d. Setelah diberi kesempatan menyelesaikan masalah dengan aktivitas nyata. Tahapan berikutnya adalah siswa diminta mempresentasikan jawaban yang siswa
diskusikan. Dengan cara seperti ini siswa berinteraksi dengan sesamanya, bertukar informasi dan menanggapi serta berlatih mengkomunikasikan hasil kerjanya
kepada orang lain. Ini sejalan dengan karakteristik pendekatan pendidikan matematika realistik yaitu interaktif. Ada beberapa kelompok yang malu untuk
mempresentasikan hasil
diskusinya. Selain
itu ada
kelompok yang
mempresentasikan dengan suara kecil, ada kelompok yang berisik keteika temannya mempresentasikan. Hal ini dikarenakan siswa belum terbiasa dengan
pembelajaran seperti ini. Siswa mempresentasikan hasil diskusi terdapat pada Gambar 4.10.
Gambar 4.10 Siswa Membacakan Hasil Diskusinya
e. Kemudian guru memberikan soal kepada siswa. Soal tersebut diselesaikan sendiri- sendiri dengan cara sendiri-sendiri. Gambar 4.11 nampak beragam cara yang
digunakan siswa dalam menyelesaikan soal tersebut. Siswa pertama menyelesaikan kelipatan dengan cara kalender, siswa kedua dengan cara lompat
kodok dan siswa ketiga dengan cara perkalian. f. Pada tahapan terakhir yaitu guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran secara
bersama-sama. Guru memberitahu cara menyelesaikan materi dengan cara formal.
Gambar 4.11 Siswa Menjawab Soal Kelipatan
Pada pembelajaran di kelas kontrol, peneliti menngunakan pendekatan konvensional.
Pendekatan konvensional merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru teacher centered approach.
Dikatakan demikian, guru memegang peran yang dominan. Peneliti mengajarkan materi tersebut dengan ceramah, demonstrasi, penugasan dan tanya jawab.
Selain itu peneliti juga dapat mengajukan pertanyaan, merespon pertanyaan yang
diajukan siswa, siswa maju ke depan, diskusi dengan teman sebangku untuk menyelesaikan LKS. Tahapan-tahapan yang peneliti lakukan, yaitu:
1 Peneliti memberikan materi secara formal dan matematika. 2 Peneliti meminta siswa mengerjakan LKS. LKS tersebut dikerjakan secara
individu dan dapat dilihat pada Gambar 4.12.
Gambar 4.12 Siswa Mengerjakan LKS Secara Individu
Tetapi, pada pertemuan 6 dan 7 peneliti meminta siswa mengerjakan LKS secara diskusi dengan teman sebangkunya dan dapat dilihat pada Gambar
4.13. Selama siswa mengerjakan LKS, guru berkeliling dan melihat siswa. Nampak beberapa siswa kesulitan karena belum hapal perkalian dan
pembagian.
Gambar 4.13 Siswa Berdiskusi dengan Teman Sebangkunya
3 Setelah siswa mengerjakan LKS. Guru meminta siswa bersama-sama memeriksa jawaban di LKS.
Tabel 4.8 Kegiatan yang dilakukan Siswa
No Materi
Kegiatan yang Dilakukan
Rata-rata nilai LKS
1. Kelipatan
Menyelesaikan LKS dengan tabel perkalian dan garis
bilangan secara individu. 85
2. Kelipatan persekutuan Menyelesaikan LKS dengan cara
garis bilangan secara berdiskusi. 80
3. Faktor
Menyelesaikan LKS dengan cara pembagian secara individu.
85 4.
Faktor persekutuan Menyelesaikan LKS dengan cara
pembagian secara berdiskusi. 85
5. Bilangan prima
Menyelesaikan LKS dengan cara faktor secara individu
90 6.
KPK Menyelesaikan LKS dengan cara
80
perkalian secara berdiskusi. 7.
