Hasil Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN

117 Gambar 4. 24 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Tingkat Tinggi Materi Tiga Kelas STAD-PBL Penilaian secara keseluruhan mengenai keterlaksanaan pembelajaran didasari pada hasil observasi dengan hasil presentase dapat dilihat pada lampiran 2.

3. Deskripsi Data

Data nilai posttest yang terdiri dari tes kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah dan tes kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi dapat dilihat pada lampiran 4.

B. Hasil Analisis Data

Analisis deskripstif digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah baik tingkat rendah maupun tingkat tinggi. Data tersebut diambil dari nilai tes pada kedua eksperimen. Hasil perhitungan analisis deskriptif yang meliputi mean dan standar deviasi ada pada Tabel 4.1. 118 Tabel 4. 1 Hasil Analisis Deskriptif Data Posttest STAD-PBL Individu-CLT n= 31 n=24 Tingkat Rendah Tingkat Tinggi Tingkat Rendah Tingkat Tinggi s M s M s M s M M1 23,76 71,37 27,73 37,45 18,24 61,98 9,34 19,87 M2 20,93 72,26 25,78 57,74 35,99 49,17 23,39 50,83 M3 21,90 72,58 22,24 49,60 31,80 68,75 24,86 53,65 Salah satu asumsi dasar untuk analisis data parametrik adalah data pada sampel berdistribusi normal. Banyaknya sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 55 orang. Sampel tersebut terbagi dari dua kelas, 24 orang merupakan siswa kelas VIII C dan 31 orang merupakan siswa dikelas VIII D. Menurut Field 2005: 134 dalam sampel yang besar, distribusinya akan cenderung normal, terlepas dari bentuk data yang kita kumpulkan sehingga semakin besar sampel yang kita miliki maka semakin besar kecenderungannya untuk menjadi data yang berdistribusi normal. Field 2005: 134 menambahkan bahwa distribusi pada sampel akan cenderung normal tanpa memperhatikan distribusi pada populasi jika sampelnya lebih dari 30. Banyaknya sampel yang diambil dalam penelitian ini ada 55 siswa sehingga memenuhi pernyataan di atas. Meskipun demikian ada baiknya peneliti menilik deskripsi data. Uji normalitas yang digunakan adalah Skewness dan Kurtosis sebagai gambaran distribusi data. Menurut Field 2005: 139 syarat uji normalitas, yaitu apabila nilai Z-Skewness lebih dari 1,96 p 0,05 dengan mengabaikan tanda negatif. Ketentuan tersebut juga berlaku untuk Uji Kurtosis dengan mengamati nilai Z-Kurtosis. Namun, uji QQ juga 119 digunakan sebagai pertimbangan. Menurut hasil uji normalitas menggunakan Skewness dan Kurtosis dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4. 2 Hasil Uji Normalitas Keterangan N : Normal MN : Mendekati Normal Kat.: Kategori KPT: Kemampuan Pemecahan Masalah Tingkat Tinggi KPR: Kemampuan Pemecahan Masalah Tingkat Rendah Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa terdapat nilai hasil uji Skewness dan Kurtosis pada model pembelajaran individu-CLT yang hanya mendekati normal. Hal ini disebabkan karena sampel yang tergolong besar, yakni lebih dari 30. Menurut Field 2005: 139 jika sampel yang diambil tergolong sampel besar, maka distribusinya akan Model Tes Tes ke- Uji Normalitas Skewness Z-Skewness Kat. Kurtosis Z. Kurtosis Kat. STAD- PBL K P R 1 -0,082 0,194 MN -1,523 1,855 MN 2 -0,787 1,869 MN 0,112 0,136 MN 3 -0,312 0,741 MN -1,133 1,380 MN K P T 1 0,467 1,109 MN -1,082 1,317 MN 2 -0,432 1,026 MN -0,847 1,032 MN 3 0,090 0,213 MN -1,715 2,089 MN Ind.- CLT K P R 1 -1,846 3,911 N 4,545 4,950 N 2 -0,164 0,347 N -1,405 1,530 MN 3 -0,902 1,911 MN -0,242 0,263 MN K P T 1 1,213 2,570 N 1,741 1,897 MN 2 0,224 0,475 MN -1,638 1,784 MN 3 -0,297 0,629 MN -0,808 0,880 MN 120 tetap normal atau mendekati normal. Uji normalitas ini tidak hanya berpatokan pada hasil berupa angka, namun dapat dilihat pula gambar distribusi data tersebut melalui QQ Test seperti yang terlampir pada Gambar 4.25 dan 4.26. Gambar 4. 25 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Tingkat Rendah Materi Pertama 121 Gambar 4. 26 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Tingkat Tinggi Materi Pertama Pada Gambar 4.25 dapat dilihat bahwa data cenderung mendekati garis. Ini berarti, data pada tes kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah materi pertama cenderung normal jika dilihat dari persebaran datanya. Walaupun terlihat ada beberapa data yang tidak terdistribusi begitu dekat dengan garis, namun dapat dilihat bahwa data cenderung mendekati garis. Dilihat dari persebaran data pada Gambar 4.26, data tes kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah materi pertama cenderung normal. Berdasarkan asumsi normalitas dan kecenderungan dari grafik QQ Test maka data tersebut dapat dianggap normal. Data lain selengkapnya dapat dilihat pada bagian lampiran 3. 