40
BAB IV GAMBARAN UMUM SEKOLAH
A. Sejarah Singkat SMA Kolese De Britto
SMA Kolese De Britto lebih dikenal dengan nama De Britto atau “JB” kependekan dari Johanes De Britto. Sekolah ini memiliki catatan
sejarah berdiri yang cukup panjang. Berawal dari dicabutnya peraturan yang melarang pihak swasta mendirikan sekolah oleh pemerintah pendudukan
Jepang, para Bruder CCI bersama suster-suster Carolus Borromeus dan Fransiskanes mendirikan sebuah sekolah menengah Katolik, setingkat SMP.
Terdesak kebutuhan mendirikan sekolah menengah atas yang bersendikan asas-asas Katolik untuk menampung lulusan SMP yang telah terlebih dahulu
didirikan, maka atas persetujuan bersama Yayasan Kanisius di bawah pemimpin Romo Djojoseputro dengan para romo Jesuit dan para suster
Carolus Borromeus didirikan sebuah sekolah menengah atas Kanisius. Sekolah menengah atas tersebut akhirnya dibuka secara resmi pada tanggal
19 Agustus 1948 dengan jumlah murid angkatan pertama sebanyak 65 orang yang terdiri dari putra dan putri. Tetapi, sekolah baru ini belum memiliki
gedung sekolah sendiri sehingga untuk melaksanakan seluruh kegiatan akademik masih menumpang di ruang atas SMP Bruderan Kidul Loji. Tidak
lama setelah diresmikan, jabatan sementara pemimpin sekolah yang dipegang Romo B. Sumarno, S.J diserahkan kepada Romo R. Van Thiel, S.J. Sekolah
yang baru berlangsung lima bulan ini akhirnya ditutup karena situasi sosial
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
politik yang ada, clash kedua tentara Belanda tanggal 18 Desember 1948. Setelah keadaan tenang, persiapan untuk mulai mengadakan kegiatan
sekolah segera dilaksanakan. Bagian putri sudah dibuka kembali dan memulai seluruh kegiatan akademik pada bulan Agustus 1949, sedangkan bagian putra
baru dapat dibuka kembali dan melaksanakan seluruh rangkaian kegiatan akademik pada bulan Oktober 1949. Hal ini mengingat banyak pemuda yang
baru kembali dari medan perang, yang berjuang bagi ibu pertiwi. Sekolah ini akhirnya dipisahkan menjadi dua bagian, sekolah putra dan sekolah putri.
Sekolah putra menempati gedung di Jalan Bintaran Kulon 5 dan diasuh oleh para romo Jesuit, dan memakai nama Santo Johanes De Britto sebagai nama
sekolah. Sekolah putri berada di bawah asuhan para suster Carolus Borromeus, menempati gedung di Jalan Sumbing sekarang Jalan Sabirin.
Sekolah putri memakai nama SMA Stella Duce yang berarti Bintang Penuntun.
Pada tanggal 9 Juni 1953, oleh Pembesar Serikat Jesus di Roma nama SMA Santo Johanes De Britto diubah menjadi SMA Kolese De Britto.
Sekolah ini terus mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu, hal ini tampak dari bertambahnya jumlah murid yang berdampak bertambahnya
jumlah ruang kelas, pembenahan dan perbaikan bagian administrasi sekolah, termasuk rencana mendirikan gedung sekolah baru di lokasi lain. Banyak
pilihan lokasi untuk mendirikan gedung sekolah yang baru, tetapi akhirnya pilihan lokasi jatuh di daerah Demangan tepatnya di Jalan Laksda Adisucipto
161 Yogyakarta, yang akhirnya menjadi alamat tetap sekolah ini. Peletakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
batu pertama sebagai tanda awal pembangunan gedung sekolah yang baru dilakukan oleh Mgr. A.Soegijapranata, S.J. Pada bulan Mei 1958, SMA
Kolese De Britto dipindahkan ke gedung sekolah yang baru. Selain kompleks gedung yang luas, sekolah yang baru ini juga dilengkapi lapangan olah raga,
aula, ruang laboratorium,dan lain-lain. Pada permulaan tahun ajaran baru, 1 Agustus 1960, Romo P.F.C.
Teeuwisse, S.J. yang masih WNA diganti oleh direktur baru, Romo Th. Koendjono, S.J karena pada saat itu pemerintah mengeluarkan peraturan yang
melarang orang berkewarganegaraan asing mengajar di sekolah dasar dan menengah. Dua tahun kemudian tepatnya 1 Agustus 1962 kepengurusan
SMA Stella Duce yang semula disatukan dengan SMA Kolese De Britto , resmi diserahkan kepada Yayasan Tarakanita, sedangkan SMA Kolese De
Britto tetap diasuh oleh Yayasan De Britto yang secara ex officio diketuai oleh Romo Jesuit sebagai rektor kolese. Sayangnya Romo Th. Koendjono,
S.J. tidak lama bertugas karena mendapat tugas baru dari pemimpin Serikat Jesus. Tahun 1964 Romo Th. Koendjono, S.J. sebagai direktur diganti oleh
seorang awam, yaitu Bapak C. Kasiyo Dibyoputranto. Sejak itu hingga sekarang, jabatan direktur kepala sekolah dipercayakan pada awam. Agar
ciri kolese tidak hilang, jabatan rektor yang sekaligus menjadi ketua yayasan dan jabatan pamong tetap dipegang oleh Jesuit.
Pada tahun 1973 ketika jabatan rektor dipegang oleh Romo J. Oei Tik Djoen, S.J., di SMA Kolese De Britto dicanangkan pendidikan bebas. Konsep
pendidikan bebas ini merupakan jawaban terhadap keadaan masyarakat yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kurang bisa menerima pendapat yang berbeda dari pendapat umum, khususnya tahun 1960-1970. Masyarakat lebih mementingkan penampilan
luar daripada motivasi dari dalam. Keberhasilan pendidikan bebas tidak lepas dari peran empat serangkai, yaitu Romo Oeik Tik Djoen, S.J., Romo
G.Koelman, S.J., Bapak C.Kasiyo Dibyoputranto, dan Bapak L. Subiyat. Empat serangkai itu pada tahun 1971 diperkuat oleh Bapak Chr. Kristanto
yang diangkat menjadi wakil kepala sekolah dan bapak G.Sukadi yang banyak berperan dalam kegiatan siswa.
Sampai sekarang SMA Kolese De Britto masih tetap diminati banyak lulusan SMP dari berbagai kota di seluruh Indonesia. Pada tahun 2002 Tim
Master Plan SMA Kolese De Britto yang dipimpin oleh Bapak G.Sukadi menyusun rencana induk pengembangan SMA Kolese De Britto tahun 2003-
2013 yang menjadi pedoman pengembangan di bidang kurikulum, pembinaan dan pendampingan siswa, sumber daya manusia, administrasi, sarana dan
prasarana, serta keuangan. Tahun 2004-2005 SMA Kolese de Britto mulai menerapkan kurikulum 2004 yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis
Kompetensi KBK dan setahun kemudian berubah menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP. Mulai tahun itu SMA Kolese De Britto
menambah satu kelas X dari enam kelas menjadi tujuh kelas dan pada tahun 2005-2006 dibuka kembali jurusan bahasa setelah sepuluh tahun tidak
membuka jurusan bahasa, melengkapi dua jurusan yang sudah ada, yaitu IPA dan IPS. SMA Kolese De Britto tetap hanya menerima siswa putra, namun
jumlah peminat setiap tahunnya tetap melimpah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sampai sekarang SMA Kolese De Britto masih tetap diminati banyak lulusan SMP dari berbagai kota di seluruh Indonesia. Pada tahun 2002 Tim
Master Plan SMA Kolese De Britto yang dipimpin oleh Bapak G. Sukadi menyusun rencana induk pengembangan SMA Kolese De Britto tahun 2003-
2013 yang menjadi pedoman pengembangan di bidang kurikulum, pembinaan dan pendampingan siswa, sumber daya manusia, administrasi, sarana dan
prasarana, serta keuangan. Tahun 2004-2005 SMA Kolese de Britto mulai menerapkan kurikulum 2004 yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis
Kompetensi KBK dan setahun kemudian berubah menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP. Mulai tahun itu SMA Kolese De Britto
menambah satu kelas X dari enam kelas menjadi tujuh kelas dan pada tahun 2005-2006 dibuka kembali jurusan bahasa setelah sepuluh tahun tidak
membuka jurusan bahasa, melengkapi dua jurusan yang sudah ada, yaitu IPA dan IPS. SMA Kolese De Britto tetap hanya menerima siswa putra, meskipun
demikian jumlah peminat setiap tahunnya tetap melimpah.
B. Visi, Misi, Nilai-Nilai yang Mendasari, dan Tujuan Pendidikan SMA