246 penelitiannya menyebutkan bahwa dari 1.243 wanita hamil
yang diteliti, 60 merupakan korban kekerasan selama kehamilan. 25 diantaranya mengalami kekerasan sebanyak
tiga kali dan 15 lainnya mengalami kekerasan sebanyak tiga kali atau lebih. Hal ini menunjukkan bahwa, frekuensi terjadinya
kekerasan pada ibu hamil berbeda pada setiap kasus yang diteliti.
4.4.4 Usia Kehamilan Saat Ibu Mengalami KDRT
Hasil penelitian mengenai usia kehamilan saat ibu mengalami KDRT menunjukkan bahwa, ibu SL mengalami
kekerasan saat kehamilannya berusia dua bulan dan kejadian kekerasan tersebut berulang dua bulan kemudian. Ibu NN
mendapatkan kekerasan pada saat kehamilannya berusia dua bulan dan berlangsung sampai usia tujuh bulan. Ibu YA
mengalami kekerasan pada saat kehamilannya berusia satu bulan. Kekerasan yang ia alami tidak terjadi pada bulan
berikutnya karena ia pindah ke SoE bersama kakak laki- lakinya. Sementara itu, ibu SS mendapatkan kekerasan ketika
kehamilannya berusia tiga bulan. Informasi lain yang ibu SS berikan yaitu ia tidak tahu pasti kapan terakhir kali suaminya
berhenti melakukan kekerasan terhadapnya. Sedangkan ibu HT sendiri mendapatkan kekerasan pada saat kehamilannya
247 berusia satu bulan dan berlangsung hingga usia lima bulan.
Kekerasan yang ibu HT alami tidak terjadi pada bulan berikutnya karena ia dan anak-anak pindah ke rumah orang
tuanya. Dari hasil penelitian di atas, rata-rata usia kehamilan ibu
saat terjadi KDRT berkisar antara usia 1-7 bulan. Amaro, Fried, Cabral
dan Zuckerman
1989 dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa dari 60 korban yang mengalami insiden
kekerasan selama kehamilan, lebih banyak insiden kekerasan terjadi di semester pertama kehamilan 55 daripada
trimester kedua 40 atau trimester ketiga 25. Hal ini menunjukkan bahwa, usia kehamilan ibu saat terjadinya
kekerasan tidak menentu dan sifatnya bervariasi pada setiap kasusnya.
4.4.5 Jenis-Jenis KDRT Pada Ibu Hamil
Kekerasan pada dasarnya adalah semua bentuk perilaku verbal maupun nonverbal yang menimbulkan
penderitaankesengsaraan fisik, psikis maupun sosial pada seorang individu maupun kelompok yang dilakukan oleh
seseorang ataupun sekelompok orang Hayati, 2002.
Data dari
Bagian Pemberdayaan
Perempuan Sekretariat Daerah Kab. TTS menyebutkan bahwa jenis
248 kekerasan yang terjadi di Kab. TTS pada tahun 2011 meliputi
kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual,
eksploitasi, penelantaran dan kekerasan lainnya.
Kekerasan dalam rumah tangga selama kehamilan dapat berupa kekerasan fisik, seksual, emosional, sosial dan
ekonomi O’Reilly, 2007. Penelitian yang dilakukan oleh Janhafar 2007 di salah satu rumah sakit di Iran menyebutkan
bahwa dari 1.091 wanita hamil yang diteliti, terdapat 14,6 yang mengalami kekerasan fisik, kekerasan psikologis
sebanyak 60,5 dan kekerasan seksual sebanyak 23,5.
Hasil penelitian mengenai jenis-jenis KDRT pada ibu hamil di Kab. TTS menunjukkan bahwa terdapat lima jenis
kekerasan yang dialami ibu hamil. Jenis-jenis kekerasan tersebut antara lain kekerasan fisik, kekerasan psikis atau
emosional, kekerasan seksual, kekerasan finansial dan
penelantaran rumah tangga. Hasil penelitian ini sejalan dengan
Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang membagi kekerasan
dalam empat bentuk, yaitu: 1. Kekerasan Fisik
Pada penelitian ini, kekerasan fsik yang dilakukan oleh pelaku KDRT kepada ibu hamil sangat beragam,
mulai dari menampar, memukul, menjambak, mendorong,
249 menginjak, melempari dengan barang, sampai menusuk
dengan pisau bahkan memotong dengan parang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jahanfar
2007 terhadap 1.091 wanita hamil di Iran bahwa kekerasan fisik yang sering dialami oleh wanita hamil
adalah tamparan 78,6, dorongan 58,9 dan ditinju 46,2. Tercatat, dari kasus-kasus yang diteliti, ibu hamil
sebagai korban KDRT mengalami cedera ringan maupun berat karena penganiayaan yang dilakukan oleh suami
atau pelaku KDRT. Kekerasan fisik yang dilakukan oleh suami atau pelaku dapat tidak berdampak atau hilangnya
bekas fisik tetapi memiliki implikasi psikologis dan sosial yang serius pada ibu hamil tersebut.
