Jalannya Upacara Perkawinan Semarga

103 Untuk hak sendiri tidak mengalami perubahan yang signifikan, Dalihan Na Tolu tetap memiliki hak yang sama dengan dahulu, cuma yang membedakannya hanyalah pada dahulu semua Dalihan Na Tolu yang hadir dalam horja godang semuanya mandokkon hata, tetapi ketika prosesi adat perkawinan berubah menjadi horja sadari, tidak semua Dalihan Na Tolu yang hadir yang dapat mandokkon hata, biasanya hanya diwakilkan 2 dua sampai 3 tiga orang saja. Bahkan untuk sebagian horja godang dimana anak boru yang bertugas sebagai tukang mardahan atau mangalap aek tidak ada lagi karena disebabkan rata-rata sudah dikerjakan secara bersama-sama dan jarak yang ditempuh sudah dekat dengan menggunakan kenderaan dan bahkan untuk mencuci piring dan memasak sudah diupahkan kepada orang lain.

5.3. Jalannya Upacara

Akibat perubahan prosesi adat perkawinan, prosesi jalannya perkawinan juga mengalami perubahan dimana pada dahulu orang yang akan manortor akan terdiri dari 3 tiga sampai 5 lima orang saja dan terdiri dari beberapa babak, tetapi pada saat ini, pada horja sadari, orang-orang yang manortor terdiri dari 15 lima belas orang berdiri manortor dan biasanya hanya terdiri dari 1 satu atau 2 dua babak saja. Pada dahulu, setiap pelaksanaan horja godang selalu ditandai dengan pemasangan bendera di lokasi pesta, yang menandakan bahwa sedang dilaksanakan horja godang. Tapi saat ini, pada acara horja sadari, bendera hanya dipasang beberapa saja, tidak seramai kalau ia melakukan horja godang. Universitas Sumatera Utara 104 Pada dahulu, ketika waktu makan, orang-orang yang datang ke horja godang akan dibawa ke rumah yang telah disediakan, untuk pria dan wanita dibedakan rumahnya, tetapi pada saat ini, hal tersebut mulai berubah, hanya para raja-raja dan hatobangon yang akan makan di rumah, sedangkan untuk tamu-tamu yang lain, akan disediakan makan di atas meja, dan mereka mengambil sendiri makan mereka.

5.4. Perkawinan Semarga

Adapun yang menjadi alasan pelarangan perkawinan semarga dalam adat masyarakat Orang Angkola adalah, 1. adanya hubungan kekeluargaan yang sangat dekat, secara umum yang termasuk anggota kerabat adalah ayah, ibu, anak, kakek, nenek, saudara ayah dan saudara ibu. Namun kekerabatan Angkola lebih luas dengan kekerabatan lain di luar ikatan darah yaitu asal satu marga maka adat etnis Batak Angkola mengkategorikannya sebagai kerabat. 2. Karena tutur, jadi untuk memelihara ini adalah salah satunya dengan melarang perkawinan satu marga. 3. Menjaga silaturahmi 4. Adanya acara martahi dalam batak Angkola Adapun sanksi hukum adat terhadap orang yang melakukan perkawinan satu marga dalam masyarakat Angkola adalah disirang mangolu diceraikan hidup oleh tokoh adat, hatobangon, sangsi ini berlaku terhadap orang yang menikah sesama satu marga dan garis keturunannya masih dekat, yang kedua yaitu diasingkan atau diusir dari desa atau kampung laki-laki, ketiga yaitu mangan Universitas Sumatera Utara 105 horbo sahuta makan kerbau satu kampung, maksudnya sangsi yang berupa penyembelihan seekor kerbau dan dagingnya diberika kepada penduduk kampung, hatobangon, harajaon, dan pada saat itu juga salah satu di antara pasangan yang kawin harus mengganti marganya. Tongku Mukmin menjelaskan apabila ada perkawinan semarga, mereka tidak diwajibkan melakukan pesta perkawinan, dan untuk diterima kembali mereka di kampung mereka harus menyelesaikan syarat-syarat adat untuk diterima kembali mereka dan salah satu diantara mereka harus diganti marganya Perkawinan satu marga ditinjau dari hukum pernikahan dalam Islam, maka satu segi sesuai dengan ajaran agama Islam, namun segi yang lain ada perbedaan dengan agama, kesesuaian pelarangan perkawinan satu marga dengan hukum Islam adalah dikarenakan sebahagian teman semarga merupakan mahram dalam hukum Islam dan dikarenakan hubungan kekerabatan. Adapun perbedaannya adalah pemberian sangsi terhadap orang yang melakukan perkawinan sesama satu marga sementara titik temu sistem kekerabatan di antara keduanya tidak ditemukan. Yang terjadi saat ini di masyarakat Luat Halongonan adalah sudah banyak yang melanggar adat ini, mereka menikahi kawan satu marga mereka, makna- makna filosofi yang terkandung di dalam adat, lambat laun mereka lupakan, mereka lebih menggunakan hukum agama, dimana di dalam agama perkawinan satu marga tidak dilarang, sehingga mereka yang melakukan perkawinan satu marga mempunyai alasan. Menurut Irwan Siregar alasan dia menikah satu marga adalah saya beda kampung dengan dia, jadi kami tidak ada ikatan sedarah hanya satu marga saja, lagian kawan-kawan saya banyak menikah dengan satu marga dan tidak ada yang diberi sangsi adat dan mereka bisa mengikuti prosesi adat perkawinan Universitas Sumatera Utara 106 Selain itu, pengaruh ketua-ketua adat juga mulai pudar, dimana orang-orang yang melanggar adat terutama perkawinan semarga tidak mendapatkan sangsi yang serius, sehingga mereka tidak merasa bersalah dan malah bertambah banyak, mereka juga masih bisa mengikuti adat bahkan mengadakan pesta perkawinan juga dapat dilaksanakan tanpa menyelasaikan sangsi adat. Untuk masyarakat Luat Halongonan perkawinan semarga tidak banyak kita jumpai, hanya berkisar 5-7 saja, sebab sebagian yang menikah semarga adalah perempuan yang berasal dari Luat Halongonan dan mendapat suami dari luar Luat Halongonan, sehingga mereka tidak termasuk masyarakat Luat Halongonan. Universitas Sumatera Utara 107

Bab VI KESIMPULAN DAN SARAN