174 tidak bisa berbuat banyak karena ia tinggal jauh dari
orang orang tua dan keluarganya. Sampai saat ini, ibu SS tidak mengetahui alasan
mengapa suaminya jarang pulang ke rumah. Ibu SS hanya bisa tabah dan kuat dalam menjalani hidup demi
masa depan anak-anaknya yang masih kecil.
b. KDRT Yang Dialami Ibu SS Selama Kehamilan Kelima
Ibu SS mengalami kekerasan dalam rumah tangga ketika umur kehamilannya menginjak usia tiga
bulan. Kekerasan yang dialami Ibu SS yaitu kekerasan fisik, psikis, ekonomi dan penelantaran rumah tangga.
“Itu su tiga bulan ko, sampe umur berapa bulan ko baru dia lapas. Beta su lupa pak.”
04 RP04 Itu sudah mencapai umur tiga bulan, sampai
umur berapa bulan baru dia tidak lagi melakukan kekerasan. Saya sudah lupa pak.
Kekerasan fisik yang dialami oleh ibu SS yaitu pernah dipukul, ditampar dan ditendang. Selain itu,
apabila suami sangat marah maka suaminya biasa menggunakan parang untuk mencoba memotong ibu
SS. Selama masa kehamilannya, dalam satu bulan ibu
175 SS dipukul sebanyak ± 3 kali. Berikut informasi yang
mendukung pernyataan tersebut:
“Dia pukul pake tangan, tampeleng, ais dia tandang begitu.” 03 RP04
Dia memukul saya menggunakan tangan, ditampar, setelah itu ditendang.
“Kalau dia terlalu marah nah dia pake parang. Dia angkat parang ko mau potong ma beta
lari.” 05 RP04 Apabila dia terlalu marah, dia menggunakan
parang.
Dia mengambil
parang untuk
memotong saya tetapi saya melarikan diri. “Satu bulan tu paling tidak dia pukul beta dua
atau tiga kali begitu. Sonde menentu ju, kapan ko dia pulang ko mau langsung pukul
na dia su pukul beta.” 07 RP04 Dalam satu bulan, paling tidak dia memukuli
saya sebanyak dua atau tiga kali. Tidak menentu juga, kapan saja dia mau, ya dia
langsung memukuli saya.
Selain kekerasan fisik, kekerasan psikis juga dialami oleh ibu SS. Ia pernah dimaki oleh suaminya,
selain itu Ibu SS juga diancaman akan diusir dari rumah dan ditinggalkan oleh suaminya apabila anak yang
dilahirkan adalah anak perempuan seperti yang diungkapkan dalam pernyataan berikut:
“Bamaki, ko ais su marah na.” 26 RP04 Dimaki karena dalam keadaan marah
“Ia, waktu itu dia bilang kalau kita hamil ko bersalin ko laki-laki, ma kalau perempuan,
nanti beta cerai deng lu te anak nona su banyak. Cerai deng tanta. Ma kalau laki-laki
beta sonde cerai. Ais itu su bersalin dia laki- laki dia su keluar jalan.” 55 RP04
Ia, saat itu dia bilang apabila saya hamil dan saat melahirkan ternyata anak laki-laki tapi
kalau perempuan maka saya akan bercerai
176
dengan kamu karna anak perempuan sudah banyak. Cerai dengan tante korban. Apabila
laki-laki, saya tidak cerai. Setelah melahirkan anak laki-laki, dia pergi meninggalkan kami.
Penelantaran rumah tangga juga dialami oleh ibu SS. Suaminya sering pergi dari rumah selama
beberapa hari dan waktu pulangnya tidak menentu tergantung kemauan suami. Pada saat suaminya
kembali maka suaminya langsung marah-marah dan langsung memukuli ibu SS tanpa alasan yang jelas
seperti yang diungkapkan pada pernyataan berikut.
