133
1. Hasil Uji Hipotesis Satu
a. Kemampuan Pemecahan Masalah Tingkat Rendah
Pengujian hipotesis yang pertama dilakukan bertujuan untuk mengetahui manakah yang lebih efektif di antara model
pembelajaran STAD Student Team Achievement Division dengan pendekatan PBL dan model pembelajaran individu
berbasis CLT Cognitive Load Theory ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah dan juga tinggi.
Namun, sebelum itu harus dilakukan uji pengaruh kedua model pembelajaran terhadap kemampuan pemecahan masalah
tingkat rendah, dengan menggunakan uji repeated measured MANOVA dengan bantuan program SPSS, pada masing masing
tingkat kemampuan pemecahan masalah. Hasilnya adalah terdapat pengaruh secara signifikan di antara kedua model
pembelajaran tersebut. Tentunya hal ini tidak akan lepas dari hasil belajar yang dimiliki masing-masing kelas.
Hasil belajar di sini meliputi skor kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah. Rerata skor yang diperoleh oleh siswa di
kelas eksperimen model STAD dengan pendekatan PBL lebih besar dibandingkan dengan siswa di kelas eksperimen model
individu berbasis CLT, yakni 72.0699 dan 59.9653 atau . Berdasarkan data tersebut, kesimpulan akhir dari hasil
pengujian hipotesis pertama adalah model STAD dengan
134 pendekatan PBL memiliki efektivitas lebih baik dibandingkan
model pembelajaran individu berbasis CLT. Hal ini dapat terjadi diduga karena terdapat redundacy effect
pada pembelajaran individu berbasis CLT. Seperti yang telah diketahui pada bab II bahwa redundancy effect merupakan bagian
dari extraneous cognitive load Retnowati, 2016: 3-4. Extraneous cognitive load
mempengaruhi kerja working memory sehingga proses pengolahan informasi tidak optimal pada saat
belajar Sweller et al, 2011: 57. Redundancy effect
yang muncul diduga karena rangkuman. Rangkuman tersebut dirancang agar dipelajari sebelum
pengerjaan LKS dimulai. Namun, karena kondisi dilapangan ternyata tidak sekondusif perencanaan pembelajaran, maka
rangkuman tersebut dipelajari sambil mengerjakan LKS. Rangkuman yang seharusnya membantu siswa belajar, sebaliknya
menjadi redundancy effect. Redundancy effect ini merupakan bagian dari penyajian informasi yang tidak tepat Retnowati,
2016: 3-4. Untuk siswa yang membaca rangkuman sambil mengerjakan
LKS, hal yang terjadi tidak hanya redundancy effect, tapi juga split attention
. Split attention dapat mengalihkan perhatian siswa dari informasi yang seharusnya difokuskan sehingga
135 menyebabkan pengolahan informasi yang tidak optimal
Retnowati, 2016: 3-4 Sebagian siswa memilih untuk fokus dalam mengerjakan
LKS saja. Mereka pun lebih memilih mengerjakan LKS langsung dibandingkan dengan membaca rangkuman secara bersamaan.
Hal ini menyebabkan siswa lebih fokus pada cara melukis garis singgung dibandingkan ikut mempelajari pengertian dan sifat-
sifat garis singgung lingkaran. Siswa berkerja secara individual sehingga tidak saling
mengingatkan satu sama lain tentang sifat-sifat apa saja yang harus diaplikasikan. Padahal pada penilaian tes, aspek yang
sangat menentukan gambar siswa dilihat dari kesesuaian sifat dan juga pengertian garis singgung terhadap hasil akhir gambar siswa.
