254 karena dipotong ataupun ditikam oleh pelaku KDRT. Selain
itu, efek fisik lain yang timbul dapat berupa lelah, sakit kepala, pusing, mual, muntah dan penurunan berat badan.
Efek fisik dari KDRT pada ibu hamil sejalan dengan hasil penelitian kolektif yang dilakukan oleh RAWCC Rifka
Annisa Woman Crisis Center tahun 2001 menyebutkan bahwa istri yang mengalami penganiayaan mengalami
cidera fisik. Selain itu, hasil survey yang dilakukan oleh pusat pengendalian penyakit di Amerika juga menyebutkan
bahwa sekitar 60,6 wanita hamil berisiko mengalami kekerasan fisik dibandingkan dengan wanita yang tidak
hamil. Selain kekerasan fisik, wanita hamil juga mengalami kekerasan psikologis dalam bentuk ancaman dan
kekerasan seksual Anonim, 1998.
b. Efek psikologis pada ibu
Menurut Suryakusuma 1995 efek psikologis penganiayaan bagi banyak perempuan lebih parah
dibanding efek fisiknya. Rasa takut, cemas, letih, kelainan stres pasca trauma, serta gangguan makan dan tidur
merupakan reaksi panjang dari tindak kekerasan. Namun, tidak jarang akibat tindak kekerasan terhadap istri juga
mengakibatkan kesehatan reproduksi terganggu secara
255 biologis yang pada akhirnya mengakibatkan terganggunya
secara sosiologis. Istri yang teraniaya sering mengisolasi diri dan menarik diri karena berusaha menyembunyikan
bukti penganiayaan. Hasil penelitian mengenai efek psikis yang
ditimbulkan dari KDRT pada ibu hamil di Kab. TTS menyebutkan bahwa kelima riset partisipan mengalami
gangguan psikis. Gangguan psikis yang dialami yaitu takut, cemas, stres, dan depresi yang mengakibatkan riset
partisipan mengalami gangguan pola makan dan gangguan pola tidur. Selain itu, riset partisipan juga
mengalami hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak atau rasa tidak berdaya
sehingga mereka sering mengisolasi diri karena merasa malu dengan keadaan mereka. Disamping itu, rasa curiga
akan dibunuh oleh suami dan tidak mudah percaya kepada orang lain paranoid juga dialami oleh riset partisipan. Hal
yang sama juga diungkapkan oleh Sofyan 2006 bahwa dampak psikologis pada korban kekerasan yaitu takut,
cemas, lelah, sulit tidur, mimpi buruk, disfungsi seksual, gangguan makan, ketagihan alkohol dan obat-obatan,
isolasi atau menarik diri, depresi dan keinginan untuk bunuh diri. Hasil akhir dari berbagai dampak dari
256 kekerasan dapat mengakibatkan gangguan pada janin
bahkan dapat mengakibatkan kematian pada janin Susanti, 2008.
2. Gangguan Perkembangan Anak a. Personal Sosial
Personal sosial
anak berhubungan
dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan
lingkungan Soetjiningsih, 1995. Tingkah laku sosial diartikan sebagaimana seorang anak bereaksi terhadap
orang-orang di sekitarnya, pengaruh hubungan itu pada dirinya dan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan
Suryanah, 1996. Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti
sebelum melakukan pemeriksaan DDST II terhadap lima orang anak riset partisipan, peneliti melihat bahwa terjadi
interaksi yang dilakukan antara kelima orang anak tersebut dengan keluarga mereka. Interaksi yang dilakukan seperti
memanggil nama, meminta bantuan, bertanya ataupun menjawab pertanyaan. Interaksi yeng mereka lakukan
berjalan dengan baik karena keluarga merupakan orang terdekat yang sering bersama meraka sehingga mereka
merasa nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga. Selain
257 itu hubungan interpersonal yang sudah terbangun antara
anak-anak dengan keluarga membuat mereka saling mengerti satu dengan yang lain. Selain keluarga, kelima
orang anak tersebut juga dapat melakukan interaksi dengan teman, tetangga, ataupun dengan lingkungan yang sudah
mereka kenal. Hal ini karena telah terjadi penyesuaian diri dengan orang yang sudah mereka kenal.
Pada saat peneliti hendak melakukan interaksi, terjadi penolakan dari beberapa anak karena mereka
memiliki sifat yang pemalu. Ketika peneliti menanyakan nama dan hendak berjabat tangan, anak tersebut hanya
diam ataupun bersembunyi di belakang ibunya. Sifat pemalu ini bisa saja terjadi karena anak tidak diajak bersosialisasi
Gunarsah, 2001 tetapi mungkin saja terjadi karena KDRT selama kehamilan. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang
diungkapkan oleh Schneider dan Moore 2003 bahwa stres psikososial selama kehamilan berhubungan dengan hasil
perkembangan yang buruk pada anak seperti gangguan interaksi sosial. Pada kasus ini, anak yang mengalami
gangguan interaksi sosial mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain terutama orang yang baru ia
kenal. Hal ini mengarah pada perilaku menarik diri. Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari
258 interaksi dengan orang lain atau menghindari hubungan
dengan orang lain Rawlins, 1993. Dari hasil pemeriksaan menggunakan DDST II, pada
sektor personal sosial didapati dua orang yaitu anak V 2,6 tahun dan anak MA 2,5 tahun belum dapat memakai baju
sendiri padahal orang tua sudah pernah mengajarkannya. Salah satu dari mereka yaitu anak MA, belum dapat
membuka pakaian secara mandiri. Sementara itu, anak AN yang berusia 7 bulan belum bisa makan sendiri padahal
anak seusianya seharusnya sudah dapat melakukan hal tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga anak tersebut
belum mampu memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri. Hasil pemeriksaan ini menunjukkan bahwa anak
yang ketika di dalam kandungan ibunya mendapatkan kekerasan, mengalami keterlambatan di sektor personal
sosial padahal menurut Soetjiningsih 1995 di sektor personal sosial, anak harus mempunyai kemampuan
mandiri atau menolong diri sendiri dalam memenuhi kebutuhannya.
Informasi yang diberikan oleh para orang tua menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan dasar,
ketiga orang anak tersebut mendapatkan bantuan dari orang tua
maupun keluarga
untuk memakaikan
T-Shirt,
259 memakaikan baju, membuka pakaian, memandikan ataupun
menggosok gigi. Sedangkan dua anak lainnya yaitu anak DS 6 tahun dan anak MT 2,4 tahun lulus di sektor
personal sosial.
b. Motorik Halus