“Kalau ini, mulai beta su bersalin tu dia su marah-marah, keluar jalan. Kalau dia keluar
jalan dua malam, satu malam dia datang kami su mulai bapukul.” 06 RP04
Setelah saya melahirkan, dia sering marah- marah
dan pergi
dari rumah.
Dia meninggalkan rumah selama dua malam dan
ketika dia kembali, kami langsung berkelahi. “Kalau dia keluar pigi di luar sana, datang tu
dia su mulai marah-marah dia su pukul.” 08 RP04
Apabila dia keluar, saat kembali dia langsung marah-marah dan memukuli saya.
“Ia, beta sond tau. Dia datang sonde tau mau apa ko apa, te dia datang sa langsung
marah-marah, dia sonde mau beta.” 09 RP04
Ia, saya tidak tahu. Saat dia kembali, dia langsung marah-marah dan tidak menyukai
saya.
Kekerasan fianansial yang dialami oleh ibu SS yaitu ia mendapat penjatahan uang belanja dari suami
karena tidak ada pengelolaan penghasilan bersama-
177 sama. Ibu SS mengatakan bahwa suami yang
mendominasi pengelolaan penghasilan keluarga. Suami menggunakan
setengah penghasilannya
dan setengahnya lagi diberikan kepada ibu SS seperti pada
pernyataan berikut:
“Eh, dia pakai separuh, dia kasih separuh di tanta.” 45 RP04
Dia menggunakannya
setengah, setengahnya lagi diberikan kepada saya.
Penyebab kekerasan yang dialami oleh Ibu SS yaitu jumlah anak perempuan yang banyak 5 orang
padahal suami menginginkan adanya anak laki-laki. Selain itu Ibu SS akan dimarahi apabila tidak
memberikan perhatian kepada suaminya. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut.
“Ia, waktu itu dia bilang kalau kita hamil ko bersalin ko laki-laki, ma kalau perempuan,
nanti beta cerai deng lu te anak nona su banyak. Cerai deng tanta. Ma kalau laki-laki
beta sonde cerai. Ais itu su bersalin dia laki- laki dia su keluar jalan.” 55 RP04
Ia, waktu itu suami saya mengatakan apabila saya melahirkan anak perempuan, saya akan
menceraikan kamu karena anak perempuan sudah terlalu banyak. Apabila anak laki-laki,
maka saya tidak menceraikan kamu. Namun setelah
melahirkan, dia
suami pergi
meninggalkan kami. “Ais dia marah ma kalau beta su sibuk deng
pekerjaan, kadang-kadang te beta sonde liat dia te dia su marah.” 39 RP04
Selin itu, dia marah-marah apabila saya sibuk dengan pekerjaan saya. Terkadang
178
apabila saya tidak melihatnya, dia langsung marah.
Selama kehamilan, dampak yang dirasakan oleh ibu SS dari KDRT yang dialami yaitu adanya luka
memar, ibu SS juga merasa pusing akibat pukulan dan tendangan dari suaminya. Ibu SS merasa stress dan
tertekan sehingga ia berpikir untuk mencoba membunuh suaminya. Selain itu ibu SS juga mengalami gangguan
pola makan dan gangguan pola tidur karena memikirkan masalah yang ia alami. Ibu SS juga harus bekerja keras
dengan menjual sayur dan ayam untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari apabila uang yang diberikan
suaminya tidak cukup. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut:
“Dia pukul sampe pokoknya tacoret, bekas begitu, kita dapa liat dia luka.” 60 RP04
Dia memukuli saya sampai berbekas dan terlihat seperti ada luka.
“Dia pukul marah itu, pokonya tau sa. Nanti tendang,
pukul sampai
pusing-pusing
memang, te dia keluar jalan.” 62 RP04 Dia pukul karena marah. Saya ditendang,
dipukul sampai pusing namun setelah itu dia pergi.