122 Selain normalitas, asumsi dasar untuk analisis data parametrik adalah variansi yang dimiliki oleh kedua kelas eksperimen sama atau bersifat homogen. Data nilai rata-rata siswa sebelum diadakan eksperimen diuji menggunakan Uji Levine’s. Hasil uji Levine’s menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang didapatkan adalah 0,702. Nilai signifikansi yang dihasilkan lebih dari 0,05. Berdasarkan nilai signifikansi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelas ekperimen berasal dari populasi yang memiliki varians homogen. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4. Setelah memenuhi asumsi parametrik, maka dilanjutkan dengan pengujian perbandingan keefektifan antara model pembelajaran STAD dengan pendekatan PBL dan model pembelajaran individu berbasis CLT ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah. Kemampuan pemecahan masalah dianalisis dari sisi materi, model pembelajaran, dan interaksi di antara model dan materi itu sendiri pada siswa pada masing-masing kelas eksperimen. Berbagai hasil uji hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Pengujian untuk mengetahui manakah yang lebih efektif di antara model pembelajaran STAD Student Team Achievement Division dengan pendekatan PBL dan model pembelajaran individu berbasis CLT Cognitive Load Theory ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah dan juga tinggi. 123 Sebelum menentukan mana model yang lebih efektif, maka harus dilakukan uji pengaruh kedua model pembelajaran yang diterapkan, ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah dengan melakukan uji repeated measured MANOVA dengan bantuan program SPSS, pada masing masing tingkat kemampuan pemecahan masalah. Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut. i Pengaruh Kedua Model Pembelajaran Ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah Tingkat Rendah Setelah diuji menggunakan repeated measured MANOVA, hasil yang didapatkan adalah F1,53 = 2,424, MSE = 1883,431, p = 0,005, η , 8. Hal ini berarti terdapat pengaruh dari model pembelajaran untuk kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah. Untuk mengetahui model pembelajaran yang lebih efektif, dalam hal kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah, dilakukan uji perbandingan rata-rata. Kelas dengan model STAD-PBL memiliki nilai rata-rata tes kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah yang lebih besar dibandingkan nilai rata-rata tes kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah untuk kelas dengan model individu-CLT, yakni 72.0699 dan 59.9653. Hal ini dapat diartikan bahwa model pembelajaran STAD-PBL lebih baik secara signifikan dari model individu-CLT pada kemampuan masalah pemecahan masalah tingkat rendah. 124 Hasil analisis selanjutnya adalah nilai partial eta squared yang menunjukkan adanya pengaruh perbedaan model terhadap keefektifan pembelajaran. Namun, pengaruh tersebut tidak besar, yaitu 0,138. ii Pengaruh Kedua Model Pembelajaran Ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah Tingkat Tinggi Sama halnya dengan kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah, hal yang harus dilakukan adalah menguji pengaruh kedua model pembelajaran terhadap kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi. Hasil uji menggunakan repeated measured MANOVA menunjukkan F1,53 = 2,424, MSE = 258,983, p = 0,125, η , . Hal ini berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari model pembelajaran terhadap kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi. Untuk mengetahui model pembelajaran mana yang lebih efektif, dalam hal kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi maka dilakukan uji perbandingan rata-rata. Hal ini didukung jika dilihat dari sisi perbandingan nilai rata-rata, maka kelas dengan model STAD- PBL memiliki nilai rata-rata tes kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi yang hampir sama dengan model individu-CLT. Keduanya tidak memiliki selisih yang terlalu besar, yakni 48,2613 dan 41,4487. Lain halnya pada tes sebelumnya dimana selisih nilai rata- rata kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah siswa mencapai 12,1046. Namun, walaupun tidak memiliki perbedaan efektivitas yang 125 signifikan, dapat diketahui mana model pembelajaran yang lebih baik dilihat dari rata-rata nilai tes. Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa nilai rata-rata kelas dengan model STAD-PBL lebih besar daripada model individu-CLT. Hal ini berarti model pembelajaran STAD-PBL lebih baik secara signifikan dari model individu-CLT pada kemampuan masalah pemecahan masalah tingkat tinggi. Hasil analisis selanjutnya adalah nilai partial eta squared yang menunjukkan adanya pengaruh perbedaan model terhadap keefektifan pembelajaran. Namun, pengaruh tersebut tidak besar dan hampir mendekati nol, yaitu 0,044. 2. Pengujian untuk mengetahui apakah perbedaan materi melukis geometri mempengaruhi efektivitas pembelajaran ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah maupun tingkat tinggi. i Apakah perbedaan materi melukis geometri mempengaruhi efektivitas pembelajaran ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah? Setelah diuji menggunakan repeated measured MANOVA, hasil yang didapatkan adalah F1,53 = 0,883, MSE = 430,776, p = 0,325, η , . Hal ini berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari perbedaan materi ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah. Karena tidak terdapat perbedaan pengaruh yang 126 signifikan dari segi materi, maka tidak terdapat perbedaan kesulitan yang signifikan pula di antara ketiga materi tersebut. Hasil analisis selanjutnya adalah perbedaan materi melukis tidak mempengaruhi keefektifan pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari nilai partial eta squared, yaitu 0,016. Artinya, pada kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah, keefektivan tidak banyak dipengaruhi oleh jenis materi tes. ii Apakah perbedaan materi melukis geometri mempengaruhi efektivitas pembelajaran ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi? Setelah diuji menggunakan repeated measured MANOVA, hasil yang didapatkan adalah F1,53 = 36,138, MSE = 14268,555, p = 0,000, η , . Hal ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan pada kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi dilihat dari sisi materi yang dipelajari. Terlihat dari skor rata-rata kedua kelas eksperimen per soal tes kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi. Tabel 4. 3 Statistik Deskrptif Data Tes ke- STAD - PBL Ind. - CLT n=31 n=24 M s M s 1 37.4452 27,7728 19.8671 9,3406 2 57.7419 25,7823 50.8333 23,3902 3 49.5968 22,2401 53.6458 24,8580 Berdasarkan Tabel 4.3 terdapat perbedaan yang signifikan antara skor transfer tes tes kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi, 127 terutama pada tes yang pertama, yakni M M M . Nilai ini dapat menjadi sebuah indikasi bahwa tes yang pertama merupakan tes yang paling sulit. Hasil analisis selanjutnya yang didapat bahwa perbedaan materi melukis mempengaruhi keefektifan pembelajaran sebesar 0,405. Nilai tersebut menunjukan bahwa pengaruh yang ditimbulkan adalah sedang. 3. Pengujian untuk mengetahui apakah perbedaan efektivitas model pembelajaran ditentukan oleh materi pembelajaran ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah baik tingkat rendah maupun tingkat tinggi. Dalam uraian ini akan diuji apakah efektivitas pembelajaran ditentukan atau tidak oleh materi pembelajaran, ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah baik tingkat rendah maupun tingkat tinggi. Artinya apakah ada interaksi antara model pembelajaran tertentu dengan suatu materi. i Interaksi antara model pembelajaran dengan ketiga materi dilihat dari kemampuan pemecahan masalah matematika tingkat rendah Interaksi antara materi pembelajaran dengan model secara signifikan tidak ditemukan. Hal ini dapat dilihat dari nilai F 1, 53 = 0,429, MSE = 209,175, p = 0,515, p , 8. Hal ini juga didukung oleh grafik pada diagram garis berikut. 128 Gambar 4. 27 Diagram Garis Interaksi antara Model dan Materi Pembelajaran pada Kemampuan Pemecahan Masalah Tingkat Rendah Tidak ada interaksi yang ditunjukkan secara signifikan antara model dengan materi pembelajaran. Namun, secara keseluruhan dapat dilihat dari grafik di atas, bahwa dari setiap materi pembelajaran melukis garis singgung, model STAD-PBL lebih baik dari model individu-CLT secara signifikan pada kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah. Dikarenakan interaksi antara model dan materi pembelajaran tidak terlihat secara signifikan, pengaruh yang ditimbulkan dari interaksi tersebut pun tidak besar. Besarnya pengaruh interaksi mendekati nol, yakni , 8. Analisis berikutnya yang dilakukan adalah menguji apakah model pembelajaran yang diterapkan memiliki perbedaan pengaruh pada masing-masing materi tes. Analisis ini menggunakan uji t. Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 4.4. 129 Tabel 4. 4 Ringkasan Hasil Uji Perbedaan Pengaruh Kedua Model pada Masing-masing Materi Ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah Tingkat Rendah Materi Sig. t df Ket. 1 0,026 1,6404 53 Terdapat perbedaan pengaruh dari kedua model pada materi 1 2 0,001 2,984 53 Terdapat perbedaan pengaruh dari kedua model pada materi 2 3 0,040 0,529 53 Terdapat perbedaan pengaruh dari kedua model pada materi 3 Keterangan: Sign. : nilai signifikansi t : nilai t-hitung df : derafat kebebasan Berdasarkan Tabel 4.4, dapat dilihat bahwa kedua model memiliki pengaruh terhadap masing-masing materi. Pengaruh yang ditimbulkan pun tidak banyak, seperti yang telah dijelaskan pada hasil analisis data sebelumnya. Pada penjelasan sebelumnya, telah diketahui bahwa model pembelajaran STAD-PBL lebih baik secara signifikan dari model pembelajaran individu-CLT. Hal ini terjadi pada setiap materi pembelajaran garis singgung. Namun, perlu diperhatikan kembali bahwa model tersebut hanya akan lebih baik apabila ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah. ii Interaksi antara model pembelajaran dengan ketiga materi dilihat dari kemampuan pemecahan masalah matematika tingkat tinggi Interaksi antara materi pembelajaran dengan model secara signifikan ditemukan. Hal ini dapat dilihat dari nilai F 1, 53 = 8.012, MSE = 3163.576, p = 0,007, p , . Dapat disimpulkan bahwa 130 terdapat interkasi antara materi pembelajaran dengan model atau pendekatan. Walaupun terdapat interaksi antara materi pembelajaran dengan model, besarnya pengaruh interaksi yang ditimbulkan tergolong kecil, yaitu , . Hal tersebut terjadi karena materi yang memiliki pengaruh secara signifikan hanya materi satu. Lain halnya pada kedua materi lainnya yang tetap konsisten, yakni STAD-PBL lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan individu-CLT pada materi dua. Terjadinya interaksi juga dapat dilihat dari diagram garis pada Gambar 4.28, berupa dua ruas garis yang terlihat saling berpotongan. Gambar 4. 28 Diagram Garis Interaksi antara Model dan Materi Pembelajaran pada Kemampuan Pemecahan Masalah Tingkat Tinggi Pada Gambar 4.28 terlihat bahwa grafik memiliki perpotongan ruas garis, yakni dari materi kedua dan materi ketiga. Interaksi yang terbentuk dapat diartikan bahwa pada materi kedua, kelas eksperimen dengan model STAD-PBL memiliki rerata skor kemampuan masalah tingkat tinggi yang lebih baik. Namun lain halnya pada materi ketiga, 131 kelas eksperimen dengan model individu-CLT memiliki rerata skor kemampuan masalah tingkat tinggi yang lebih tinggi daripada model STAD-PBL. Namun, pada materi pertama model STAD-PBL memiliki rerata skor kemampuan masalah tingkat tinggi yang lebih baik. Analisis berikutnya yang dilakukan adalah menguji apakah model pembelajaran yang diterapkan memiliki perbedaan pengaruh pada masing-masing materi tes. Analisis ini menggunakan uji t. Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 4.5. Tabel 4. 5 Ringkasan Hasil Uji Perbedaan Pengaruh Kedua Model pada Masing-masing Materi Ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah Tingkat Tinggi Materi Sig. t df Ket. 1 0,000 2,972 53 Terdapat perbedaan pengaruh dari kedua model pada materi 1 2 0,964 1,026 53 Tidak terdapat perbedaan pengaruh dari kedua model pada materi 2 3 0,862 -0,636 53 Tidak terdapat perbedaan pengaruh dari kedua model pada materi 3 Berdasarkan Tabel 4.5, dapat dilihat bahwa kedua model memiliki pengaruh terhadap materi pertama saja. Pengaruh yang ditimbulkan pun tidak banyak, seperti yang telah dijelaskan pada hasil analisis data sebelumnya. Pada penjelasan sebelumnya, telah diketahui bahwa model pembelajaran STAD-PBL lebih baik secara signifikan dari model pembelajaran individu-CLT. Namun, hal tersebut hanya berlaku pada dua materi saja. Model pembelajaran individu-CLT justru lebih baik 132 pada materi tiga. Melalui hal-hal tersebut dapat diketahui bahwa tidak semua materi dipengaruhi oleh model ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah.