2. Kekerasan psikis atau psikologis Dari kasus-kasus yang diteliti, berbagai bentuk
kekerasan psikis dialami oleh ibu hamil. Kekerasan yang dialami seperti ucapan-ucapan yang menyakitkan, kata-
kata kotor, bentakan, penghinaan dan ancaman. Tentang hal ini, SSP Kab. TTS yang melakukan pendamping
terhadap korban KDRT mencatat bahwa, yang sering terjadi adalah pelaku memutarbalikkan fakta sedemikian
rupa tanpa melihat sudut pandang, kepentingan dan perasaan istri sehingga istri selalu dilihat sebagai pihak
250 yang bersalah sementara suami atau pelaku KDRT selalu
berada di pihak yang benar. Hal ini memperburuk kondisi psikologis ibu hamil dan akan berpengaruh pada kondisi
fisiologis janin yang dikandung. Janhafar 2007 dalam penelitiannya terhadap terhadap 1.091 wanita hamil di
Iran mengatakan
bahwa 100
wanita hamil
mendapatkan kekerasan emosional berupa kata-kata kasar.
3. Kekerasan seksual Dalam penelitian ini, kekerasan seksual juga
terjadi pada ibu hamil yakni pemaksaan hubungan seksual, pemukulan dan bentuk-bentuk kekerasan yang
mendahuluinya saat atau setelah hubungan seks dan pemaksaan pada istri atau korban untuk hamil terus-
menerus hingga
mendapatkan keturunan
yang dikehendaki oleh pelaku KDRT. Hal ini setara dengan
penelitian yang dilakukan oleh Jahanfar 2007 yang menyatakan bahwa bentuk kekerasan seksual yang
dialami yaitu wanita hamil dipaksa untuk melayani kebutuhan seksual saat suami menginginkannya tanpa
mempertimbangkan kemauan istri 93,1 dan hubungan seksual dengan kekerasan 18,9.
251 4. Penelantaran rumah tangga
Dari kasus-kasus yang diteliti, bentuk-bentuk kekerasan dalam penelantaran rumah tangga yakni
kekerasan yang tampil dalam manifestasi atau terkait dengan berbagai dimensi ekonomi. Manifestasinya antara
lain, suami atau pelaku KDRT tidak memberikan uang atau pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga
terlebih untuk memenuhi kebutuhan ibu yang sedang hamil. Suami atau pelaku tidak bertanggung jawab dalam
menafkahi keluarga dan membiarkan istriibu mencari sendiri penghasilan untuk menghidupi diri dan anak-anak.
Di samping itu, suami atau pelaku KDRT juga mengontrol perilaku ibu hamil. Suami memaksa istri mencari uang
atau suami mempekerjakan istri untuk mengambil atau menguasai uang atau barang milik istri dengan berbagai
cara dan alasan. Bentuk kontrol lain yang dilakukan oleh pelaku
KDRT terhadap perilaku ibu hamil yaitu ibu dilarang untuk bekerja dengan alasan bahwa perempuan berkewajiban
untuk mengurusi pekerjaan rumah sedangkan laki-laki yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Walapun demikian, uang yang diberikan dalam jumlah yang kecil, bertahap-tahap, hanya bila ibu melakukan apa
252 yang diinginkan oleh suami. Lebih-lebih lagi, suami
sengaja menghambur-hamburkan uang sementara istri dan anak-anak berkekurangan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Dharmono dalam Sagala 2010 yang mengatakan bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan
oleh suami dengan cara membuat istri tergantung secara ekonomi dengan cara melarangnya bekerja, atau suami
melarang istrinya bekerja mencari uang sementara ia juga tidak memberikan nafkah kepada istrinya, suami
mengekploitasi istri untuk mendapatkan uang bagi kepentingannya, membatasi ruang gerak mengontrol
setiap keputusan, mengontrol uang atau mengawasi setiap kegiatan istri sehingga mengisolasi korban dari
kehidupan sosialnya. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Jahanfar 2007 dalam penelitiannya bahwa dari
1091 wanita hamil yang diteliti, 55,4 diantaranya tidak mendapatkan izin untuk bekerja dari suaminya.
4.4.6 Dampak KDRT Pada Ibu Hamil 1. Ibu