“Dia pukul begitu pikiran. Pikiran ko marah dia. Pikir begini-begini.” 65 RP04
Saat dipukul, saya stres. “Pikir, beta rencana begini-begini ko mau kas
mati dia ko mau karmana. Ko ais dia su pukul abis katong ko dia su keluar jalan.” 66 RP04
Saya
berencana untuk
membunuhnya karena setelah dia memukul saya, dia
langsung pergi begitu saja.
179
“Ia. Jual ayam, pokoknya sayur-sayuran begitu.” 50 RP04
Ia, jualan ayam dan sayur-sayuran.
Respon ibu SS saat mendapatkan perilaku kekerasan dari suaminya yaitu hanya berdiam diri
karena dia tinggal di tempat yang jauh dari orang tuanya. Selain itu ibu SS pernah melaporkan masalah
yang dihadapinya kepada keluarga suami. Hal ini mengakibatkan suami dan keluarganya sendiri berkelahi
karena masalah tersebut. Ibu SS menuturkan bahwa karena sifat suaminya yang kasar dan keras membuat
keluarga dari suami menjadi takut untuk menegur suaminya lagi. Ibu SS juga melarikan diri dari kejaran
suami yang akan memotongnya dengan menggunakan parang.
“Diam sa, te ais tinggal di orang pung kampung, mau bakalai na dia tambah foe.”
11 RP04 Diam saja karena tinggal di kampungnya
orang. Saya ingin memarahi dia tetapi dia semakin agresif.
“Di RT, dia pung bapa RT jadi beta pi lapur di dia pung bapak. Dia pung bapak panggil dia
datang, dia marah-marah. Dia marah kembali dia pung bapak. Dong barau rame lai.” 22
RP04 Di ketua RT, bapaknya ketua RT jadi saya
lapor di bapaknya. Bapaknya memanggil dia tetapi dia malah marah-marah. Dia memarahi
bapaknya sehingga terjadi perselisihan antara mereka berdua.
“Ia, dia pung keluarga takut dia na ko dong tenang sa.” 28 RP04
180
Ia, keluarganya takut sehingga mereka hanya diam saja.
“Kalau dia terlalu marah nah dia pake parang. Dia angkat parang ko mau potong ma beta
lari.” 05 RP04 Apabila dia terlalu marah, dia menggunakan
parang.
Dia mengambil
parang untuk
memotong saya tetapi saya melarikan diri.
4. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak MT
Anak MT adalah anak kelima dari ibu SS yang berusia 2 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. Dari informasi
yang diberikan oleh orang tua, anak MT dapat menggerakan kepala dengan mandiri seperti menggelengkan kepala
secara perlahan ke kiri atau ke kanan, serta dapat menegakkan dan menundukkan kepala ketika ia berusia 1
bulan. Anak MT duduk tanpa dukungan ketika berusia 6
bulan. Hal ini dibuktikan dengan anak mampu duduk tanpa dipegang ataupun tanpa bersandar pada bantal. Ibu SS
mengatakan bahwa pada usia 6 bulan ketika anak MT bermain dengan kakaknya, ia lebih memilih untuk duduk
sambil memainkan alat permainannya dibandingkan dengan bermain sambil tiduran. Jika anak MT diajak bermain sambil
tiduran maka anak MT akan menangis dan akan diam apabila ia sudah dalam posisi duduk seperti kakaknya.
Selain itu, informasi lain yang diberikan orang tua yaitu anak
181 MT dapat berjalan secara mandiri pada usia 1 tahun. Ia
berjalan sendiri tanpa ada bantuan dari orang tua ataupun berpegang pada kursi dan meja untuk berjalan.
Anak MT mengeluarkan kata-kata pertama seperti memanggil “ma-ma” dan “ba-pa” pada usia 1 tahun 2 bulan.
