107
Bab VI KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam
budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi yang biasanya intim dan seksual.
Didalam pernikahan masyarakat Angkola, tidak lepas dari beberapa adat istiadat yang saling melengkapi seperti pohon pisang, upa-upa, tapian raya
bangunan, gondang, bendera dan sebagainya, dan apabila tidak dilaksanakan satu saja, horja godang pesta besar dianggap tidak sempurna dan kesakralan
pernikahan jadi berkurang. Di dalam masyarat Orang Angkola khususnya di Luat Halongonan terdapat
tiga tata cara perkawinan, yaitu : 1.
Dipabuatdijodohkan Dipabuat perjodohan adalah ikatan pernikahan yang mendapat
persetujuan dari orang tua dan keluarga kedua belah pihak, baik pihak calon pengantin perempuan maupun calon pengantin laki-
laki 2.
Marlojong kawin lari Perkawinan
marlojong kawin
lari dilaksanakan
tanpa sepengetahuanpersetujuan pihak keluarga perempuan
Universitas Sumatera Utara
108
3. Takko Mata
Takko Mata maksudnya keluarga calon pengantin perempuan tidak melakukan acara paturunkon boru walaupun sebenarnya mereka
setuju atas rencana dan pilihan jodoh anak perempuannya Prosesi adat yang terdapat di rumah pengantin laki-laki dengan di rumah
pengantin perempuan berbeda. Dimana prosesi adat yang terdapat di rumah pengantin perempuan adalah Martahi, Manyapai Boru, Makkobar Boru, Akad
Nikah, Paturunkon Boru, dan Martulak Barang sedangkan prosesi yang terdapat di rumah pengantin laki-laki adalah Haroan Boru, Martahi, dan Pesta Adat
Dalam pelaksanaan jalannya upacara perkawinan terdapat unsur-unsur yang terkait yaitu Dalihan Na Tolu yang terdiri dari Kahanggi, Anak boru dan Mora.
Dalam sistem Dalihan Na Tolu, interaksi sosial antara mora dan anak boru berlandaskan hak dan kewajiban masing-masing terhadap satu sama lain. Dalam
hal ini, pihak anak boru mengemban fungsi sebagai sitamba na hurang sihorus na lobi si penambah yang kurang si penghabis yang lebih. Karena kewajibannya
yang demikian itu, anak boru dikenal pula sebagai na manorjak tu pudi juljul tu jolo yang menerjang ke belakang, menonjol ke depan yang maksudnya pihak
anak boru ini sudah semestinya membela kepentingan dan kemuliaan pihak mora atau dengan kata lain pihak anak boru harus sanggup marmora menghormati
dan memuliakan mora. Disamping itu, anak boru juga diibaratkan sebagai si tastas nambur
penghalau embun pagi pada semak belukar yang artinya pihak anak boru berkewajiban sebagai perintis jalan barisan terdepan untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan yang dihadapi mora. Pihak anak boru berkewajiban
Universitas Sumatera Utara
109
manjuljulkon morana mengangkat harkat dan martabat pihak mora sebaliknya pihak mora berkewajiban untuk elek maranak boru menyayangi dan mengasihi
anak boru Kahanggi sangat penting artinya bagi setiap individu karena berbagai
persoalan hidup seperti perkawinan, kematian dan mencari nafkah, terlebih dahulu dimusyawarahkan dengan kahanggi. Untuk hal ini, para orang tua senantiasa
memberikan nasihat untuk manta-manat markahanggi bersikap hati-hati terhadap kahanggi agar tidak timbul perselisihan di antara sesama mereka yang semarga.
Selain Dalihan Na Tolu unsur lainnya adalah Pangatak Pangetong. Dimana Pangatak Pangetong adalah juru bicara dari mora, pangatak pengetong ini berasal
dari anak boru dari yang punya pesta. Pangatak pangetong bertugas membawakan acara adat seperti adat perkawinan. Naposo Nauli Bulung adalah
Pada saat pesta perkawinan, Naposo Nauli Bulung bertugas yaitu untuk naposo bulung laki-laki bertugas mengangkat piring kotor. Naposo Bulung bertugas
mangoloi pangatak pihak ama-ama dan Nauli Bulung mangoloi pangatak ina- ina jika sudah dapat waktu makan, para Naposo Nauli Bulung juga ikut
menyelesaikan upa-upa yang akan diberikan kepada kedua pengantin. Masyarakat Angkola juga hidup harmonis dengan alam maupun makhluk
hidup, hal ini dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam upacara adat. Dimana masyarakat menggunakan filosofi hewan sebagai panutan mereka
dalam bermasyarakat dan beradat, seperti kerbau, ayam, kambing, daun muda kelapa, rotan dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
110
Semakin pesatnya perkembangan zaman juga berdampak kepada adat dan tata cara perkawinan etnis Angkola khususnya di Luat Halongonan. Ada beberapa
faktor-faktor tantangan kedepan terhadap adat dan tata cara perkawinan yaitu :
a. Faktor Sosial