Dalihan Na Tolu Hatobangon Anduri

93 yang beruas-ruas dengan kaki yang banyak mempermudah gerakan- gerakan badan. Ini diperlambangkan kepada kekuasaan kepala kampung pada zaman jajahan Belanda. Dimana kepala kampung pada dasarnya mempunyai kekuasaan diktator, semua rakyat harus patuh kepadanya. Bila rakyat ada yang tidak patuh, dia akan marah, marahnya akan membawa akibat kebelakang hari. Bendera ini didirikan dihalaman rumah kepala kampung. Jadi, perlambang banyak kaki berarti banyak yang dapat disuruh dan harus rajin tidak boleh mengelak, tetapi pada belakangan ini, orang ada juga yang memperlambangkan lipan yang banyak kaki ini adalah bendera untuk anak boru yang rajin disuruh melaksanakan tugas, padahal anak boru sudah jelas sitas-sitas nambur yang diperlambang dengan gambar pedang. Lipan-lipan yang warnanya mirip dengan warna lipan merah, kuning, hitam, dan sedikit putih adalah merupakan perlambang kekuasaan kebangsawanan yang bertanggung jawab.

10. Dalihan Na Tolu Hatobangon

Bendera ini terdiri dari tiga warna, yaitu merah, putih, hitam. Maksudnya menggambarkan kelompok yang dituakan dalam satu-satu desa sebagai perwakilan rakyat dalam permusyawaratan dan perumusan adat istiadat. Hatobangon didalam satu-satu desa terdiri dari beberapa kelompok, ada yang berdasarkan marga, ada pula yang berkelompok yang terdiri dari beberapa marga. Hatobangon adalah Universitas Sumatera Utara 94 merupakan marga anggota DPR dalam lembaga negara tetapi kepemimpinannya tetap pada raja, walaupun dasar warnanya sama dengan bendera sia ra rabe, namun bendera Dalihan Na Tolu tidak pakai rambu-rambu karena tingkat masyarakatnya adalah desa bukan haruaya mardomu bulung. Bendera ini dipasang atau didirikan dihalaman salah satu halaman hatobangon atau halaman suhut sihabolonan.

11. Anduri

Bendera ini adalah tampi yang digantung, bentuknya berempat segi. Tampi ini dapat membersihkan beras atau padi dan dapat pula mengkipas serta melambangkan untuk memanggil yang jauh. Bahannya terdiri dari bambu yang dianyam dan rotan. Ini adalah merupakan perlambang untuk memanggil mangontang halayak ramai bersama-sama melaksanakan horja godang “manghiap dengan na di jae dohot na di j ulu”. Bingkai dari rotan maldo, dililit dan disimpulkan dengan rotan halus. Pertanda semua maksud dan tujuan horja telah terlebih dahulu disimpulkan oleh musyawarah yang dihadiri suhut, raja, hatobangon dan orang kaya sebagai pemimpin dan pelaksana horja adat di desa. Bidang dari pada tampi rapak telah dianyam atau didandan terlebih dahulu oleh para fungsional adat dan suhut, baru kemudian dibuat bingkai sebagai penyimpul. Demikian upacara horja, telah diatur dan dipelajari sedemikian rupa, baru di undang segala halayak ramai, untuk melaksanakan dan menikmatinya. Universitas Sumatera Utara 95 Hasil dari pada yang ditampi umumnya sudah bersih dan dapat dimanfaatkan dengan baik. demikian sebagai perbandingan bahwa hasil dari upacara horja adalah bersih dan bermanfaat terutama kepada suhut bolon bersaudarafamili.

12. Gaja Manusun