Teori Konflik TINJAUAN PUSTAKA

program dan investasi yang ada baik berupa pogram pemerintah,bantuan- bantuan LSM, program pengembangan masyarakat perusahaan, dan sebagainya.

2.11. Teori Konflik

Fisher 2001 mendefinisikan konflik sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih individu atau kelompok yang memiliki atau yang merasa memiliki sasaran-sasaran yang satu sama lain tidak sejalan. Definisi yang sama juga dikemukakan oleh Fraser and Hipel 1984 dalam Tadjudin 2005 yang mendefinisikan konflik sebagai situasi dimana dua atau lebih kelompok berselisih atas isu-isu atau sumberdaya. Selanjutnya dinyatakan bahwa konflik adalah pertentangan antara banyak kepentingan, nilai, tindakan atau arah serta merupakan bagian yang menyatu sejak kehidupan ada. Karena itu konflik adalah sesuatu yang tidak terelakan yang dapat bersifat positif maupun negatif. Konflik timbul karena ketidakseimbangan antar hubungan-hubungan antar pribadi hingga tingkat kelompok, organisasi, masyarakat, negara dan semua bentuk hubungan manusia-sosial, ekonomi dan kekuasaan. Misalnya kesenjangan status sosial, kurang meratanya kemakmuran dan akses yang tidak seimbang terhadap sumberdaya, serta kekuasaan yang tidak seimbang yang kemudian menimbulkan masalah-masalah seperti diskriminasi, pengangguran, kemiskinan, penindasan, kejahatan Fisher 2001. Jika dilihat dari perspektif ekonomi politik maka penyebab utama konflik dapat ditelusuri dari akar ekonomi dan politik sehingga upaya penyelesaian konflik harus mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi politik, sedangkan jika dilihat dari pendekatan institusi Roy 1992, bahwa konflik berkembang antara institusi birokrasi dan institusi sosial berakar dari kurangnya komunikasi diantara mereka. Penyebab utama terjadinya konflik adalah: 1 data, 2 kepentingan, 3 nilai, 4 hubungan, dan 5 struktur. Konflik akibat data disebabkan oleh keterbatasan informasi, informasi yang keliru, interpretasi yang berbeda serta perbedaan pandangan terhadap data. Konflik kepentingan terjadi karena adanya kepentingan atau kebutuhan yang saling bertentangan atau tidak cocok diantara pihak-pihak yang bertikai. Konflik nilai terjadi karena adanya penggunaan kriteria yang berbeda untuk hasil outcome dari suatu konflik yang disebabkan oleh perbedaan ideologi, kepercayaan agama, pandangan hidup dan gaya hidup. Disamping itu konflik dapat juga terjadi karena adanya hubungan- hubungan yang tidak harmonis. Konflik ini sebenarnya di anggap tidak perlu karena biasanya hanya menyangkut emosi yang kuat, komunikasi yang mandeg, stereotype dan perilaku negatif yang terus berulang. Konflik struktural berkatian dengan bagaimana sesuatu yang di set-up, batasan peran, kendala waktu dan ruang serta ketimpangan dalam kekuatankekuasaan atau kontrol terhadap sumberdaya. Dilihat dari wujudnya, konflik dapat di bedakan kedalam tiga wujud konflik, yaitu konflik yang bersifat tertutup latent, mencuat emerging dan terbuka manifest. Konflik laten dicirikan dengan adanya tekanan-tekanan yang tidak tampak, tidak sepenuhnya berkembang atau belum terangkat ke puncak-puncak kutub konflik. Seringkali para pihak yang terlibat tidak menyadari adanya konflik. Konflik mencuat adalah perselisihan dimana pihak-pihak yang berselisih telah teridentifikasi, diakui adanya perselisihan, kebanyakan permasalahannya jelas, tetapi proses penyelesaian masalahnya sendiri belum berkembang. Konflik terbuka merupakan konflik dimana pihak-pihak terlibat secara aktif dalam perselisihan yang terjadi, mungkin sudah memulai untuk bernegosiasi, mungkin pula telah mencapai jalan buntu. Menurut Johson dan Duinker 1993 dalam Wahyudin 225 konflik adalah sesuatu yang tidak dapat terelakkan yang dapat bersifat positif maupun negatif. Namun demikian konflik tersebut dapat juga ditangani secara arif dan bijaksana denga berbagai strategi tertentu yang saling memuaskan semua pihak sehingga dapat meningkatkan kinerja kelompok atau pihak yag berkonflik. Fenomena penyelesaian konflik seperti ini lazim diistilahkan dengan manajemen konflik. Manajemen konflik adalah sautu penanganan proses pembentukan kemunculan konflik yang diarahkan untuk meningkatkan kinerja suatu kelompok masayarakat atau organisasi. Dalam prakteknya sering terjadi distorsi terminilogi, misalnya seorang pemimpin sengaja menimbulkan situasi konflik, dimana sikap anggota masyarakat terbagi dua, yaitu yang sejalan dengan pemimpin dan yang oposisi. Yang sejalan diberi insentif dan yang oposisi disingkirkan. Tindakan pemimpin seperti itu tidak dapat dikatakan sedang menjalankan manajemen konflik, melainkan hanya sedang menjalakan manajemen kroni. Situasi konflik dapat saja diciptakan, namun konflik tersebut harus ditangi secara bijaksana agar dapat meningaktkan kinerja kelompok, dan fenomena ini yang dikategorikan sebagai manajemen konflik Anwar, 1999. Konflik yang terkelola dengan baik dapat mengarahkan keputusan yang lebih baik, meningkatkan kohesi sosial, merangsang inovasi dan meningkatkan moral. Selanjutnya Mitchell et al 2000 mengungkapkan bahwa aspek positif konflik muncul ketika konflik membantu mengindentifikasi sebuah proses pengelolaan lingkungan dan sumberdaya yang tidak berjalan dengan efektif, mempertajam gagasan autu informasi yang tidak jelas dan menjelaskan kesalah pahaman. Tetapi konflik yang tidak terselesaikan juga akan menyebabkan kesalah pahaman, ketidakpercayaan, serta bias. Konflik akan menjadi buruk apabila menyebabkan semakin besarnya hambatan-hambatan untuk saling bekerjasama antar berbagai piahak. Menurut Fisher 2001 ada lima pendekatan dalam menangani konflik, masing-masing tahap akan melibatkan tahap selanjutnya. Kelima tahap tersebut adalah: 1 pencegahan konflik, yakni upaya yang bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang lebih keras, 2 penyelesaian konflik, yaitu upaya yang mengakhiri perilaku kekerasan melalui suatu persetujuan perdamaian, 3 pengelolaan konflik, yaitu upaya membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku yang positif bagi pihak-pihak yang terlibat konflik, 4 resolusi konflik, yaitu upaya menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru yang bisa tahan lama di antara kelompok- kelompok yang bermusuhan, 5 transformasi konflik, yaitu upaya mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari konflik menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.

