Faktor  merupakan  suatu  himpunan  bilangan  yang  habis  membagi  bilangan tersebut. Contoh faktor 6 adalah {1,2,3,6}, faktor 8 adalah {1,2,4,8}.
b Menentukan  faktor  persekutuan  dan  pilih  dari  kedua  faktor  persekutuan yang terbesar.
Faktor persekutuan adalah faktor yang sama-sama dimiliki oleh dua bilangan yang  sama.  Setelah  menentukan  faktor  dan  faktor  persekutuan,  maka
langkah selanjutnya adalah pilih  faktor persekutuan  yang terbesar. Contoh: faktor persekutuan 6 dan 8 adalah 2. FPB 6 dan 8 yaitu 2.
Untuk  dapat  menyelesaikan  soal  yang  berhubungan  dengan  KPK  dan  FPB, siswa diharuskan dapat menguasai konsep kelipatan dan faktor. Tanpa itu semua
siswa  akan  kesulitan  menyelesaikan  soal  KPK  dan  FPB.  Sedangkan  materi prasyarat  untuk  mempelajari  kelipatan  dan  faktor  adalah  perkalian  dan
pembagian.  Maka  dari  itu,  siswa  di  kelas  sebelumnya  harus  menguasai  pekalian dan pembagian, agar lebih mudah belajar konsep KPK dan FPB.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil  penelitian  yang  relevan  ini,  diambil  dalam  skripsi  mahasiswa  UIN Jakarta. Penelitian relevan yang mencakup judul ini, yaitu:
1  Penelitian  ini  sesuai  dengan  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Nuraini,  yang berjudul  “Pengaruh  Pendekatan  Realistic  Mathematic  Education  RME
Terhadap Hasil Belajar  Matematika Siswa Pada  Konsep Pengukuran Waktu, Panjang d
an Berat” yang dilakukan di MIN 16 Cipayung siswa kelas III tahun ajaran  20102011.  Hasil  penelitian  menunjukan  hasil  belajar  pada  materi
pengukuran  waktu,  panjang  dan  berat  dengan  menggunakan  pendekatan matematika  realistik  dapat  meningkatkan  hasil  belajar  dibandingkan  tanpa
menggunakan  pendekatan  realistik.  Kelas  yang  menggunakan  pendekatan matematika realistik lebih aktif saat pembelajaran.
2  Penelitian  ini  sesuai  dengan  penelitian  Ida  Farihah yang berjudul “Pengaruh
Pendekatan  Pembelajaran  Matematika  Realistik  Terhadap  Kemampuan Komunikasi
Matematika  Siswa”  yang  dilakukan  di  SMP  Nusantara  Plus Ciputat  pada  tahun  ajaran  20092010.  Hasil  penelitian  menunjukan
kemampuan komunikasi  matematika siswa dengan pendekatan pembelajaran
realistik  lebih  tinggi  dibandingkan  tanpa  menggunakan  pendekatan  realistik. Kemampuan  komunikasi  matematika  tersebut  meliputi  merefleksi  dan
mengklasifikasi gagasan matematika dalam berbagai situasi, mengembangkan gagasan  matematika,  menggunakan  keterampilan  membaca  dan  menulis
untuk menginterprestasi dan mengevaluasi gagasan matematika. 3
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Abdul Hafiz, yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Terhadap Sikap Siswa” yang dilakukan di
SMP  Nusantara  Plus  Ciputat  pada  tahun  ajaran  20092010.  Menyimpulkan bahwasanya  rata-rata  sikap  siswa  dalam  pembelajaran  matematika  yang
diajari  dengan  pendekatan  matematika  realistik  lebih  tinggi  dari  rata-rata sikap  siswa  yang  tidak  diajari  dengan  matematika  realistik.  Sehingga
berpengaruh  juga  terhadap  hasil  belajar  siswa.  Kemudian  kelas  yang menggunakan  matematika  realistik  lebih  aktif  dan  antusias  dalam  proses
pembelajaran. 4  Penelitian  ini  sesuai  dengan  penelitian  Elis  Fatonah  yang  berjudul
“Pendekatan  Realistik  Untuk  Meningkatkan  Kemampuan  Representasi Matematika
” yang dilakukan di SMP N 233 Jakarta Timur pada tahun ajaran 20092010.  Menyimpulkan  bahwa  siswa  merespon  positif  terhadap
pembelajaran  matematika  realistik  dan  kemampuan  representasi  matematika siswa  meningkat.  Hal  ini  terlihat  rata-rata  persentase  pada  siklus  1  yaitu
73,01 dan meningkat pada siklus II menjadi 80,63.
C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran  matematika  masih  berpusat  pada  guru.  Sehingga    siswa  pasif, hanya  sebagai  penerima  pesan  yang  disampaikan  oleh  guru  tanpa  terlibat  dalam
pembelajaran.  Selain  itu  guru  dalam  mengajar  hanya  berpaku  kepada  buku  dan rumus.  Serta  tidak  menggunakan  benda-benda  konkret  di  kehidupan  sehari-hari
dan  tidak  mengaitkan  pembelajaran  dengan  kehidupan  sehari-hari  siswa.  Hal tersebut tidak sesuai dengan tahap berpikir anak usia SDMI, anak usia SD  yang
berumur  sekitar  7-11  tahun  merupakan  tahap  berpikir  operasional  konkret  dan