mempunyai peranan untuk menanamkannya. Salah satu contohnya ialah Pada saat ia menjadi perdana menteri 1950-1951, ia bersama-sama KH. Wahid Hasyim
mentri Agama dan Bahder Johan Menteri Pendidikan menerapkan peraturan pemerintah yang mewajibkan Pendidikan Agama di sekolah-sekolah umum.
Untuk secara jelas mengetahui bagaimana kiprah Mohammad Natsir dalam dunia pendidikan dan mengkaitkannya dengan tema yang diambil penulis
yakni konsep-konsep Pendidikan Islam Mohammad Natsir, tentu harus melihatnya melalui penelusuran dari sisi Biografi kehidupannya, sehingga bisa
lebih mudah memahami siapa Mohammad Natsir? dan kenapa konsep-konsep pendidikan Islam beliau seperti ini atau seperti itu?, maka mulai dari sinilah bisa
memberikan penilaian terhadap tokoh yang sangat penomenal ini, tokoh yang cukup disegani khususnya di kalangan pendidikan dan pergerakan Islam di
Indonesia bahkan di dunia Internasional.
1. Latar Belakang Mohammad Natsir dan Sejarah Kehidupannya
Mohammad Natsir dilahirkan di kampung Jembatan Berukir, Alahan Panjang, Sumatera Barat pada tanggal 17 Juli 1908. Ia adalah putera pasangan
Sutan Saripado, seorang pegawai pemerintah, dan Chadijah.
1
Mohammad Natsir dibesarkan di keluarga agamis, Lingkungan seperti ini sangat berpengaruh pada pertumbuhan sang putra.
2
Mengenai masa kecil Mohammad Natsir, Abudin Nata memaparkan sebagai berikut:
Natsir melewati masa kehidupannya dengan penuh perjuangan berat. Sejak kecil ia memasak, mencari kayu bakar, menimba air, mencuci
pakaian, menyapu halaman, dan lain-lain. Pada usianya yang sangat muda, Natsir mulai berpisah dengan orang tuanya, dan menempuh hidup sebagai
orang dewasa. Mulailah ia tidur disurau bersama kawan-kawannya yang lain sesama laki-laki. Hanya waktu siang dan saat tertentu saja, Natsir berada di
rumah.
3
1
Lukman Hakiem ed., 100 Tahun Mohammad Natsir, Jakarta: Republika, 2008, cet. 1, h. 423
2
Al-Musytasyar Abdullah Al-Aqil, Mereka yang Telah Pergi, Tokoh-tokoh PembangunanPergerakan Islam Kontemporer, Terj. Dari
Min A’lami Al-Harakah wa As-Da’wah Al-Islamiyah Al-
Mu’ashirah, Oleh Khozin Abu Faqih, Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat, 2003, cet. 1, h. 26
3
Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2005, cet. 3 h. 74
Mengenai Riwayat pendidikannya, secara ringkas Adian Husaini memaparkan sebagai berikut:
“Tahun 1916-1923, Natsir memasuki HIS Hollands Inlandsche School di Solok. Sore harinya ia menimba Ilmu di Madrasah Diniyah.
Tahun 1923-1927, Natsir memasuki jenjang MULO Meer Uitgebreid Lager Onderwijs di Padang. Lalu, pada 1927-1930, ia memasuki jenjang sekolah
lanjutan atas di AMS Algemene Middelbare School di bandung ”.
4
Di kota Bandung inilah Mohammad Natsir mulai berinteraksi dengan para cendekiawan dan aktivis Islam terkemuka seperti KH. Agus Salim, Prawoto
Mangkusasmito dan lainnya. Dan di kota ini pula beliau mulai banyak belajar, ia mulai mendalami masalah agama, mempelajari bahasa Belanda, dan pelajaran-
pelajaran lainnya. Adian Husa
ini menyebutkan: “ada tiga guru yang mempengaruhi alam pikirannya, yaitu pemimpin Persis A. Hassan, Haji Agus Salim, dan Pendiri al-
Irsyad Islamiyah Syech Akhmad Syoerkati.”
5
Pada tahun 1930, Mohammad Natsir lulus dari AMS dengan nilai sangat baik. Dengan nilai tersebut sebenarnya ia mempunyai kesempatan untuk
melanjutkan setudinya ke perguruan tinggi elit dan terkenal ketika itu, atau menjadi pegawai negeri dengan gaji yang cukup lumayan, namun Mohammad
Natsir tidak tertarik kepada yang demikian itu, ia memutuskan untuk berdakwah dan berperan aktif dalam lembaga pendidikan.
Berikut Penuturan M. Natsir, seperti dikutip oleh Adian Husaiani dari majalah Tempo:
“tamat AMS, sebetulnya saya dapat beasiswa untuk kuliah di fakultas hukum, tapi saya memilih tidak melanjutkan kuliah. Saya lebih tertarik
melihat persoalan-persoalan masyarakat, persoalan politik. Jadi sebagai politik oposisi sebagai orang jajahan itu sangat terasa.
6
Selanjutnya Adian Husaini menyatakan: Pilihan Natsir untuk tidak melanjutkan studi ke Universitas-universitas
terkemuka sama sekali tidak menyurutkan dan menghentikan langkahnya untuk mengkaji ilmu. Pilihannya untuk menerjuni bidang keilmuan dan
4
Adian Husaini, Virus Liberalisme di Perguruan Tinggi Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2009, cet. 1. h. 26
5
Ibid, h. 27
6
Ibid, h. 29