Orang tua mengatakan bahwa anak MT dapat berbicara karena rangsangan yang diberikan oleh kakaknya. Anak MT
selalu menirukan bunyi kata yang diajarkan oleh kakaknya. Dalam hal berinteraksi, saat ini anak MT sudah mampu
melakukan interaksi dengan teman sebayanya. Interaksi yang dilakukan oleh anak MT seperti memanggil nama
temannya, merespon ucapan dari teman sepermainan untuk mengambilkan alat permainan maupun meminta temannya
untuk mengambilkan alat permainan. Pada saat peneliti melakukan pengamatan ketika anak MT sedang bermain,
terjadi interaksi antara anak MT dengan teman-temannya. Anak MT menggunakan bahasa sehari-hari dengan suara
yang jelas dan dapat dimengerti oleh teman-temannya, seperti ketika dia berbicara dengan temannya yang bernama
E, anak MT mengatakan “E, tolong ambil kasih kita bola dolo” anak MT berbicara sambil menujukan letak bola
kepada temannya E.
182 Selain
mampu berinteraksi
dengan teman
sebayanya, anak MT mampu berinteraksi dengan orang dewasa yang sudah akrab dengannya. Interaksi yang
dilakukan seperti mendengarkan perintah atau pernyataan yang diberikan oleh ibu atau kakaknya, mengikuti perintah
orang tua, menjawab pertanyaan yang diberikan ataupun meminta bantuan untuk memenuhi kebutuhannya. Selain itu,
anak MT akan bertanya apabila dia tidak mengerti tentang perkataan yang diucapkan oleh ibu dan kakaknya. Pada
saat peneliti melakukan interaksi dengan anak MT, awalnya dia hanya diam dan terkesan malu-malu. Namun ketika
peneliti memanggil namanya kemudian berjabatan tangan dengan anak MT, dia merespon dengan baik yaitu
tersenyum dan langsung berjabat tangan dengan peneliti. Ibu SS mengatakan bahwa, anak MT merasa malu ketika
bertemu dengan orang yang baru ia kenal namun apabila sudah berkenalan maka anak MT akan berkomunikasi
dengan orang tersebut. Untuk lebih mengakrabkan diri dengan anak MT, peneliti harus datang ke rumahnya
dengan membawakan alat permainan yaitu bola kaki barulah anak MT mau berbicara dengan peneliti.
Ketika peneliti melakukan pengamatan tentang aktivitas bermain, anak MT dan teman-temannya sedang
183 bermain sepak bola. Pada saat itu anak MT sedang bermain
bersama teman-temannya yang bernama E, A dan W. Mereka berempat adalah teman sebaya yang setiap harinya
selalu menghabiskan waktu bersama untuk bermain. Pada saat bermain sepak bola, anak MT dan teman-temannya
melakukan gerakan seperti menendang bola ke depan, berlari, melompat dan melempar bola ke atas. Mereka
berempat tidak membagi diri ke dalam tim namun mereka merebut bola tersebut kemudian menendangnnya ke arah
gawang. Pada saat bermain, terjadi interaksi antara Anak MT dengan teman-temanya seperti memanggil nama teman,
meminta bantuan ataupun menolong teman yang meminta bantuan.
Saat ini anak MT berada di kategori bermain secara berkelompok. Anak MT mengatakan bahwa dia sering
bermain bersama E, A dan W. Kegiatan bermain yang mereka lakukan yaitu bermain bola dan mobil-mobilan. Ibu
SS mengatakan bahwa mereka berempat merupakan anak- anak seumuran yang sering mengabiskan waktu bersama
untuk bermain karena mereka belum bersekolah.
184
5. Status Gizi dan Status Kesehatan Anak MT Dalam menilai status gizi, peneliti menggunakan
pengukuran Antropometri yakni umur, berat badan, dan tinggi badan untuk menentukan status gizi anak. Hasil
penimbangan ditemukan berat badan 11,2 kg dan tinggi badan 80 cm. Peneliti kemudian menentukan status gizi
menggunakan standar WHO 2005.
