Ketimpangan Pendapatan Kerangka Teori

Sumber: Todaro dan Smith 2006 Gambar 2.2. Kurva Lorenz Cara lain untuk menghitung Indeks Gini adalah dengan menggunakan formula berikut Wodon dan Yitzhaki, 2002: y F y Cov Gini , 2 = 2.8 dimana: y = pendapatan individu atau rumahtangga F = rank individu atau rumahtangga dalam distribusi pendapatan nilainya antara 0 = paling miskin dan 1 = paling kaya y = pendapatan rata-rata Indeks Gini relatif mudah untuk diinterpretasikan. Misalkan diketahui Indeks Gini dalam suatu masyarakat adalah 0,4. Artinya, jika rata-rata pendapatan per kapita masyarakat tersebut sebesar Rp 1 juta, maka ekspektasi perbedaan pendapatan per kapita antara dua individu yang diambil secara acak akan sebesar Rp 0,4 juta 0,4 x Rp 1 juta. Interpretasi melalui kurva Lorenz juga relatif mudah. Jika kurva Lorenz terletak relatif jauh dari garis 45 , berarti ketimpangan besar. Semakin mendekati garis 45 , maka ketimpangan semakin kecil semakin merata.

2.1.6. Tingkat Pengangguran Terbuka

Salah satu persoalan mendasar dalam aspek ketenagakerjaan adalah pengangguran. Mulai tahun 2001 definisi pengangguran terbuka mengikuti rekomendasi International Labour Organization ILO. Pengangguran Terbuka Open Unemployment adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja 15 tahun keatas yang sedang mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, dan pada waktu yang bersamaan mereka tidak bekerja jobless. Penghitungan Tingkat Pengangguran Terbuka TPT menggunakan data ketenagakerjaan yang dikumpulkan oleh BPS setiap tahun melalui SAKERNAS Survei Angkatan Kerja Nasional. TPT dihitung dengan rumus: 2.9 Selain pengangguran terbuka, juga dikenal istilah Setengah Pengangguran Under Unemployment yaitu tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu. Permasalahan pengangguran dan setengah pengangguran ini merupakan persoalan serius karena dapat menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal. Pengangguran dapat dibedakan beberapa jenis berdasarkan penyebabnya antara lain : a. Pengangguran Struktural adalah pengangguran yang terjadi karena adanya perubahan dari struktur perekonomian. Penduduk yang tidak mempunyai keahlian yang cukup untuk memasuki sektor baru sehingga mereka menganggur. Contoh : Para petani kehilangan pekerjaan karena daerahnya berubah fungsi dari daerah agraris menjadi daerah industri. b. Pengangguran Siklus adalah pengangguran yang terjadi karena menurunnya kegiatan perekonomian seperti resesi sehingga menyebabkan berkurangnya permintaan masyarakat. c. Pengangguran Musiman adalah pengangguran yang muncul akibat adanya pergantian musim misalnya pergantian musim panen ke musim tanam. d. Pengangguran friksional adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja. e. Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi karena adanya penggunaan alat-alat teknologi yang semakin modern sebagai subtitusi tenaga kerja manusia.

