1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan usaha sadar dalam mengembangkan manusia menuju kedewasaan, baik kedewasaan intelektual, sosial, maupun
kedewasaan moral. Proses pendidikan bukan hanya mengembangkan intelektual saja, akan tetapi mencakup seluruh potensi yang dimiliki peserta
didik. Pendidikan pada dasarnya memberikan pengalaman belajar untuk dapat mengembangkan seluruh potensi siswa melalui proses interaksi baik
antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru ataupun siswa dengan lingkungannya. Siswa merupakan insan yang aktif, kreatif dan dinamis
dalam menghadapi lingkungannya. Oleh karena itu siswa bukanlah objek yang harus dijejali dengan informasi, akan tetapi mereka merupakan subjek
yang memiliki potensi yang mana mereka harus diarahkan oleh para pendidik untuk mendapatkan pengalaman belajar yang menarik dan
menyenangkan dengan tujuan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh para siswa. Proses pembelajaran yang baik ialah proses
pembelajaran yang di dalamnya menekankan pada aktivitas siswa secara optimal, artinya di dalam proses pembelajaran tersebut harus ada
keseimbangan antara aktivitas fisik, mental termasuk emosional dan aktivitas intelektual.
2 Sekolah yang merupakan lembaga formal untuk meningkatkan
kecerdasan dan kreatifitas manusia melalui proses pembelajaran yang ada di dalamnya, dewasa ini mengalami kendala. Kendala atau permasalahan
yang muncul salah satunya berkenaan dengan proses pembelajaran yang dilakukan oleh para pendidik. Kondisi yang didapati dewasa ini ialah
pendidik masih menggunakan model pembelajaran yang tradisional dalam menyampaikan materi pengajaran. Model pengajaran tradisional seperti
ceramah di kelas, rupanya membuat para siswa enggan atau malas untuk belajar dan mengikuti proses pembelajaran.
Di samping itu, model tradisional seperti ceramah juga tidak menumbuhkan keaktifan, motivasi dan prestasi belajar siswa. Dalam
pembelajaran tradisional siswa hanya duduk mendengarkan ceramah guru, mencatatnya, kemudian menghafalnya. Hal semacam ini sama dengan
model yang ditentang oleh Freire dalam McLaren,1993:26 yakni model gaya bank. Di dalamnya siswa hanya dipenuhi dengan materi-materi hafalan
dan siswa hanya mendapat transfer ilmu pengetahuan dari pendidiknya. Tidak sedikit pendidik yang masih menggunakan model tradisional
tersebut. Mereka beranggapan bahwa dengan menghafal materi yang diberikan oleh pendidik akan menjadikan siswa berkembang kognitifnya.
Hal ini tidak sepenuhnya salah, hanya saja dengan menggunakan model tradisional tersebut tidak membuat siswa mampu meningkatkan motivasi,
keaktifan serta prestasinya secara optimal dalam belajar. Salah satu mata pelajaran wajib di Sekolah Dasar ialah Ilmu
Pengetahuan Sosial IPS. Di Sekolah-sekolah Dasar masih banyak terdapat
3 proses pembelajaran IPS dengan model tradisional yakni dengan metode
ceramah. Hal ini membuat siswa menjadi bosan, malas dan akhirnya aspek kognitif, afektif, dan psikomotoriknya tidak berkembang dengan optimal.
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti di kelas V SDN Kalongan Yogyakarta pada tanggal 9 Januari 2013, di dalam kelas guru
hanya menggunakan model ceramah dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sehingga tampak kebosanan dalam diri siswa
ketika mengikuti proses pembelajaran di kelas tersebut. Di samping itu, dalam wawancara dengan guru kelas V serta guru bidang studi IPS kelas V,
peneliti memperoleh keterangan bahwa guru kelas menyadari bahwa dalam proses pembelajaran di kelas memang masih sering menggunakan model
pembelajaran yang tradisional seperti ceramah. Hal ini dilakukan karena beliau mengalami kendala jika menerapkan model pembelajaran yang
inovatif di kelas. Kendala yang utama berkenaan dengan alokasi waktu. Di samping itu, ada alasan lain yakni siswa tidak siap dengan model
pembelajaran yang inovatif. Berkenaan dengan keaktifan siswa, guru bidang studi IPS
menjelaskan bahwa siswa kelas V masih kurang aktif dalam proses pembelajaran di kelas. Hal ini tampak dalam observasi yang kedua pada
tanggal 16 Januari 2013, bahwa sebagian besar siswa kelas V ketika proses belajar mengajar di kelas hanya pasif. Jika tidak ditanya atau dipancing
dengan pertanyaan oleh guru, maka siswa hanya diam saja. Selain itu ketika guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok kecil, peneliti mendapati
hanya beberapa siswa saja yang aktif di dalam diskusi kelompok. Dalam
4 observasi yang ke tiga pada tanggal 23 Januari 2013, peneliti memperoleh
informasi berupa data prestasi siswa kelas V SDN Kalongan tahun ajaran 20112012 pada mata pelajaran IPS KD 2.3 Menghargai jasa-jasa tokoh
perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia yang lolos dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal KKM 65 hanya 40 atau
dengan angka kasarnya dari 27 siswa hanya 8 siswa yang lolos KKM. Banyak sekali model pembelajaran yang dapat meningkatkan
prestasi siswa. Sebagai contohnya model pembelajaran CTL Contextual Teaching and Learning
, Active Learning, PBL Problem Based Learning dan lain sebagainya. Salah satu model pembelajaran yang dipilih peneliti
untuk mengubah kondisi seperti di atas ialah dengan penerapan model pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning. Dengan model
pembelajaran kooperatif ini siswa akan terlatih untuk bertanggung jawab individu terhadap kelompoknya, serta menghargai pendapat siswa lain di
dalam kelompok yang mana hal-hal seperti itu dapat dikategorikan sebagai sikap aktif dalam proses pembelajaran.
Ada beberapa teknik di dalam model pembelajaran kooperatif. Sugiyanto 2010:44-59 menyebutkan diantaranya STAD Student Team
Achievement Division , Jigsaw, GI Group Investigation, Dua tinggal dua
tamu Two Stay Two Stay, Keliling Kelompok, Kancing Gemerincing, Teknik Tebak Pelajaran, serta TQ Team Quiz. Dalam penelitian ini
peneliti memilih model pembelajaran Kooperatif teknik STAD. Model pembelajaran Kooperatif teknik STAD tersebut dapat menciptakan dan
mengoptimalkan kerja kelompok yang efektif untuk mencapai tujuan
5 pembelajaran di kelas. Dalam model pembelajaran Kooperatif teknik STAD
ini siswa belajar di dalam kelompok yang heterogen baik etnis, jenis kelamin dan kemampuan yang berbeda tinggi, sedang, dan rendah. Setiap
kelompok dan setiap siswa diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar serta diberikan juga penghargaan bagi siswa serta kelompok yang
meraih prestasi tinggi. Berdasarkan masalah yang ditemukan oleh peneliti di kelas V SDN
Kalongan tersebut, maka peneliti menawarkan sebuah solusi pembelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
Student Teams-Achievement Division. Model pembelajaran kooperatif teknik STAD ini diterapkan pada mata pelajaran IPS dengan Standar
Kompetensi 2: Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan
Kompetensi Dasar 2.3: Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Berangkat dari semua hal di atas, peneliti melakukan suatu penelitian tindakan kelas guna meningkatkan keaktifan, motivasi, dan
prestasi belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
B. Rumusan Masalah