Kemitraan Hasil Penelitian Terdahulu

16 beraktifitas ayam serta tempat menampung kotoran yang dikeluarkan ayam. Sekam harus selalu dijaga agar tetap kering, tidak basah dan menggumpal.

2.3. Hasil Penelitian Terdahulu

Berikut adalah hasil penelitian terdahulu mengenai kemitraan untuk mengetahui bagaimana pola kemitraan pada usaha-usaha lain dan analisis kelayakan usaha, selanjutnya dibandingkan untuk melihat apa saja metode analisis yang digunakan oleh peneliti-peneliti dalam usaha yang berbeda dan bagaimana hasil penelitian terhadap kelayakan usaha yang telah diteliti dilihat dari aspek- aspek studi kelayakan untuk menjadi referensi dalam penelitian. Selain itu juga menekankan penelitian yang akan dilakukan memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya.

2.3.1. Kemitraan

Yustiarni 2011 dalam Evaluasi Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Padi bersertifikat Kasus Kemitraan: PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I Sukamandi, Kabupaten Subang, menggunakan metode IPA dan analisis pendapatan usahatani. Kerjasama kemitraan yang dilakukan pola inti plasma, PT Sang Hyang Seri SHS menyediakan lahan sewa untuk digarap oleh petani dengan luas 2 hektar, memberikan modal biaya panen, pinjaman sarana produksi dan benih sedangkan petani berhak mengelola lahan yang disediakan dan berkewajiban menyerahkan hasil panennya kepada PT. SHS, manfaat yang diperoleh bagi inti PT.SHS adalah pemenuhan kebutuhan bahan baku dan tenaga kerja. Manfaat yang diperoleh petani mitra mendapatkan bantuan modal dalam panen, mendapatkan jaminan pasar, meningkatkan pendapatan petani serta mendapatkan tambahan pengetahuan, ketrampilan serta teknologi dalam budidaya. Mekanisme pelaksananaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra ditandai dengan penandatanganan Surat Perjanjian Kerkasama yang dapat diperbaharui setiap musim. Untuk memulai kemitraan, petani mengajukan surat permohonan usulan penggarapan, PT. SHS melakukan evaluasi apakah petani layak, jika layak PT. SHS akan mengeluarkan surat pengabulan yang harus ditandatangani kepala desa. Kemudian dilakukan penandatangan kerjasama antara PT. SHS dan petani mitra. 17 Peraturan terdiri dari peraturan tertulis dan tidak tertulis. Peraturan tertulis tercantum pada Surat Perjanjian kerjasama, yaitu: 1 Pembinaan dan pengawalan teknis yaitu PT. SHS diwajibkan untuk melakukan pembinaan dan pengawalan teknis produksi tiap hari. 2 Pembayaran benih pokok dimana petani diwajibkan membeli benih pokok 25 kg per hektar per musim dari PT. SHS. 3 Pembayaran bagi hasil dimana petani mitra diwajibkan untuk membayar bagi hasil sebesar 1.200 kg per hektar per musim sebagai biaya sewa atas lahan yang digunakan. 4 Pembayaran biaya operasional yang terdiri dari roguing, sanitasi, materai dan PHT, jumlahnya sebesar Rp 130.000,00 per hektar per musim dibayarkan setelah panen. 5 Penjualan hasil panen yaitu petani diharuskan menjual hasil tani pada PT. SHS sesuai kebutuhan PT. SHS. 6 Pengelolaan areal lahan oleh petani mitra tidak boleh dipindah tangankan tanpa prosedur dan harus sepengetahuan PT. SHS. 7 Sanksi terhadap pelanggaran aturan bagi petani adalah diberhentikan kerjasama. Peraturan tidak tertulis yaitu kesepakatan antara PT. SHS dan petani mitra yang tidak tercantum di Surat Perjanjian Kerjasama terdiri dari : 1 Penerapan jadwal tebar, tanam dan panen semuanya ditetapkan oleh PT. SHS. 2 PT. SHS menyediakan sarana produksi selain bibit seperti pupuk dan obat- obatan dalam bentuk pinjaman. 3 Kerjasama pembasmian tikus yang dilakukan 2 kali seminggu. 