FPB Menyelesaikan LKS dengan cara
pembagian secara berdiskusi. 80
4 Guru dan siswa menyimpulkan materi keseluruhan secara bersama-sama. Guru memberikan kesempatan kepada siswa bertanya hal-hal yang belum
mengerti dan memberikan informasi materi yang akan dipelajari besok. Setelah melakukan posttest terlihat perbedaan jenjang kognitif antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen mencapai kelas eksperimen mencapai rata-rata 59,59 dan kelas kontrol 52,5. Hal ini menunjukkan hasil
belajar siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol. Perhitungan persentase terdapat pada Gambar 4.15. Rata-rata persentase tahap mengingat C1
dari seluruh siswa mencapai rata-rata 75,833 dan kelas kontrol 63,06. Pada tahap ini siswa dapat menyelesaikan soal dengan lancar. Beberapa siswa yang
kesulitan dikarenakan siswa tersebut belum hapal perkalian dan pembagian. Persentase rata-rata tahap memahami C2 pada kelas eksperimen mencapai
68,75 dan kelas kontrol mencapai 56,25. Pada tahap memahami siswa dapat menyelesaikan soal dengan lancar. Tetapi, beberapa siswa salah ketika tahap akhir
menyelesaikan soal tergambar pada Gambar 4.14. Hal ini dikarenakan siswa harus memahami soal tersebut.
Gambar 4.14 Jawaban Siswa Salah pada Tahap Akhir
Pada menerapkan C3 kelas eksperimen mencapai 62,083 dan kelas kontrol 53,33. Pada tahap menerapkan siswa mulai kurang lancar dalam
menyelesaikan soal, hal ini dikarenakan dalam soal menerapkan siswa harus mengubah soal cerita menjadi matematika formal. Pada soal menerapkan terdapat
banyak langkah yang harus siswa lakukan. Pada Pada tahap menganalisis C4 yaitu 61,25 dan kelas kontrol 52,5. Pada tahap menganalisis, siswa kurang
lancar untuk menjawab soal. Siswa kesulitan dalam menganalisis soal tersebut, sehingga beberapa siswa salah pada tahap akhir menyelesaikan soal. Pada tahap
ini siswa harus menghubungkan soal tersebut. Perbedaan tiap-tiap tingkatan dikarenakan semakin tinggi tingkatan kognitif semakin sulit soal yang diberikan.
Gambar 4.15 Perbandingan Persentase Jenjang Kognitif Hasil Posttest
Pada kelas eksperimen pelajaran matematika tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk yang siap pakai. Tetapi sebagai suatu konsep yang dibangun
oleh siswa maka dalam Pendidikan Matematika Realistik siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Strategi-strategi informal siswa-siswi yang berupa
pemecahan masalah
konstektual merupakan
sumber inspirasi
dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi
pengetahuan matematika formal. Sehingga peserta didik memahami materi dengan pembelajaran real nyata. Hal ini berbeda dengan kelas kontrol yang
mendapatkan materi secara langsung, guru berperan aktif dalam menjelaskan materi.
Pada kelas eksperimen proses pembelajaran telah mampu mengaktifkan siswa sehingga pembelajaran tidak lagi bersifat berpusat pada guru, tetapi telah berpusat
pada siswa. Pelajaran akan mudah dipahami oleh peserta didik jika mereka dapat memaknai materi dari pelajaran tersebut. Siswa terlibat aktif dalam aktivitas
belajar dengan dihadapkan pada masalah yang bersifat realistik. Siswa tidak lagi bersifat pasif tetapi juga ikut dalam pembelajaran. Sedangkan pada kelas kontrol,
siswa hanya mendengarkan dan mencatat konsep-konsep yang penting. Siswa tidak terlibat langsung dalam pembelajaran.