C. Pembahasan

Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar biologi siswa antara pembelajaran kooperatif tipe stad dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem terintegrasi nilai: penelitian quasi eksperimen di SMA at-Taqwa Tangerang

0 10 192

Peningkatan Hasil Belajar Biologi Siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Konsep Jaringan Tumbuhan (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI IPA MA Jamiyyah Islamiyah Pondok Aren Tangerang Tahun Ajaran 2012-2013)

1 6 287

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

Penerapan model pembelajaran kooperatif student teams achievement division dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih: penelitian tindakan kelas VIII-3 di MTs Jami'yyatul Khair Ciputat Timur

0 5 176

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe (Student Team Achievement Divisions) STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD

1 6 165

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Division dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih (Penelitian Tindakan Kelas VIII-3 di Mts. Jam'yyatul Khair Ciputat Timur)

0 5 176

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DITINJAU DARI KECERDASANINTERPERSONALSISWA

0 58 270

Eksperimen Pembelajaran Matematika dengan Strategi Student Teams Achievement Division (STAD) ditinjau dari Kemampuan Komunikasi Matematis Eksperimen Pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STA

0 2 10

Eksperimen Pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Eksperimen Pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) ditinjau dari

0 2 17

PERBEDAAN EFEKTIVITAS MODEL TEAM GAME TOURNAMENT DAN INDIVIDU BERDASARKAN COGNITIVE LOAD THEORY DITINJAU DARI KEAKURATAN DAN KECEPATAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA.

1 6 793