68 kaum yang lemah secara jasmani dan laki-laki sebagai
yang kuat. Budaya ini membuat perempuan selalu dinomorduakan, berada dibawah laki-laki, tidak memiliki
hak seperti laki-laki, dan lain-lain Nayoan, 2012. Pernyataan ini menunjukkan bahwa dalam
budaya Timor, laki-laki mempunyai posisi yang lebih tinggi dari perempuan, memiliki kekuasaan sebagai
pemimpin dan berhak atas segalanya termasuk berhak atas perempuan. Hal ini menjadikan laki-laki dapat
melakukan apa saja terhadap perempuan seperti memerintah untuk dilayani bahkan melakukan tindak
kekerasan terhadap perempuan.
4.1.3 Gambaran Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga pada Ibu Hamil di Kab. TTS
Kasus wanita hamil yang mengalami kekerasan dan melapor di Rumah Aman Pemerintah Kab. TTS
Shelter setiap tahunnya mengalami peningkatan. Walaupun jumlah kasusnya terbilang kecil, namun
terjadi peningkatan kasus yang cukup signifikan. Pada tahun 2009 terdapat 2 wanita hamil yang melaporkan
kasusnya ke Shelter. Tahun 2010 jumlah wanita hamil yang melapor meningkat menjadi 4 orang. Kemudian
pada tahun 2011 jumlah wanita hamil yang melapor meningkat menjadi 7 orang dari tahun sebelumnya.
Sedangkan data dari SSP Kab. TTS, sejak tahun 2007
69 sampai tahun 2009, wanita hamil yang melaporkan
kasus kekerasan untuk di dampingi oleh SSP sebanyak 3 orang sebagaimana tergambar dalam Gambar 4.7.
Sumber data: Rumah Aman Pemerintah Shelter Kab. TTS
Gambar 4.7 Peningkatan Jumlah Kasus Wanita Hamil Yang Melapor di Rumah Aman Pemerintah
Kab. TTS
4.1.4 Profil Partisipan Penelitian
Untuk memahami profil kelima partisipan maka perlu diketahui identitas partisipan mengenai umur,
alamat, pendidikan, pekerjaan, usia perkawinan dan jumlah anak. Data dari kelima partisipan yang telah
dikumpulkan kemudian dimasukan ke dalam tabel menurut karakteristiknya.
70
Tabel 4.3 Profil Riset Partisipan
No Inisial
Partisipan Usia
Jenis Kelamin
LP Alamat
Pendidikan Terakhir
Agama Usia
Perkawinan Jumlah
Anak Kehamilan
saat terjadinya
KDRT Usia
kehamilan saat terjadi
KDRT Lamanya
masa kehamilan
1. Ibu. SL
36 th P
Desa Oinlasi
SLTA Kristen
Protestan 8 tahun
2 anak II
Usia 2-4
bulan 7 bulan
2. Ibu. NN
34 th P
Desa Nobi Nobi
SMKK Kristen
Protestan 13 tahun
3 anak II
Usia 2-7
bulan 9 bulan 10
hr 3.
Ibu. YA 16 th
P Kelurahan
Nonohonis Tidak
bersekolah Kristen
Protestan -
1 anak I
Usia satu
bulan 9 bulan
4. Ibu. SS
36 th P
Desa Oepliki
SD Kristen
Protestan 8 tahun
6 anak V
Usia 3 bulan ke atas
9 bulan 5.
Ibu. HT 40 th
P Desa
Oepliki SD
Kristen Protestan
8 tahun 4 anak
IV Usia
1-5 bulan
9 bulan
71 Dari hasil wawancara, kelima riset partisipan
merupakan warga Kabupaten TTS. Empat orang diantaranya berasal dari suku Timor dan satu orang ibu
berasal dari suku Sumba. Kelima ibu merupakan warga tetap di Kab. TTS. Hal ini membantu peneliti dalam
melakukan wawancara dan observasi karena bertempat tinggal di daerah yang dapat dijangkau oleh peneliti.
Pekerjaan dari kelima riset partisipan adalah sebagai ibu rumah tangga. Meskipun bekerja sebagai
ibu rumah tangga, ada ibu yang bekerja sebagai petani ataupun penjahit untuk membantu suami dalam
mencukupi kebutuhan keluarga. Pekerjaan yang merangkap ini tidak menyebabkan waktu untuk
bersama-sama dengan keluarga berkurang. Kesibukan tersebut tidak mengurangi si ibu dalam memperhatikan
kebutuhan rumah tangga seperti menyiapkan makanan ataupun membersihkan rumah.
Usia riset partisipan bervariasi. Semua riset partisipan berada pada kategori usia produktif yaitu 15-
49 tahun Depkes, 1993 dan berpotensi menghasilkan keturunan. Walapun berpotensi untuk menghasilkan
keturunan, umur ibu dapat memengaruhi kondisi fisik dan mental saat hamil dan ketika melahirkan karena
72 berhubungan dengan pengalaman ibu. Hal ini akan
berpengaruh pada
perkembangan anak
yang dikandung.
Tingkat pendidikan riset partisipan yaitu SD 2 orang, SMA 2 orang dan 1 orang lainnya tidak
bersekolah. Bagi ibu yang tidak bersekolah atau hanya menamatkan pendidikan di tingkat SD, mereka
menganggap bahwa perempuan hanya bekerja di dapur saja sehingga tidak perlu bersekolah di jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Sedangkan bagi mereka yang menamatkan pendidikan di sekolah menangah
atas, mereka menganggap bahwa pendidikan penting bagi kehidupan di masa mendatang. Bagi ibu yang
menamatkan pendidikan di sekolah menengah ini, selain karena faktor tempat tinggal di kota yang
merubah persepsi mereka, penghasilan keluarga yang mencukupi merupakan faktor yang membuat mereka
dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Rendahnya pendidikan ibu juga berpengaruh pada persepsi mereka tentang kedudukan suami dalam
rumah tangga. Hal ini mengakibatkan suami lebih mendominasi seluruh aspek kehidupan rumah tangga
73 seperti pengambilan keputusan dan pengelolaan
penghasilan keluarga. Jumlah anak dari kelima riset partisipan
bervariasi. Ibu I memiliki 2 orang anak, ibu II memiliki 3 orang anak, ibu III memiliki 1 orang anak Sedangkan ibu
IV dan ibu V masing-masing memiliki 6 orang anak dan 4 orang anak. Jumlah anak yang banyak akan
memengaruhi pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan. Selain itu, anak yang banyak juga merupakan
salah satu faktor terjadinya kekerasan dalam rumah tangga karena beban suami yang semakin banyak.
Ditambah lagi kelima ibu tergolong dalam keluarga dengan status ekonomi menegah ke bawah dengan
pendapatan berkisar antara Rp. 50.000 - Rp. 800.000 per bulan.
Untuk kehamilan ibu saat terjadinya KDRT sangat bervariasi. Ibu I mengalami KDRT pada
kehamilan kedua, Ibu II mengalami KDRT pada kehamilan ketiga, Ibu III mengalami KDRT pada
kehamilan pertama sedangkan Ibu IV dan Ibu V mengalami KDRT masing-masing pada kehamilan
kelima dan keempat. Rata-rata usia kehamilan saat terjadinya KDRT berkisar antara 2-7 bulan dengan lama
74 masa kehamilan untuk ibu I yaitu 7 bulan permatur
sedangkan kehamilan keempat ibu lainnya adalah 9 bulan matur.
4.2 Studi Kasus: Lima Ibu Hamil Yang Mengalami KDRT dan Perkembangan Mereka