Pengaruh positif lainnya tidak hanya terlihat pada hasil belajar matematika siswa, tetapi juga dapat dilihat dari respon siswa terhadap pembelajaran. Selama
pembelajaran berlangsung sebagian besar siswa antusias, aktif, dan senang dalam mengikuti pembelajaran. Siswa tidak merasa jenuh dengan pembelajaran
. Hal
tersebut peneliti ketahui setelah mewawancarai beberapa siswa setelah menerepkan pendekatan tersebut. Beberapa siswa menjawab suka belajar dengan
pendekatan pendidikan matematika realistik. Mereka berkata pembelajaran seperti ini menyenangkan, membuat pelajaran matematika tidak susah lagi dan mereka
ingin belajar dengan pendekatan ini kembali pada bab berikutnya. Daftar pertanyaan dan jawaban siswa dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Daftar Pertanyaan Wawancara dan Jawaban Siswa
No Pertanyaan
Jawaban Persentase
1. Apakah kamu suka belajar
dengan pendekatan pendidikan matematika
realistik? Ya, Suka belajar
matematika dengan seperti ini.
100
2.
Apakah pelajaran matematika dengan
pendekatan pendidikan matematika realistik belajar
menjadi menyenangkan? Ya, menyenangkan.
100
3.
Apakah belajar matematika masih susah, meskipun
belajar menggunakan Tidak susah lagi.
41,67 Biasa saja.
25 Masih susah.
33,33
pendekatan pendidikan matematika realistik?
4. Apakah kamu ingin belajar
matematika dengan pendekatan pendidikan
matematika realistik pada materi lain?
Ya. 83,33
Tidak. 16,67
Berdasarkan data diatas hasil belajar siswa masih dinyatakan belum kurang berhasil. Meskipun uji hipotesis menyatakan pendekatan pendidikan matematika
realistik menunjukkan terdapat pengaruh. Hal ini dipengaruhi oleh adanya kendala yang dialami peneliti. Dalam proses belajar mengajar pada pertemuan awal, siswa
cenderung bersifat individualis. Ini terlihat diawal pertemuan siswa cenderung tidak mau berkelompok dan milih-milih teman. Selain itu beberapa siswa
mengganggu kelompok lain sehingga kelas menjadi ricuh. Setelah beberapa pertemuan siswa mulai dapat bekerjasama. Kemudian siswa yang belum hapal
perkalian dan pembagian, sedangkan materi KPK dan FPB membutuhkan kemampuan perkalian dan pembagian. Jawaban siswa yang salah pada tahap
perkalian ketika mencari KPK dari 3 dan 7 terdapat pada Gambar 4.16.
Gambar 4.16 Jawaban Siswa yang Salah
karena Perkalian
Hal ini terlihat ketika guru berkeliling. Ada beberapa siswa yang tidak paham konsep perkalian dan pembagian. Sehingga pembelajaran menjadi memakan
waktu lebih lama. Gambar 4.16 menunjukkan jawaban siswa yang salah pada
tahap pembagian ketika mencari FPB dari 8 dan 12.
Gambar 4.17 Jawaban Siswa yang Salah
Karena Pembagian
Selain itu, peneliti tidak menyiapkan alat peraga berdasarkan jumlah siswa. Tetapi, alat peraga yang peneliti siapkan hanya berdasarkan jumlah kelompok.
Sehingga tidak semua siswa melakukan aktivitas nyata. Siswa harus secara bergantian bersama kelompoknya dalam menggunakan alat peraga tersebut.
Dalam pembelajaran membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan kegiatan pembelajaran tersebut, sedangkan sekolah membatasi waktu peneliti.
Dalam menggunakan alat peraga dan melakukan aktivitas nyata real peneliti hanya memberikan petunjuk dalam secara lisan dan tidak tertulis. Meskipun sudah
dijelaskan tahapan yang harus dilakukan siswa. Siswa masih bertanya dan bingung apa yang harus dilakukan dengan alat peraga tersebut dan aktivitas nyata
real yang akan dilakukan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dapat perbedaan hasil belajar
siswa yang menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik dengan siswa yang tidak menggunakan pendekatan tersebut. Pendekatan pendidikan
matematika realistik dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa pada materi KPK dan FPB di kelas IV. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar
matematika siswa yang mengalami peningkatan antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen. Selain itu berdasarkan hasil uji hipotesis yaitu uji t,
menujukkan t
hitung
t
tabel,
t
hitung
sebesar 3,253 dan t
tabel
sebesar 2,045.
D. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna dikarenakan karena peneliti mempunyai keterbatasan. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini
sebagai berikut: a. Alokasi waktu terbatas karena peneliti melakukan penelitian di sekolah yang
masuk siang. Jam masuk siang waktunya lebih sedikit dibanding jam pagi. Sehingga terbatasnya alokasi waktu dalam setiap pertemuan, sedangkan
kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan banyak. Selain itu belajar siang hari membuat siswa kurang kondusif karena kondisi kelas yang panas, gerah
dan siswa ngantuk. b. Pada pertemuan awal siswa belum terbiasa berdiskusi kelompok. Beberapa
siswa ada yang tidak mau berkelompok dan mengganggu kelompok lain. Sehingga pembelajaran kurang kondusif.
c. Kekurangan peneliti dalam hal menyiapkan alat peraga. Alat peraga yang peneliti siapkan tidak berdasarkan jumlah siswa. Tetapi, alat peraga yang
peneliti siapkan berdasarkan jumlah kelompok. d. Peneliti hanya memberikan petunjuk dalam menggunakan alat peraga dan
melakukan aktivitas nyata real secara lisan dan tidak tertulis. e. Kondisi siswa yang belum terbiasa menggunakan alat peraga membuat siswa
bingung dengan kegiatan yang harus dilakukan bersama alat peraga tersebut. f.
Siswa belum hapal perkalian dan pembagian. Sedangkan materi KPK dan FPB membutuhkan kemampuan ini. Sehingga pembelajaran memakan waktu
lebih banyak.
68
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Hasil belajar matematika siswa dengan pendekatan pendidikan matematika realistik memiliki nilai rata-rata 67,033. Sedangkan dengan pendekatan
konvensional memiliki nilai rata-rata sebesar 59,241. Hasil belajar pada kelas eksperimen menunjukkan lebih tinggi dibandingkan hasil belajar matematika
pada kelas kontrol. 2. Tingkatan kognitif pada kelas eksperimen yaitu mengenal C1 sebesar
75,833, memahami C2 sebesar 68,75, menerapkan C3 sebesar 62,083 dan menganalisis C4 sebesar 61,25. Sedangkan pada kelas
kontrol yaitu mengenal C1 sebesar 63,06, memahami C2 sebesar 56,25, menerapkan C3 sebesar 53,33 dan menganalisis C4 sebesar
52,5. 3. Berdasarkan analisis dengan uji-t, maka diperoleh t
hitung
t
tabel
yaitu t
hitung
sebesar 3,253 dan t
tabel
sebesar 2,045 pada taraf signifikan 5. Maka berarti H
o
ditolak artinya rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diberikan dengan pendekatan pendidikan matematika realistik lebih tinggi daripada
hasil belajar matematika dengan pendekatan konvensional. Dapat disimpulkan pendekatan pendidikan matematika realistik berpengaruh
terhadap hasil belajar matematika siswa kelas IV.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas dan pengalaman yang terjadi selama penelitian, maka peneliti dapat memberikan saran-saran berikut ini:
1. Terdapat banyak tahapan pendekatan pendidikan matematika realistik yang harus
dilakukan guru.
Maka perlu
perhatian dari
guru untuk
mempertimbangkan alokasi waktu yang tersedia. Sehingga tahapan pendekatan pendidikan matematika realistik dapat terselesaikan.
2. Guru hendaknya meminta siswa untuk dapat menghapal perkalian dan pembagian pada kelas sebelumnya, karena perkalian dan pembagian
merupakan materi prasyarat dalam belajar materi matematika lain khususnya FPB dan KPK. Sehingga pembelajaran tidak memakan waktu lama.
3. Alat peraga yang dipersiapkan guru hendaknya sesuai dengan jumlah siswa. Sehingga setiap siswa dapat melakukan aktivitas nyata real tersebut.
4. Guru bekerja sama dengan siswa dalam menyiapkan alat peraga yang digunakan, siswa membawa dari rumah dan guru membawa dari rumah.
