Pembahasan Berkaitan dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Aspek

sehingga siswa semakin sering berlatih mengerjakan soal agar terampil mengerjakan soal yang tidak rutin.

4.2.3 Pembahasan Berkaitan dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Aspek

Kognitif. Tes kemampuan pemecahan masalah dilaksanakan pada akhir penelitian untuk mengetahui ketuntasan siswa pada materi yang sudah diajarkan selama 5 kali pertemuan, yaitu aturan sinus, aturan kosinus, dan luas segitiga. KKM yang ditetapkan sebesar 71 untuk ketuntasan individual, sehingga siswa dikatakan tuntas jika nilai yang diperoleh lebih dari atau sama dengan 71. Berdasakan hasil tes akhir kemampuan pemecahan masalah, diperoleh data bahwa kelima siswa yang menjadi subjek penelitian nilainya ≥ 71, sehingga kelimanya dikatakan tuntas secara individual. Hasil tes kemampuan pemecahan masalah menunjukkan dari kelima subjek penelitia, S1 menempati peringkat pertama dengan nilai 99,7. Dan yang mengejutkan adalah S5, karena hasil tes akhirnya mampu mengalahkan S2, S3, dan S4 sehingga menempati peringkat kedua dengan nilai 75,8. S2 menempati peringkat ketiga dengan selisih nilai hanya 0,2 saja dengan S5 yaitu 75,6. Untuk S3 dan S4 mendapatkan nilai tes akhir yang sama yaitu 73,3 dan nilai ini paling kecil dibandingkan ketiga subjek yang lain. Keberhasilan S5 mengalahkan ketiga subjek yang lain dikarenakan ketiga subjek yang lain yaitu S2, S3, dan S4 terkecoh terhadap salah satu soal sehingga metode pemecahan masalah atau rumus yang dipilih tidak tepat yang berpengaruh dengan skor penilaian pada langkah-langkah penyelesaian dan hasil perhitungan akhir. Berikut perubahan hasil kemampuan pemecahan masalah kelima subjek penelitian pada tes awal dan tes akhir. Secara umum keberhasilan kelima subjek penelitian dalam mencapai ketuntasan untuk tes kemampuan pemecahan masalah berkaitan dengan perubahan perilaku dan kebiasaan terhadap karakter rasa ingin tahu dan keterampilan pemecahan masalah siswa. Telah dibahas sebelumnya bahwa terjadi peningkatan pada karakter rasa ingin tahu yang dialami oleh kelima subjek penelitian. Perubahan perilaku tersebut juga menjadi salah faktor meningkatnya kemampuan pemecahan masalah. Hal ini sejalan dengan pendapat Suhadi 2010 yang mengungkapkan beberapa manfaat memiliki rasa ingin tahu antara lain sebagai berikut: 1 membuat pikiran siswa menjadi aktif, siswa yang pikirannya aktif akan belajar dengan baik, sebagaimana yang dijelaskan teori kontruktivisme, di mana siswa dalam belajar harus secara aktif membangun pengetahuannya; 2 membuat siswa penjadi para pengamat 20 40 60 80 100 Tes Awal Tes Akhir Grafik Kemampuan Pemecahan Masalah S1 S2 S3 S4 S5 yang aktif, dengan begitu siswa lebih peka dalam mengamati berbagai fenomena atau kejadian di sekitarnya sehingga membuat siswa akan belajar lebih banyak; 3 akan membuka dunia-dunia baru yang menantang dan menarik siswa untuk mempelajarinya lebih dalam; 4 membawa kejutan-kejutan kepuasan dalam diri siswa dan meniadakan rasa ingin tahu akan sesuatu, maka mereka akan dengan segala keinginan dan kesukarelaan akan mempelajarinya. Setelah memuaskan rasa ingin tahunya mereka akan merasakan betapa menyenangkannya hal tersebut. Rasa inilah yang membuat mereka tak merasa bosan belajar. Perlu dicermati pula bahwa dengan banyak mengerjakan soal siswa dapat melatih keterampilannya dalam memahami masalah, merencanakan strategi pemecahan masalah, melaksanakan strategi dan membuat kesimpulan yang tepat. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah tidak dapat dilepaskan dari peningkatan keterampilan pemecahan masalah. Menurut Kuswana 2012:27, istilah keterampilan disamakan sebagai seni dan kemampuan sebagai pengetahuan .Oleh karena itu dalam memecahkan masalah diperlukan keterampilan atau seni sehingga data yang dimiliki dapat diolah sedemikian rupa sehingga diperoleh pengetahuan dalam bentuk kemampuan untuk memecahkan masalah. Selain itu Hudojo, 2003: 151 mengungkapkan bahwa dalam menyelesaikan masalah, siswa diharapkan memahami proses menyelesaikan masalah tersebut dan menjadi terampil didalam memilih dan mengidentifikasi kondisi dan konsep yang relevan, mencari generalisasi, merumuskan rencana penyelesaian dan mengorganisasikan keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya. Pembentukan karakter rasa ingin tahu dan keterampilan pemecahan masalah siswa disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang paling dominan sebenarnya berasal dari dalam diri masing-masing. Karakter anak yang terbentuk sejak lahir antara lain aspek jasmani dipengaruhi oleh fisik selain pembawaan, aspek akal dipengaruhi oleh lingkungan budaya selain pembawaan, aspek rohani dipengaruhi oleh fisik dan lingkungan selain pembawaan. Dalam membentuk karakter rasa ingin tahu dan keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan meningkatnya kemampuan pemecahan masalah juga dipengaruhi oleh model pembelajaran yang memfasilitasi ketiga aspek tersebut. Pada penelitian ini, model pembelajaran Superitem berbantuan scaffolding ternyata dapat meningkatkan ketiga aspek dalam penelitian, yaitu karakter rasa ingin tahu afektif, keterampilan pemecahan masalah psikomotorik, dan kemampuan pemecahan masalah afektif. Keberhasilan model Superitem dalam penelitian ini berkaitan dengan pembelajaran model ini yang menggunakan soal bentuk superitem berdasarkan taksonomi solo siswa. Dengan demikian, kesiapan siswa dalam menerima permasalahan pemecahan masalah dapat diperhatikan. Hal itu sangat sesuai dengan yang dikemukakan Ruseffendi 2006:178 dalam menghadapi pemecahan masalah siswa harus mampu menyelesaikan, baik kesiapan mentalnya maupun pengetahuan siapnya. Peningkatan kesiapan mental dan pengetahuan siswa tersebut dapat dimungkinkan melalui pemberian tugas –tugas dalam bentuk superitem dapat pula meningkatkan kualitas struktur hasil belajar siswa. Di samping itu soal bentuk superitem semakin meningkat kekompleksannya, sehingga lebih menantang dan mendorong keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Dengan demikian membuat siswa merasa ingin tahu terus menerus. Pembelajaran Superitem yang memperhatikan tahapan dalam taksonomi solo juga sejalan dengan Vygotsky. Salah satu ide kunci Vygotsky tentang pembelajaran sosial adalah konsepnya tentang Zone of Proximal Development. Menurut Vygotsky, anak memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda, yaitu: tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Seseorang akan dapat menyelesaikan masalah yang tingkat kesulitannya lebih tinggi dari kemampuan dasarnya setelah ia mendapat bantuan dari seseorang yang lebih mampu lebih kompeten. Vygotsky menyebut bantuan yang demikian ini dengan dukungan dinamis atau scaffolding. Dengan demikian semakin jelas bahwa melalui pembelajaran Superitem berbantuan scaffolding dapat membentuk karakter rasa ingin tahu afektif dan keterampilan pemecahan masalah psikomotorik siswa. Dengan terbentuknya kedua aspek tersebut mengakibatkan kemampuan pemecahan masalah kognitif siswa ikut meningkat.

