Menurut Kemendiknas 2010:3, karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang
diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur,
berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa.
Dengan demikian, karakter adalah kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan nilai-nilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Karakter dapat juga diartikan sama dengan akhlak
dan budi pekerti sehingga karakter bangsa sama dengan akhlak bangsa atau budi pekerti bangsa.
2.1.1 Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter memiliki beragam istilah dan pemahaman antara lain pendidikan akhlak, budi pekerti, nilai, moral, etika dan lain sebagainya. Namun
istilah karakter sendiri lebih kuat karena berkaitan dengan sesuatu yang melekat di dalam setiap individu. Menurut Kemendiknas 2010: 3, pendidikan karakter adalah
suatu usaha sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi siswa agar mampu melakukan proses internalisasi, menghayati nilai-nilai menjadi kepribadian mereka
dalam bergaul di masyarakat, dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih
sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa bermartabat. Jadi, pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah
yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa YME, diri
sendiri, sesama, lingkungan maupun kebangsaan. Sehingga, pendidikan karakter merupakan usaha aktif untuk membentuk kebiasaan habit sehingga sifat positif akan
terukir sejak dini, agar dapat mengambil keputusan dengan baik dan bijak serta dapat mempraktekannya dalam kehidupan sehari-sehari.
Menurut Marsigit 2011, implementasi pendidikan karakter dalam pendidikan matematika di sekolah dapat menekankan kepada hubungan antar manusia dalam
dimensinya dan menghargai adanya perbedaan individu baik dalam kemampuan maupun pengalamannya. Implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran
matematika berimplikasi pada fungsi guru sebagai fasilitator dengan sebaik-baiknya agar siswa dapat mempelajari matematika secara optimal. Siswa ditempatkan sebagai
titik pusat pembelajaran, guru bertugas menciptakan suasana, menyediakan fasilitas dan peranan guru lebih bersifat sebagai manajer daripada pengajar.
Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen stakeholders harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,
pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Dengan demikian, pengembangan budaya dan karakter bangsa
hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan siswa dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa. Melalui pendidikan
karakter diharapkan dapat membentuk, menanamkan, memfasilitasi, dan mengmbangkan nilai-nilai positif pada anak sehingga menjadi pribadi yang unggul
dan bermartabat.
2.1.2 Nilai-nilai dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa