Konsep Pengelolaan Taman Nasional di Indonesia

13 tersebut daerah tepinya mengalami serangkaian perubahan kondisi, yang dikenal dengan istilah efek tepi Supriatna 2007. Kawasan Taman Nasional ditunjuk oleh Departemen Kehutanan Republik Indonesia yang sebelum dilakukan pengukuhan terdapat proses penataan batas yang membutuhkan waktu relatif lama, hingga beberapa tahun. Banyak hal yang dapat terjadi selama masa tersebut ataupun ketika sudah dikukuhkan, antara lain berupa ancaman yang terjadi pada kawasan. Ancaman yang dihadapi oleh kawasan dilindungi juga merupakan kunci dalam menentukan bentuk pola dalam pengelolaan yang akan diperuntukkan bagi kawasan. Pada kenyataannya sangat sedikit kawasan dilindungi yang kebal terhadap satu jenis ancaman saja, melainkan cenderung mendapat ancaman-ancaman yang sangat kompleks pada satwaliar dan habitat di dalam kawasan. Penyebab utama timbulnya gangguan tersebut tidak jarang juga disebabkan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak bersahabat dengan visi dan misi konservasi. Berikut adalah pola-pola ancaman yang umum terjadi pada kawasan dilindungi berdasarkan Carey et al. 2000, seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Gambar 1 Pola ancaman yang sering dihadapi kawasan dilindungi Migrasi manusia Perkembangan hewan domestikasi Serbuan spesies asing Dampak erosi air Perbedaan kebijakan Dampak konflik Aktivitas krimnal Pengaruh wisatawan Akses transportasi Polusi Perubahan iklim Pemukiman Pertanian Perburuan Memancing Eksploitasi Hasil Hutan Kayu Bakar Kebakaran Penebangan untuk kepentingan lokal Perdagangan daging satwaliar Produksi kehidupan liar ikan, aquarium, tumbuhan,karang,dll Kayu Perdagangan kayu bakar komersial Bahan bakar tambang mineral lainnya Dampak External Dampak Internal Output SDA dari kawasan 14 Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gangguan hutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu intern dan ekstern. Faktor-faktor intern yaitu : keadaan hutan, aparatur, sarana dan prasarana serta dana, sedangkan faktor ekstern berupa pengaruh pembangunan, keadaan sosial, ekonomi, sosial budaya, kesadaran masyarakat serta faktor politis Dephut 1985. 2.4.3. Organisasi Pengamanan Kawasan Konservasi Aparatur perlindungan hutan memegang peranan penting dalam menjaga kawasan hutan. Aparatur perlindungan dan pengamanan hutan adalah pejabat kehutanan tertentu sesuai dengan sifat pekerjaannya diberikan wewenang kepolisian khusus di bidangnya. Pejabat Kehutanan tertentu diberikan wewenang kepolisian khusus meliputi : a Pegawai Negeri Sipil yang diangkat sebagai pejabat fungsional Polisi Kehutanan, b Pegawai Perusahaan Umum Kehutanan Indonesia Perum Perhutani yang diangkat sebagai Polisi Kehutanan, c Pejabat Struktural Instansi Kehutanan Pusat maupun Daerah yang sesuai dengan tugas dan fungsinya mempunyai wewenang dan tanggung jawab di bidang perlindungan hutan PP No.45 Tahun 2004. Wewenang Polisi Kehutanan meliputi kegiatan dan tindakan kepolisian khusus di bidang kehutanan yang bersifat preventif, tindakan administrif dan operasi represif. Penjabaran dari wewenang tersebut meliputi : a mengadakan patroli atau perondaan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya, b memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutan hasil hutan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya, c menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan, d mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan, e dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk diserahkan kepada yang berwenang; dan f membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak pidana yang