4.2.4 Pembahasan Berkaitan dengan Hasil Belajar Aspek Afektif, Aspek

Dokumen yang terkait

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS X SMA MATERI TRIGONOMETRI DALAM PEMBELAJARAN MODEL AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR)

7 85 402

KOMPARASI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS X MATERI TRIGONOMETRI ANTARA MODEL PEMBELAJARAN MMP DAN PAIRS CHECK

0 10 423

PENGEMBANGAN KARAKTER DAN PEMECAHAN MASALAH PESERTA DIDIK MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL TAPPS BERBANTUAN KARTU PERMASALAHAN KELAS VII PADA MATERI SEGIEMPAT

3 95 456

KEEFEKTIFAN PBL BERBASIS NILAI KARAKTER BERBANTUAN CD PEMBELAJARAN TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATERI SEGIEMPAT KELAS VII

45 173 294

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MODEL QUANTUM TEACHING BERBANTUAN CABRI 3D TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA MATERI DIMENSI TIGA KELAS X

1 22 376

PEMBENTUKAN KARAKTER DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA MELALUI MODEL PROBLEM POSING BERBANTUAN SCAFFOLDING MATERI SEGITIGA KELAS VII

3 35 466

PEMBENTUKAN KARAKTER DAN PEMECAHAN MASALAH MELALUI MODEL SCAFFOLDING FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG PROBING PROMPTING BERBANTUAN MATERI BARISAN

23 182 303

PENGEMBANGAN KARAKTER KEDISIPLINAN DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MELALUI MODEL LAPS HEURISTIK MATERI LINGKARAN KELAS VIII

11 81 302

KEEFEKTIFAN MODEL ELICITING ACTIVITIES TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PESERTA DIDIK KELAS X PADA MATERI TRIGONOMETRI.

2 10 301

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN SUPERITEM DENGAN SCAFFOLDING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP NEGERI 4 PURWOKERTO

1 0 17