Jika terdapat satu sifat saja yang tidak mereka pelajari maka bisa saja aplikasi dari sifat dan pengertian pun tidak tertuang
secara utuh dalam tes dan menyebabkan skor mereka berkurang. Untuk itulah rangkuman seharusnya dialokasikan pada saat
sebelum pengerjaan LKS. Untuk kelas STAD dengan pendekatan PBL, rangkuman ini
bisa saja mendukung siswa dalam proses pembelajarannya yang bersifat kooperatif. Rangkuman dapat menjadi suatu bahan ajar
yang mampu mempermudah mereka mengasosiasikan instruksi,
136 isi materi pada rangkuman, dan percobaan menggambar yang
mereka lakukan. Selain itu keefektifan ini didukung dengan adanya hubungan
antar grup dimana siswa saling bekerja sama, berkomunikasi, berbagi ide dalam menyelesaikan masalah sehingga PBL dapat
berlangsung optimal Arrends, 2007: 346-348. Hal lainnya yang mendukung adalah dengan belajar bersama, siswa dapat
mengamati rangkuman, berinteraksi, saling berbagi ide, prior- knowledge
, saling mengingatkan jika terjadi kesalahan. Selain itu model memberikan pengaruh terhadap keefektifan
pembelajaran walaupun tergolong kecil. Hal yang diduga cenderung memengaruhi keefektifan adalah redundancy effect
dan split attention yang terjadi pada saat proses pembelajaran. b.
Kemampuan Pemecahan Masalah Tingkat Tinggi Sama halnya pada tinjauan kemampuan pemecahan masalah
tingkat rendah. Hal yang ingin diketahui di sini adalah manakah di antara model STAD dengan pendekatan PBL dan model
pembelajaran individu berbasis CLT yang lebih efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi.
Sebelum menguji hal tersebut, harus diuji terlebih dahulu ada atau tidaknya pengaruh dari kedua model pembelajaran tersebut
pada dua kelas eksperimen ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi. Menurut hasil pengujian hipotesis, telah
137 disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari
kedua model pembelajaran tersebut pada dua kelas eksperimen ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi. Hal
ini dapat dilihat dari nilai rerata siswa pada kedua kelas eksperimen yang tidak memiliki selisih yang terlalu besar, yakni
48,2613 dan 41.4487. Nilai tersebut cenderung rendah. Hal tersebut bisa jadi
merupakan indikasi bahwa soal yang mereka kerjakan sulit. Soal kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi ini merupakan
soal aplikasi yang juga menerapkan dasar-dasar pengetahuan untuk menyelesaikan soal kemampuan pemecahan masalah
tingkat rendah. Soal tersebut sengaja dibuat lebih rumit dan aplikatif untuk
mengetahui level kemampuan siswa dalam kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi. Hal lain yang menjadi dugaan
penyebab nilai rerata yang cenderung kecil adalah siswa mengira soal yang diberikan merupakan soal yang tidak jauh beda
kesulitannya dengan soal atau masalah pada LKS yang telah mereka kerjakan. Sehingga tidak diterapkan dengan optimal pula
ketika mengerjakan soal yang lebih sulit seperti soal aplikasi. Walaupun demikian, kelas eksperimen dengan penerapan
model pembelajaran STAD-PBL memiliki skor kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi yang lebih besar dibandingkan
138 kelas dengan penerapan model pembelajaran individu-CLT. Hal
ini disebabkan karena penerapan sifat dan pengertian dalam gambar yang telah siswa buat tidak optimal, seperti pada saat tes
kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah berlangsung. Penerapan sifat dan pengertian tersebut diawali karena
redundancy effect dan split attention dari rangkuman. Penerapan
tersebut tidak optimal pada tes kemampuan pemecahan masalah tingkat rendah. Pada tes kemampuan pemecahan masalah tingkat
tinggi soal bersifat aplikatif. Karena siswa tidak memiliki konsep materi yang cukup, maka dalam pengerjaan tes kemampuan
tingkat tinggi tidak akan optimal. Hasil analisis selanjutnya menerangkan bahwa efektivitas
pembelajaran yang ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah tingkat tinggi, hampir tidak dipengaruhi oleh model
pembelajaran. Diduga hal utama yang mempengaruhi hal tersebut adalah adanya redundancy effect dan split attention pada saat
pembelajaran berlangsung.
2. Hasil Uji Hipotesis Dua