masyarakat seperti dikemukakan oleh Goldsmith dan Blustain dalam Taliziduhu Ndaraha, 1987, adalah :
1. Partisipasi dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang sudah ada ditengah-tengah masyarakat yang bersangkutan.
2. Partisipasi memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang bersangkutan.
3. Manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi kepentingan masyarakat setempat.
4. Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang dilakukan oleh masyarakat. Partisipasi masyarakat ternyata berkurang jika mereka tidak
atau kurang berperan dalam pengambilan keputusan. Sedangkan menurut Sumardjo 2001 dalam Hamzah 2005, kata kunci
yang akan mempengaruhi seseorang untuk berpartisipasi dalam suatu program pembangunan adalah: pertama, adanya kesadaran akan manfaat program bagi
kehidupannya. Manfaat dapat diartikan terpenuhinya kebutuhan ataupun terbebasnya dari ancaman tertentu; kedua, komunikasi yang efektif diantara
para pelaku yang diharapkan berperan serta dalam program; dan ketiga, adanya kesukarelaan antara para pelaku dalam berperan serta, semakin besar objek
partisipasi menimbulkan motivasi intrinsik, maka semakin besar derajat keikutsertaan seseorang dalam program.
Terdapat kaitan yang erat antara partisipasi dan insentif Soetrisno,1995. Tanpa suatu insentif maka partisipasi berubah maknanya dari suatu keinginan
manusia untuk ikut secara sukarela dalam suatu kegiatan yang dianggapnya dapat memperbaiki harkat hidup masyarakat dan dirinya sendiri, menjadi suatu
tindakan paksaan mobilisasi. Permasalahan dalam partisipasi pada saat ini bukan lagi merupakan masalah mau atau tidaknya masyarakat berpartisipasi,
melainkan pada sejauh mana masyarakat dapat memperoleh manfaat bagi perbaikan kehidupan sosial ekonomi mereka melalui partisipasi. Dari uraian
diatas, dapat terlihat bahwa dalam partisipasi masyarakat berlaku prinsip pertukaran dasar Basic exchange principles, bahwa semakin banyak manfaat
yang diduga akan diperoleh suatu pihak dari pihak lain melalui kegiatan tertentu maka semakin kuat pula pihak itu akan terlibat dalam kegiatan tersebut.
2.10. Kelembagaan Lokal
Karsyono 2000 mendefinisikan kelembagaan sebagai “suatu perangkat aturan yang mengatur atau mengikat dan dipatuhi oleh masyarakat”. Sedangkan
Menurut Rustiadi et al. 2005 Kelembagaan institution, merupakan kumpulan aturan main rules of game dan organisasi yang berperan penting dalam
mengatur penggunaanalokasi sumberdaya secara efisien, merata dan berkelanjutan sustainable. Lebih lanjut Rustiadi et al menjelaskan Kelembagaan
berbeda dengan sekedar organisasi. Selama ini sering terjadi kesalahpahaman bahwa kelembagaan diartikan identik atau dicampur-adukkan dengan sistem
organisasi. Dalam konsep ekonomi kelembagaan institutional economic, maka organisasi merupakan suatu bagian unit pengambil keputusan yang didalamnya
diatur oleh sistem kelembagaan atau aturan main behavior rule. Nataatmadja 1993 dalam Hamzah 2005 mejelaskan kelembagaan dan
organisasi tidak bisa dipisahkan, karena organisasi merupakan “perangkat keras” dan kelembagaan merupakan “perangkat lunaknya”. Demikian pula dengan
pendapat Uphoff
1974, Ia
menyatakan bahwa
memang antara
kelembagaaninstitusi dan organisasi sering membingungkan dan bersifat interchangeably. Karena ada institusi yang bukan organisasi, organisasi yang
dapat sekaligus dipandang sebagai institusi, dan organisasi yang bukan isntitusi. Definisi yang dikemukakannya adalah: a. An organization is a structure of roles
formal or informal that are recognized and accepted. b. An institution is a complex of norms and behaviours that persist over time by serving some socially
valued purposes. Faktor kelembagaan memegang peranan yang menentukan tingkat
keberhasilan pengembangan masyarakat. Banyak terjadi kasus program pengembangan masyarakat kurang berhasil karena tidak adanya lembaga
pengelola yang baik. Pembentukan kelembagaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan memanfaatkan lembaga yang sudah ada atau membentuk
lembaga yang baru. Hal ini sangat ditentukan oleh dinamika masyarakat itu sendiri. Pembentukan kelembagaan dilakukan dengan cara memanfaatkan
lembaga yang sudah ada, namun apabila lembaga yang sudah ada tidak dapat melakukan fungsinya, maka perlu pembentukan lembaga yang baru.
Jaringan kelembagaan lokal perlu dibangun untuk melancarkan mekanisme kerja dan memfasilitasi munculnya kemitraan dan arus informasi
dinatara lembaga-lembaga
yang terkait.
Dengan demikian,
upaya pengembangan masyarakat dapat tumbuh denga berbasis pada kapasitas lokal
dan dengan mengaitkannya pada peluang pasar, baik pada tingkat lokal itu sendiri, regional, nasional maupun ekspor Sutrisno, Fauzi dan Hariyadi, 2001.
Pengembangan jaringan kelembagaan ini juga akan berkontribusi positif pada peningkatan kapasitas lokal dalam rangka sinkronisasi pengelolaan
program dan investasi yang ada baik berupa pogram pemerintah,bantuan- bantuan LSM, program pengembangan masyarakat perusahaan, dan
sebagainya.
2.11. Teori Konflik