Sehingga pembelajaran yang dilakukan tidak merepotkan guru. 5. Petunjuk dalam menggunakan alat peraga dan melakukan aktivitas nyata
real hendaknya tidak diinfokan secara lisan saja. Tetapi, petunjuk tersebut harus dibuat secara tertulis dan lisan. Sehingga siswa tidak bingung dan
kesulitan dalam melakukan aktivitas nyata real tersebut. 6. Dalam menggunakan alat peraga kalender sebaiknya kalender yang diberikan
hanya bulan yang diperlukan saja. Sehingga siswa tidak asik bermain dengan kalender tersebut.
70
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2012. Aisyah, Nyimas, dkk. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Jakarta :
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2007.
Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Dahlan, M Djawad. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rsdakarya, 2010
Desmita. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009. Farihah, Ida. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik
Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa. Jakarta: Skripsi Pendidikan Matematika, 2011.
Fatonah, Elis. Pendekatan Realistik Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematika. Jakarta: Skripsi Pendidikan Matematika, 2011.
Gunawan, Imam dan Palupi, Retno Anggraini. Taksonomi Bloom – Revisi Ranah
Kognitif: Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, Dan Penilaian. Jurnal FIP IKIP PGRI Madiun, 2010.
Hafiz, Abdul. Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Terhadap Sikap Siswa dalam Pembelajaran Matematika. Jakarta: Skripsi Pendidikan Matematika,
2012. Heruman. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2010. I Komang, Kartika. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik
Dan Penalaran Operasional Konkret Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar Negeri 1 Semarapura Kangin, Jurnal Pasca Undiksha,
2010. h. 14.
M, Sudirman A. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Raja Grafindo, 2011.
Nuraini. Pengaruh Pendekatan Realistik Mathematic Education Rme Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Pada Konsep Pengukuran Waktu, Panjang
Dan Berat.Jakarta: Skripsi PGMI, 2012. Permendiknas No.22 tahun 2006 tentang Standar Isi Mata Pelajaran Matematika,
h. 15
Purniati, Tia. Matematika. Jakarta:Departemen Agama Republik Indonesia,2009
Purwanto, Ngalim. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 2011. Saepul, dkk. Matematika. Surabaya: Lapis PGMI, 2008.
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung: Kencana Prenada Media Group, 2006.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010. Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2010. Sudjana. Metoda Statistika. Bandung:Tarsito, 2005.
Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012.
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers, 2010. Suwangsih, Erna dan Tiurlina. Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI
Press, 2006 Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2006. Suyono dan Hariyanto. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011.. Widayanti, Esti Yuli, dkk. Pembelajaran Matematika MI. Surabaya: LAPIS
PGMI, 2009. Wijaya, Ariyadi. Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif Pendekatan
Pembelajaran Matematika. Yogyakarta:Graha Ilmu, 2012. Zulfiani, dkk. Strategi Pembelajaran Sains. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Jakarta, 2009.
Lampiran 1
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RPP KELAS EKSPERIMEN
Nama Sekolah :
MI Nurul Huda
Mata Pelajaran : Matematika
KelasSemester : IV empat satu
Alokasi Waktu : 2 x 35 menit
Standar Kompetensi : 2.
Memahami dan menggunakan faktor dan kelipatan dalam pemecahan masalah
I. Kompetensi Dasar
2.1 Mendeskripsikan konsep faktor dan kelipatan 2.2 Menentukan kelipatan dan faktor bilangan
II. Indikator
1. Menjelaskan kelipatan suatu bilangan 2. Membuat model kelipatan dari benda-benda sekitar.
3. Menentukan kelipatan suatu bilangan 4. Menjelaskan faktor suatu bilangan
5. Membuat model faktor dari benda-benda sekitar 6. Menentukan faktor suatu bilangan
7. Menentukan kelipatan persekutuan dua bilangan 8. Menentukan faktor persekutuan dua bilangan
9. Menyebutkan ciri-ciri bilangan prima 10. Membedakan bilangan prima dengan bukan bilangan prima
11. Menentukan bilangan prima
III. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat menjelaskan kelipatan suatu bilangan 2. Siswa dapat membuat model kelipatan dari benda-benda sekitar