III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menyatakan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban
wilayah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangangan. Menurut Rustiadi et al 2004, diberlakukannya otonomi daerah berimplikasi luas dalam sistem perencanaan pembangunan di wilayah-wilayah
yang mengisyaratkan
pentingnya pendekatan
pembangunan berbasis
pengembangan wilayah dibanding pendekatan sektoral. Sehingga dalam rangka pembangunan wilayah maka daaerah harus lebih kreatif menggali dan
mengelola potensi sumberdaya yang dimiliki. Sumberdaya alam telah berperan dalam pembangunan daerah.
Sumberdaya alam tidak saja dapat meningkatkan PDRB, menyerap tenaga kerja, melainkan juga telah memberikan jasa lingkungan untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia. Namun dibalik peran besar tersebut, karena faktor alam maupun ulah manusia baik secara individu, kelompok maupun
kelembagaan, pengelolaan dan pemanfatan sumberdaya alam untuk pembangunan telah menimbulkan berbagai masalah sosial-ekonomi maupun
lingkungan. Disisi lain Sumberdaya alam yang terkandung merupakan kekayaan alam yang harus dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat. Menurut Saleng,
perolehan nasional dari sektor pertambangan dapat dikatakan multidimensional, antara lain mampu menopang program industrialisasi melalului penyediaan
bahan baku industri dalam negeri, menyediakan sumber energi seperti minyak bumi, gas, batu bara, geothermal, dan meningkatkan penerimaan negara serta
cadangan devisa, membantu peningkatan dan pemerataan pembangunan ke berbagai
wilayah, membuka
kesempatan kerja,
serta meningkatkan
kesejahteraan dan pendapatan penduduk sekitar lokasi pertambangan. Pengelolaan sumberdaya alam, disamping menghasilkan Positive Social
Forces seperti yang telah dijelaskan diatas, juga mengahasilkan Negative Social Forces seperti Penguasaan akses sumberdaya alam yang timpang, konflik
sosial, kebocoran ekonomi sumberdaya alam ke luar lokalitas Regional
leakages, jurang pendapatan meningkat, kecemburuan sosial meningkat dan sensitivitas sosial meningkat.
Keberadaan Industri panas bumi geothermal yang dikelola oleh CHV di Gunung Salak Desa Kabandungan kecamatan Kabandungan kabupaten
Sukabumi, harus dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi pengembangan wilayah dan pengembangan masyarakat sekitar, tetapi
sebagaimana dikemukakan diatas keberadaan industri panas bumi geothermal ini pasti membawa dampak negatif terhadap masyarakat sekitar.
Kehadiran industri dapat memberi peluang kerja bagi masyarakat sekitar meskipun disadari tidak tidak seluruhnya ditampung dalam sektor tersebut.
Seiring dengan perkembangannya, industri juga dapat menciptakan peluang usaha baru. Berbagai jenis usaha seperti sewa rumah, berdagang barang
kelontong atau mendirikan rumah makan muncul untuk melayani kebutuhan para pekerja industri. Dengan demikian, kehadiran industri panas bumi berpotensi
menimbulkan terjadinya diversifikasi nafkah, perubahan lingkungan dan peningkatan
kualitas sumberdaya
manusia masyarakat
sekitar serta
mempercepat pembangunan dan pengembangan wilayah, dengan adanya diverifikasi nafkah sebagai dampak dari kehadiran industri, terlihat adanya gejala
semakin berkurangnya ketergantungan masyarakat terhadap sektor pertanian dan beralih ke sektor jasa dan perdagangan.
Sebagai konsekuensi perubahan aktivitas produksi dalam proses industri dari yang bersifat padat karya dan berteknologi canggih advance technology,
membutuhkan kualifikasi pendidikan dan keterampilan teknik yang tinggi pula. Dengan demikian, berkaitan dengan keunggulan komparatif industri tidak hanya
menyebabkan peningkatan dalam sektor ekonomi dengan lebih terbukanya kesempatan lapangan kerja, tetapi juga dapat memacu peningkatan kualitas
sumberdaya manusia. Jika dilihat dari sisi Negative Social Forces maka keberadaan industri
pertambangan memberikan dampak yang besar terhadap degradasi dan kerusakan lingkungan yang terjadi juga berpotensi untuk tumbuh dan
berkembangnya permasalahan-permasalahan sosial serta degradasi nilai-nilai budaya lokal masyarakat sekitar lokasi perusahaan.
Pada umumnya lokasi industri pertambangan terletak di daerah-daerah terpencil dengan tingkat pendidikan masyarakat yang sangat rendah dan tidak
memiliki keahlian skill tentang industri pertambangan serta jauh dari sentuhan
teknologi dan arus informasi sehingga menyebabkan masyarakat disekitar perusahaan
pertambangan kurang
mendapatkan kesempatan
untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut karena tidak mampu bersaing dengan
pekerja-pekerja yang berasal dari luar daerah yang lebih memiliki kemampuan skill dan pengalaman dalam bidang industri pertambangan. Ketidakmampuan
masyarakat lokal untuk bersaing dengan para pekerja yang berasal dari luar daerah akan menimbulkan kecemburuan sosial.