III. METODOLOGI PENELITIAN

Dokumen yang terkait

Kontribusi Pengembangan Objek Wisata Perdesaan terhadap Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Simalungun

5 114 97

Pembinaan Dan Pemantapan Ekonomi Masyarakat Perdesaan Di Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun Kaitannya Dengan Pengembangan Wilayah

0 14 7

Peran Usaha Industri Kecil Pangan Terhadap Pengembangan Wilayah (Studi Kasus Di Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin Provinsi Jambi)

1 53 137

Pandangan Masyarakat Dalam Pernikahan Usia Dini Studi Kasus Di Desa Cikurutug Kecamatan Cikreunghas Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat

1 12 70

Strategi Pengembangan Rekreasi Sungai Citarik Di Kecamatan Cikidang, kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

0 10 129

Pengembangan masyarakat dalam industri geothermal (studi kasus di Desa Laksana Kecamatan Ibun Kabepaten Bandung)

0 3 122

Pengembangan Masyarakat Sebagai Pendekatan Pengembangan Wilayah Perdesaan. (Studi Kasus pada Industri Geothermal di Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat)

0 48 410

Pengetahuan masyarakat tentang konservasi sumberdaya hutan: studi kasus pada masyarakat Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Sukabumi Jawa Barat

0 8 50

Perubahan Pola Interaksi Masyarakat Dengan Hutan di Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

1 11 167

Pengembangan Agroforestry Berbasis Biofarmaka dan Kemitraan Pemasaran untuk Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

0 5 6