4 Pembagian resiko budidaya, resiko yang diakibatkan bencana alam, iklim, cuaca dan serangan hama ditanggung bersama. Berdasarkan matriks evaluasi kemitraan terdapat enam poin yang masih menimbulkan masalah yaitu: 1 Penjualan hasil panen; 2 Penyediaan sarana produksi; 3 Kegiatan pembasmian tikus; 4 Respon terhadap keluhan; 5 Pengangkutan hasil panen; 6 Pembayaran hasil panen. Terdapat enam atribut yang harus menjadi prioritas utama yaitu harga sarana produksi, ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi, respon inti terhadap keluhan, 18 penyediaan sarana transportasi panen, harga beli hasil panen dan dan ketepatan waktu pembayaran hasil panen. Secara umum diketahui bahwa petani merasa cukup puas, karena nilai CSI yang diperoleh adalah 62,08. Analisis pendapatan usahatani menunjukkan usahatani sudah layak untuk dijalankan karena nilai RC petani mitra maupun non mitra lebih besar dari 1. Putra 2011 dalam Pola Kemitraan antara Petani dengan UBH-KPWN dalam Usaha Hutan Rakyat Jati Unggul Nusantara di Desa Ciaruteun Ilir, Kabupaten Bogor menggunakan metode analisis deskriptif dan analisis kelayakan non finansial menganalisis aspek ekonomi, teknis dan sosial, dan finansial dengan alat analisis NPV. Pola kemitraan yang diterapkan UBH-KPWN dengan petani yaitu pola yang dilaksanakan melalui kerjasama antara investor, pemilik lahan, petani penggarap, perangkat desa dan UBH-KPWN yang bertindak sebagai lembaga fasilitator dan lembaga penjamin, dengan pembagian hasil panen secara proporsional dan menguntungkan para pihak. UBH-KPWN memiliki hak bagi hasil panen 15 persen dari total pohon yang ditanam, kewajibannya adalah melakukan inventarisasi dan identifikasi calon lokasi dan pemilik lahan serta petani penggarap peserta budidaya JUN, merencanakan dan melaksanakan kegiatan budidaya JUN, melaksanakan pendampingan kepada petani penggarap, menarik calon investor, mengelola dana, memasarkan pohon jati siap panen, melaksanakan pembagian hasil. Investor memiliki hak bagi hasil panen 40 persen dari total pohon yang ditanam, tidak menanggung resiko jika ada tanaman yang mati karena kelalaian. Kewajibannya adalah menanamkan modal minimal 100 pohon. Pemilik lahan memiliki hak bagi hasil 10 persen dari total pohon yang ditanam, tidak menanggung resiko jika ada tanaman yang mati karena kelalaian. Kewajibannya adalah memberikan ijin lahannya untuk dikelola selama enam tahun dan turut mengawasi tanaman dari gangguan. Petani penggarap memiliki hak bagi hasil 25 persen dari total jumlah pohon yang ditanam, mendapat bimbingan dan pelatihan. Kewajibannya adalah melaksanakan budidaya JUN, bila terjadi kematiankehilangan keuntungan petani 19 dikurangi 0,5 persen per tanaman yang mati atau hilang. Pemerintah desa memiliki hak bagi hasil 10 persen dari total pohon yang ditanam. Hasil penelitiannya adalah usaha JUN yang dilaksanakan oleh petani dan UBH-KPWN layak, dengan nilai NPV Rp 1.678.390.947,00 dan hubungan kemitraannya termasuk kemitraan prima madya. Saputra 2011 dalam Analisis Kepuasan Peternak Plasma Terhadap Pola kemitraan Ayam Broiler Studi Kasus Kemitraan Dramaga Unggas Farm di Kabupaten Bogor, analisis kepuasan menggunakan importance performance analysis IPA dan costumer satisfaction index CSI. Mekanisme pelaksanaan kemitraan, perusahaan inti menyeleksi petani berdasarkan lokasi kandang, kondisi, serta kelengkapan kandang dengan kapasitas minimal 1.500 ekor, milik sendiri atau pinjaman, peternak diharuskan memiliki pengalaman dan menyerahkan jaminan berupa bukti kepemilikan tanah, BPKB atau uang tunai. Pihak inti memiliki hak menentukan harga sapronak dan hasil panen ayam, jadwal pengiriman DOC, pakan dan panen ayam. Kewajiban inti adalah menentukan dan menyusun program pemeliharaan, memberikan bimbingan teknis, dan memberikan pelayanan kesehatan ternak. Pihak plasma yaitu peternak memiliki hak bantuan modal berupa sapronak, mendapatkan bimbingan teknis dan pelayanan ternak. Kewajiban peternak adalah mengelola usaha ternaknya dengan baik. Peternak tidak diperbolehkan menggunakan sapronak yang berasal dari pihak lain dan juga dilarang menjual hasil panen ke pihak lain, sehingga keuntungan yang diperoleh peternak adalah selisih antara penjualan ayam dengan pengeluaran sapronak dari perusahaan inti. Harga jual ayam adalah harga kontrak tetap yaitu Rp 15.000,00kg. Hasil penelitian menunjukkan peternak merasa puas dengan pola kemitraan Dramaga Unggas Farm.

2.3.2. Analisis Kelayakan Usaha