Tabel 4.13 Status Gizi Anak MT Berdasarkan Standar WHO 2005
Indeks Z-Score
Kategori Status
Gizi
BBU - 2 SD sd 2 SD
Gizi baik TBU
- 3SD Sangat pendek
BBTB - 2 SD sd 2 SD
Normal
Tebel 4.13 menunjukkan status gizi anak MT berdasarkan indeks BBU dengan Z-Score - 2 SD sd 2 SD
berada pada kategori status gizi baik. Sementara itu, untuk indeks TBU menunjukkan bahwa anak MT berada dalam
kategori sangat pendek dengan Z-Score - 3 SD sedangkan untuk indeks BBTB dengan Z-Score -2 SD sd 2 SD
sehingga anak MT berada dalam kategori berat badan normal.
Sementara itu, jumlah angka kecukupan gizi yang dikonsumsi oleh anak MT yaitu 1.166 Kkal dengan tingkat
185 kecukupan gizi energi sebesar 93 sedangkan untuk angka
kecukupan gizi protein yaitu 21 mg dengan tingkat kecukupan gizi protein sebesar 93. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat kecukupan gizi energi dan protein dari anak MT berada dalam rentang tingkat konsumsi kurang.
Status kesehatan anak MT dilihat dari jenis keluhan sakit, upaya pencarian layanan kesehatan, imunisasi dan
perilaku kebersihan. Untuk jenis keluhan sakit, ibu SS mengatakan bahwa
anak MT jarang menderita sakit. Terakhir kali anak MT terkena sakit yaitu pada tanggal 14 September 2012. Pada
saat itu anak MT menderita batuk dan pilek. Menurut ibu SS, anak MT terkena sakit karena perubahan cuaca yang tidak
menentu. Tindakan yang pertama kali dilakukan apabila anak MT sakit yaitu memanfaatkan layanan kesehatan.
Layanan kesehatan yang dimaksudkan adalah mengunjungi ibu bidan ataupun posyandu untuk mengambil obat sesuai
dengan jenis penyakit yang diderita. Ibu SS mengatakan bahwa anak MT telah
mendapatkan 5 imunisasi dasar yaitu Hepatitis-B, BCG, DPT, Polio dan Campak dari Posyandu di wilayah setempat.
Dalam hal menjaga kebersihan, ibu SS mengatakan bahwa anak MT hanya mandi satu kali saja yaitu pada pagi
186 atau sore hari. Apabila anak MT dimandikan pada pagi hari
maka pada sore harinya anak MT hanya dilap dengan menggunakan handuk basah pada bagian kaki, wajah dan
tangannya. Sebaliknya apabila anak MT mandi pada sore hari, keesokan harinya anak MT hanya dibersihkan dengan
mencuci muka, tangan dan kakinya. Ibu SS mengutarakan bahwa karena anak MT menolak, ia jarang memotong kuku
dan menyikat kuku anak MT. Hal ini mengakibatkan kuku, jari kaki dan tangannya kelihatan kotor. Selain itu, untuk
perilaku mencuci tangan, ibu SS mengatakan bahwa anak MT jarang mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
ataupun setelah bermain di luar rumah.
6. Hasil Pemeriksaan DDST II Pada Anak MT
Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti saat melakukan pemeriksaan DDST II kepada anak MT
menunjukkan bahwa anak MT mampu bersosialisasi dan berinteraksi dengan keluarga maupun teman-temannya.
Anak MT mampu mengenali keluarga dan teman-temanya dengan baik hal ini dibuktikan dengan anak MT mampu
memanggil atau menyebutkan dengan jelas nama anggota keluarga maupun nama teman-temannya. Selain itu anak
MT mampu berinteraksi dengan orang yang baru
187 pertamakali dikenalnya walaupun awalnya malu-malu. Hal
ini memudahkan peneliti dalam melakukan pemeriksaan DDST II pada anak MT.
