaran IPA kelas V SD Kanisius Kintelan I Yogyakarta tahun pelajaran 2015/2016.

0 2 302

Peningkatan motivasi dan prestasi belajar IPS siswa kelas V SD Kanisius Condongcatur menggunakan media visual tahun ajaran 2012/2013.

0 2 347

Peningkatan motivasi dan hasil belajar IPS siswa kelas III SD Kanisius Kintelan dengan metode demonstrasi.

0 1 252

Peningkatan motivasi dan hasil belajar IPA menggunakan fabel aesop pada kelas II.1 di SD BOPKRI Gondolayu Yogyakarta

0 0 357

Peningkatan motivasi dan hasil belajar IPA menggunakan fabel aesop pada siswa kelas IV di SD BOPKRI Gondolayu Yogyakarta

0 2 296

Peningkatan motivasi dan prestasi belajar IPA menggunakan media pembelajaran berbasis TIK pada siswa kelas IV SD Karitas Nandan tahun pelajaran 2016 2017

0 1 175

PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS V SD KANISIUS CONDONGCATUR MENGGUNAKAN MEDIA VISUAL TAHUN AJARAN 20122013

0 1 345