2.1.7. Konsep Kemiskinan

Berbagai konsep mengenai kemiskinan dikemukakan oleh para ahli, diantaranya Bellinger 2007 yang berpendapat bahwa kemiskinan memiliki dua dimensi yaitu dimensi pendapatan dan non pendapatan. Kemiskinan dalam dimensi pendapatan didefinisikan sebagai keluarga yang memiliki pendapatan rendah, sedangkan dari dimensi non pendapatan ditandai dengan adanya ketidakmampuan, ketiadaan harapan, tidak adanya perwakilan dan kebebasan. Kemiskinan dari sisi pendapatan lebih sering didiskusikan karena lebih mudah diukur, dan dapat dibedakan menjadi kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut. Todaro dan Smith 2006 berpendapat bahwa kemiskinan absolut adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumberdaya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Mereka hidup di bawah tingkat pendapatan riil minimum tertentu, atau dapat dikatakan hidup di bawah garis kemiskinan internasional, selain kemiskinan absolut, beberapa ekonom mencoba mengkalkulasikan indikator jurang kemiskinan total yang mengukur pendapatan total yang diperlukan untuk mengangkat mereka yang masih di bawah garis kemiskinan ke atas garis tersebut. Kemiskinan relatif merupakan ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, biasanya berkaitan dengan ukuran di bawah tingkat rata-rata distribusi pendapatan nasional, gini rasio merupakan salah satu contoh ukuran kemiskinan relatif. Bank Dunia 1990 menyatakan bahwa garis kemiskinan berbeda untuk tiap negara, tetapi yang umum dijadikan standar untuk membandingkan antar negara adalah garis kemiskinan internasional yang menggunakan pendapatan perkapita sebesar US 1 per hari. US dollar yang digunakan adalah US PPP Purchasing Power Parity, bukan nilai tukar resmi exchange rate. Studi yang dilakukan oleh Chen dan Ravallion 2008 menyatakan bahwa menurut standar PPP dari International Comparison Program ICP tahun 2005 bahwa garis kemiskinan internasional sebesar US 1 per hari tidak lagi sesuai dengan nilai PPP tahun 2005, untuk itu Chen dan Ravallion menyatakan bahwa garis kemiskinan internasional yang lebih tepat dengan menggunakan nilai PPP tahun 2005 dari ICP adalah sebesar US 1,25 per hari. Badan Pusat Statistik 2007 mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi seseorang yang hanya dapat memenuhi makannya kurang dari 2100 kalori perkapita per hari yang setara dengan beras 320 kgkapitatahun di pedesaan dan 480 kgkapitatahun di daerah perkotaan. Garis kemiskinan yang ditetapkan BPS pada tahun 2008 sebesar Rp 204,896 untuk daerah perkotaan dan Rp 161,831 untuk daerah pedesaan. Garis kemiskinan juga berbeda-beda untuk tiap daerah tergantung besarnya biaya hidup minimum masing-masing daerah. Penghitungan indikator kemiskinan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik BPS tidak terbatas pada jumlah dan persentase penduduk miskin, BPS juga menghitung rasio kedalaman kemiskinan poverty gap ratio dan Indeks keparahan kemiskinan poverty severity index dengan menggunakan metode Foster-Greer-Thorbecke FGT, yang dirumuskan sebagai: ∑ =       − = q 1 i i z y z N 1 P αααα αααα 2.10 dimana: z = besarnya garis kemiskinan yang ditetapkan. N = jumlah penduduk. q = banyaknya penduduk yang di bawah garis kemiskinan. y i = rata-rata pengeluaran perkapita sebulan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan i = 1, 2, 3, .......q, yi q. α = 0,1 dan 2. Jika α = 0 maka diperoleh persentase penduduk miskin P ; jika α = 1 adalah Indeks kedalaman kemiskinan P 1 ; dan jika α = 2 adalah Indeks keparahan kemiskinan P 2 . Indeks kedalaman kemiskinan P 1 merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas kemiskinan. Semakin tinggi nilai P 1 berarti semakin besar kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan atau menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin terpuruk. Sedangkan P 2 sampai batas tertentu dapat memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin, dan dapat juga untuk mengetahui intensitas kemiskinan. Metode penghitungan penduduk miskin yang dilakukan BPS sejak pertama kali hingga saat ini menggunakan pendekatan yang sama yaitu pendekatan kebutuhan dasar basic needs. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar. Dengan kata lain, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar. Beberapa ahli yang mendalami masalah kemiskinan membagi ukuran kemiskinan tidak hanya berdasarkan P 1 dan P 2 saja, namun berdasarkan tipe kemiskinan. Tipe kemiskinan menurut Jalan dan Ravallion 1998 dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu chronic poverty dan transient poverty. Kemiskinan kronis chronic poverty dapat diartikan kondisi dimana suatu individu yang tergolong miskin pada suatu waktu, kemiskinannya terus meningkat dan berada pada tingkat kesejahteraan yang rendah dalam jangka panjang. Kemiskinan sementara transient poverty adalah kondisi kemiskinan yang terjadi pada suatu waktu hanya bersifat sementara tidak permanen, yang dikarenakan penurunan standar hidup individu dalam jangka pendek. Kebijakan yang berbeda diperlukan dalam menangani kedua tipe kemiskinan ini. Investasi jangka panjang untuk orang miskin seperti peningkatan modal fisik maupun modal manusia merupakan kebijakan yang sesuai untuk menangani kemiskinan chronic poverty, sedangkan asuransi dan skema stabilisasi pendapatan yang memproteksi rumahtangga dari guncangan ekonomi economic shocks akan menjadi kebijakan yang penting ketika tipe kemiskinan yang terjadi adalah transient poverty.