Hasil pemeriksaan DDST II menunjukkan bahwa anak MT memiliki perkembangan yang normal karena dapat
melakukan 31 item yang seharusnya ia lakukan sesuai dengan usia perkembangannya. Berikut tabel pemeriksaan
DDST II pada anak MT:
Tabel 4.14 Pemeriksaan DDST II Pada Anak MT SEKTOR
RESPON ANAK KESIMPULAN
Personal sosial Anak
dapat memakai T-Shirt
Anak dapat
menyebutkan nama teman
Anak dapat mecuci dan mengeringkan
tangan Anak
dapat mengosok
gigi dengan bantuan
Anak dapat
memakai baju Anak
dapat menyuapi boneka
Anak dapat
membuka pakaian Anak
dapat menggunakan
sendok atau garpu untuk makan
Anak mampu
melakukan semua item yang diperiksa
pada sektor
personal sosial. Anak dalam batas
normal dan tidak mengalami
keterlambatan personal sosial.
Selengkapanya dapat dilihat pada
lampiran.
Motorik halus Anak
dapat membuat
menara dari
kubus 2
kubus, 4
kubus, dan 6 kubus
Anak mampu
melakukan semua item yang diperiksa
pada sektor motorik halus.
188 Anak dapat meniru
garis vertikal Anak
dapat mengambil manik-
manik yang
ditunjukkan Anak dalam batas
normal dan tidak mengalami
keterlambatan motorik halus.
Bahasa Bicara
semua dimengerti
Anak mengetahui 2 kegiatan
Anak dapat
menyebut 4
gambar Bicara
dengan dimengerti
Anak dapat
menunjuk 4
gambar Menyebutkan
6 bagian badan
Anak dapat
menyebut 1
gambar Anak
dapat mengucapkan
kombinasi kata Anak
dapat menunjuk
2 gambar
Anak dapat
menyebutkan 6
kata Anak
mampu melakukan semua
item yang diperiksa pada
sektor bahasa.
Anak dalam batas normal dan tidak
mengalami keterlambatan
dalam perkembangan
bahasanya.
Motorik kasar Anak dapat berdiri
dengan 1
kaki dalam
waktu 1
detik Anak
dapat melakukan loncat
jauh Anak
dapat melempar bola ke
atas Anak
dapat melompat
Anak mampu
melakukan semua item yang diperiksa
pada sektor motorik kasar.
Anak dalam batas normal dan tidak
mengalami keterlambatan
dalam perkembangan
motorik kasar.
189 Anak
dapat menendang
bola ke depan
Anak dapat naik tangga
Anak dapat berlari Pada sektor personal sosial anak MT mampu
melakukan aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri seperti memakai T-shirt, mencuci
dan mengeringkan tangan, menggosok gigi, membuka pakaian dan menggunakan sendok atau garpu untuk makan.
Walaupun anak MT belum bersekolah, namun anak MT mampu melakukan gerakan motorik halus seperti
menirukan garis vertikal yang digambar oleh peneliti. Selain meniru garis vertikal, anak MT sudah mampu membuat
menara dari kubus ataupun mengambil manik-manik yang ditunjukkan oleh peneliti.
Observasi yang dilakukan peneliti saat pemeriksaan DDST, didapatkan hasil bahwa anak MT mampu berbicara
serta berkomunikasi dengan baik. Kemampuan berbicara dari anak MT dapat dilihat dari cara anak memahami dan
melakukan tindakan sesuai intruksi, menjawab pertanyaan serta bersosialisasi dengan bahasa Indonesia yang dapat
dimengerti oleh peneliti.
190 Anak MT mampu melakukan aktivitas dan gerak
motorik kasar secara mandiri sesuai dengan perkembangan umurnya. Kemapuan tersebut terlihat anak mampu berdiri
dengan 1 kaki, melompat, melempar bola katas, menendang bola ke depan, naik dan turun tangga ataupun berlari.
7. Kajian Faktor-Faktor
Lain Yang
Memengaruhi Perkembangan Anak MT
a. Faktor Fisik