Kecemburuan sosial masyarakat sekitar lokasi pertambangan karena kurang mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan
pertambangan dan dipicu lagi dengan manajemen perusahaan yang lebih memilih vendor dari pengusaha luar daerah sehingga keberadaan perusahaan
tidak memberikan multiplier effect bagi pengembangan usaha lokal. Alasan klasik yang selalu mendasari hal tersebut yaitu masyarakat lokal belum mampu
memenuhi standar kualitas maupun kuantitas yang yang telah ditentukan oleh perusahaan sehingga usaha masyarakat sekitar menjadi tidak berkembang dan
pada akhirnya perekonomian masyarakat semakin terpuruk. Akumulasi dari persoalan-persoalan diatas pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya konflik antara masyarakat dengan perusahaan beserta pendatang yang akan berujung pada resistensi dan penolakan masyarakat
terhadap keberadaan perusahaan pertambangan di wilayah mereka. Untuk menjembatani ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dan dalam upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar maka perusahaan pertambangan melakukan program pengembangan masyarakat community development.
Keberadaan tambang disuatu wilayah, secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi bagi pendapatan wilayah. Disamping itu,
kehadiran suatu pertambangan diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya yang berada disekitar lokasi pertambangan tersebut.
Kesejahteraan di sini tidak hanya di lihat dari kebutuhan hidup secara ekonomi, tapi juga pengakuan atas hak-hak, perlindungan dan keamanan, serta
keikutsertaan dalam setiap pembicaraan yang menyangkut kepentingan masyarakat lokal dengan prinsip perspektif kesetaraan dan kolektivitas, dimana
perusahaan dan masyarakat lokal seharusnya “duduk sama rendah, berdiri samatinggi” karena bagaimanapun masyarakat lokal adalah “pemilik sumberdaya
alam menurut hak asal-usul adat”, dan perusahaan asingbesar mendapatkan hak karena adanya transaksi dengan pemda atau Pemerintah pusat yang
sebenarnya tidak memiliki hak asal-usul atas sumberdaya alam di tingkat lokal. Maka missi dari pengembangan masyarakat adalah memberikan jalan agar
kesempatan untuk menikmati hak atas “kue” sumberdaya alam menjadi lebih adil dan setara.
Oleh karena itu, maka program pengembangan masyarakat yang dilaksanakan harus merupakan solusi atas ketimpangan, konflik sosial,
ketidakadilan, dan ketidak-berdayaan masyarakat lokal yang timbul sebagai akibat beroperasinya perusahaan di wilayah itu. Untuk mencapai tujuan tersebut
maka dibutuhkan peran serta partisipasi dan inisiatif dari masyarakat dalam merancang dan melaksanakan sendiri program pengembanga masyarakat yang
sesuai dengan karakteristik lokal dan rencana pengembangan wilayah. Partisipasi dan inisiatif lokal ini juga berperan penting dalam merespon upaya
penguatan program melalui dukungan teknologi, manajemen, permodalan, informasi dan penciptaan jejaring network yang efektif.
Dengan demikian, strategi pengembangan masyarakat dalam industri panas bumi dilakukan dengan mengisi dan memperkuat partisipasi dan inisiatif
lokal secara sistematis serta mengurangi ketimpangan yang terjadi. Penguatan partisipasi dan inisiatif lokal berimplikasi terhadap dua hal: pertama, masyarakat
mau dan mampu merancang dan melaksanakan sendiri program pengembangan masyarakat yang sesuai dengan kerakteristik lokal sebagai respon atas program
pengembangan masyarkat yang ditawarkan oleh pihak luar komunitas; kedua, dapat memberikan kontrol atas arah perubahan yang terjadi sebagai dampak dari
operasional industri sehingga terjadinya diversifikasi nafkah, perubahan lingkungan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang dalam
kenyataannya memberikan manfaat bagi peningkatan taraf hidup masyarakat, tetap sejalan dengan karakteristik lokal.
Salah satu pendekatan dalam pengembangan masyarakat adalah pendekatan menolong diri sendiri self help dimana masyarakat menjadi
partisipan aktif dalam proses pembangunan dan agen-agen pembangunan menjadi fasilitator. Komunitas memegang tanggung jawab dalam hal: 1
memutuskan apa yang menjadi kebutuhan komunitas, 2 bagaimana memenuhi kebutuhan itu, dan 3 bagaimana mengerjakannya. Tujuan agen pembangunan
adalah melembagakan
pola pengambilan
keputusan horizontal
dan implementasinya sedangkan tugas-tugas khusus ditentukan oleh komunitas. Hal
terpenting dari pendekatan ini adalah proses mengantar komunitas pada kebersamaan.
Melalui pendekatan tersebut, masyarakat difasilitasi untuk merumuskan dan melaksanakan sendiri program pengembangan masyarakat yang sesuai
sedangkan pihak luar komunitas khususnya dalam analisis ini perusahaan pengelola industri panas bumi berperan dalam memberikan penguatan terhadap
partisipasi dan inisiatif lokal dalam pelaksanakaan program oleh masyarakat melalui transformasi teknologi dan informasi, dukungan manajemen, permodalan
dan penciptaan jejaring network yang efektif. Mengingat upaya pengembangan masyarakat perlu dilakukan secara
komprehensif dan dalam perspektif yang holistic, maka kehadiran industri panas bumi sebagai salah satu potensi penting untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat perlu terus dioptimalkan pemanfaatannya, sehingga dapat sinergis dengan potensi dan peranan berbagai stakeholder terkait lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, backgrond kerangka kajian seperti digambarakan pada Gambar 3.1. berikut:
Gambar 3.1. Background
3.2. Hipotesis