Mengucapkan Mantra Makan Mantra Makan dan Gayatri

78 Buku Guru Kelas I SD Edisi Revisi Untuk meyakinkan dan memberi wawasan lebih peserta didik, guru dapat bercerita dengan mengambil dari Kitab Bhagavadgita, bahwa para dewa akan memberi kita kesenangan yang kita inginkan. Namun, jika kita menikmati pemberian Sang Hyang Widhi tanpa memberikan balasan, maka kita adalah pencuri. Orang-orang yang baik akan makan dari apa yang tersisa dari Yadña sehingga dosanya akan terlepas. Apabila yang makan untuk kepentingan dirinya sendiri, dia akan makan dosanya sendiri. Guru menegaskan maksud isi kitab suci tersebut, yaitu jangan makan sebelum kita mengadakan Yadña Sesa. Yadña Sesa adalah Yadña terkecil dibuat setelah memasak nasi. Mantra Makan merupakan ungkapan rasa syukur dan terima kasih, serta memohon agar makanan yang dimakan bermanfaat bagi sang jiwa dan badan kita. Guru sebaiknya memandu peserta didik untuk melafalkan dengan benar Mantra Makan. Guru menegaskan bahwa mengucapkan mantra tidak boleh salah, maka perlu pengulangan agar peserta didik mampu hafal dan melafalkannya.

2. Mengucapkan Mantra Gayatri

Guru mengajak peserta didik untuk mengucapkan Mantra Gayatri dan memahami arti Mantra Gayatri tersebut. Guru menegaskan kembali akan kehebatan Mantra Gayatri. Mengucapkan Mantra Gayatri akan menyelamatkan orang yang mengucapkannya. Guru menegaskan kepada peserta didik bahwa Kitab Suci Manawa Dharma Sastra menyebutkan kelebihan-kelebihan yang didapat dengan Mantra Gayatri, sebagai berikut: a. Orang yang mengucapkan Mantra Gayatri pada pagi hari setelah matahari terbit akan dapat menebus dosa malam sebelumnya; b. Orang yang mengucapkan Mantra Gayatri pada siang hari, pada waktu matahari tepat berada di atas kepala akan menebus dosa yang dilakukan pada pagi hari itu; c. Orang yang mengucapkan Mantra Gayatri pada sore hari di saat matahari terbenam akan menebus dosanya yang dilakukan pada siang harinya; dan d. Guru menegaskan begitu besar manfaat mengucapkan Mantra Gayatri, sebanyak tiga kali, yaitu pagi, siang, dan sore hari. Guru memandu peserta didik melafalkan Mantra Gayatri dengan benar. Guru menegaskan jangan salah mengucapkan mantra. Perlu pengulangan agar peserta didik hafal. Seperti halnya dalam gambar buku peserta didik, konsentrasi pikiran itu sangat dibutuhkan dalam mengucapkan Mantra Gayatri. Setelah selesai membahas mantra dalam agama Hindu pada Pelajaran 4 dengan materi Mantra Makan dan Mantra Gayatri, maka dapat disampaikan rangkuman materi, sebagai berikut: a. Mantra makan: Om amrtādi sanjiwani ya namah swaha 79 Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti b. Mantra Gayatri: Om bhūr bhvah svah,tat savitur varenyam,bhargo devasya dhimahi, dhiyo yo nah pracodayāt

E. Mengenal Subha dan Asubha Karma

1. Upaya Menghindari Perilaku Asubha Karma

Guru mengajak peserta didik untuk menceritakan berbagai kejadian dalam keseharian di rumah, di sekolah, dan juga di jalan umum, di mana sering terjadi seseorang berbuat burukAsubha Karma. Berkata kasar, memukul teman, dan berkelahi merupakan contoh-contoh perbuatan burukAsubha Karma. Guru meminta kepada peserta didik untuk menyebutkan beberapa contoh tentang perbuatan burukAsubha Karma. Menanyakan kembali kenapa seseorang bisa berbuat burukAsubha Karma . Kemudian, guru dan peserta didik membahas perbuatan buruk itu satu per satu dan membahas akibat dari melakukan perbuatan burukAsubha Karma. Setelah mengetahui berbagai penyebab orang berbuat Asubha Karma, maka diberikan jalan keluar untuk menghindari, yaitu rajin sembahyang ke Pura dan berdoa dengan sungguh-sunguh setiap hari.

2. Penyebab Berperilaku Asubha Karma

Guru menanyakan peserta didik, mengapa bisa muncul perbuatan Asubha Karma. Peserta didik menjawab dengan berbagai alasan. Setelah itu, guru menegaskan tentang sebab-sebab munculnya Asubha Karma. Salah satu yang paling berpengaruh adalah kemiskinan. Guru mengilustrasikan perbuatan Asubha Karma dengan menceritakan seorang penipu yang begitu tega menipu seorang Brahmana yang akan mengadakan upacara. Cerita Seorang Pendeta dengan Penipu. Ada seorang pendeta yang baik dan taat bersembahyang. Suatu hari, ia pergi ke rumah orang kaya yang dermawan. “Tuan, bolehkah saya meminta seekor anak domba untuk upacara?” kata pendeta kepada pedagang kaya itu. “Tentu tuan, silakan pilih.” Pendeta itu mengambil seekor anak domba berbulu putih. Kedua kaki domba tersebut diikat, dipikul di pundaknya. Lalu pendeta itu pulang melewati sebuah hutan. Di tengah jalan, seorang penipu menegurnya, “Pak pendeta, sungguh tidak pantas Bapak memikul anak anjing kudisan,” kata penipu pertama lalu pergi. “Ini anak domba, perhatikanlah.” Baru beberapa langkah berjalan, penipu kedua lewat. “Pak Pendeta, mengapa Bapak seorang pendeta memikul keledai?” Setelah menegur pak Pendeta, penipu kedua pergi. “Ini domba, bukan keledai.” Seketika, pendeta mulai bingung. Tiba-tiba datang penipu ketiga. “Pendeta, mengapa Bapak memikul anak kuda?” Hati Pendeta semakin bingung.