Politik Islam Peran, kepedulian, dan jasa-jasa Mohammad Natsir Terhadap Umat

Dalam hal pentingnya tauhid sebagai dasar pendidikan, Mohammad Natsir mengambil salah satu contoh pada seorang profesor fisika bernama Paul Ehrenfest yang membunuh anak kesayangannya dan iapun mati bunuh diri. dalam menjelaskan maksud pemikiran M. Natsir ini, Abudin Nata menggambarkan“Paul Ehrenfest seorang Profesor yang sudah berada pada tingkat keilmuan yang mumpuni dan benar-benar menguasai bidang-bidang sains, berbagai hasil penemuan-penemuan rahasia alam menjadi rujukan dalam dunia ilmu pengetahuan. Disamping itu pekerjaannya sehari-hari tak pernah tercela. Pergaulannya pun dengan orang-orang baik, bahkan iapun seorang yang ramah. 55 ” Namun ia adalah seorang Atheis, tidak mengenal Tuhan, sehingga walaupun ia sudah menguasai Ilmu Pengetahuan yang sangat tinggi, Jiwanya tetap merasa kosong dan selalu merasa ada sesuatu yang kurang, yakni tidak adanya tempat atau pegangan untuk menggantungkan perasaan pergolakan nuraninya kepada sesuatu yang absolut dan mutlak adanya bila datang suatu panca roba yang menerpanya. Ia tidak menemukan hal ini dalam sejumlah teori-teorinya. Dalam surat yang ditinggalkan Paul Ehrenfest, yakni agama itu perlu, barang siapa yang tidak memiliki agama, ia munkin binasa karena itu. suratnya itu kemudian ditutup dengan do’a yang sangat mengharukan sahabat-sahabatnya. “Mudah-mudahan Tuhan akan menolong kamu, yang amat aku lukai sekarang ini.” 56 Dalam kumpulan tulisannya Capita Selecta, Mohammad Natsir menyimpulkan dengan kata-kata sebagai berikut: “Demikianlah gambaran batin seseorang jang pada lahirnja boleh dinamakan “atheist.” Seseorang jang pada hakikatnja amat rindu untuk mempunjai Tuhan, tetapi tidak diperdapatnja dalam hidupnja. Seolah-olah dengan membunuh diri itu ia hendak mentjahari Tuhan diseberang kubur, Jakni diachirat dan supaja ia terlepas dari tekanan ruhani jang dirasanja amat berat menghimpitnja didunia ini. 57 55 Abudin Nata, Op.cit., h. 85 56 Ibid, h. 86 57 D.P. Sati Alimin ed., Capita Jilid 1,Op.cit. h. 142

2. Tujuan Pendidikan Islam

Menurut Mohammad Natsir, tujuan akhir atau tujuan utama pendidikan selaras dengan tujuan diciptakannya manusia, yakni sebagai hamba Allah. sebagaimana dalam surat Ad-Dzariyat ayat 56:        Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Adzariyat: 56 Berikut ini pernyataan Mohammad Natsir dalam buku Capita Selecta Jilid I. “Apakah tudjuan jang akan ditudju oleh didikan kita? Sebenarnya tidak pula dapat didjawab sebelum mendjawab pertanjaan jang lebih tinggi lagi, jaitu: Apakah tudjuan hidup kita didunia ini? Kedua pertanjaan ini tidak dapat dipisahkan, keduanja sama identiek, Tudj uan didikan ialah tudjuan hidup.” 58 Dan hamba Allah sebagaimana dalam surat Ad-Dzariyat ayat 56 diatas adalah: “orang jang ditinggikan Allah deradjatnja, sebagai pemimpin untuk manusia. Mereka menurut perintah Allah, dan berbuat baik kepada sesama machluk, lagi menunaikan ibadah terhadap Tuhanja.” 59 Dari pernyataan Mohammad Natsir diatas, jadi jelas sekali, bahwa tujuan dari pendidikan Islam menurut beliau adalah tujuan manusia hidup didunia. Dan tujuan manusia hidup didunia intinya tidak lain hanyalah menjadi hamba Allah. Sebagaimana yang tertera dalam surat Ad-Dzariyat ayat 56: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

3. Pendidikan dan nilai-nilai agama

Dalam catatannya yang sudah dibukukan dalam buku “Capita Selecta” Mohammad Natsir menyatakan: “Peliharalah dirimu dan ahlimu dari api neraka, demikian lagi peringatan Tuhan dalam kitab Sutjinya. Surat at-Tahrim ajat 6, kepada kita, jang maksudnja ialah: harus kita berikan kepada anak dan isteri kita didikan yang akan memeliharanja dari kesesatan dan memberikan keselamatan di Dunia dan di A chirat” 60 58 Ibdi, h. 83 59 D.P. Sati Alimin. Loc.it 60 Ibid, h. 81 Pandangan Mohammad Natsir dalam pendidikan dan nilai agama ini sama dengan pandangan M. Quraish Shihab. Dalam bukunya Quraish Shihab menyebutkan: “kurikulum dan niali agama harus seperti baju yang kita pakai, yakni sesuai dalam ukuran dan modelnya dengan diri, slera, dan kebutuhan kita. Ia tidak boleh kita pinjam dari orang lain, karena betapapun indahnya terlihat, atau batapapun ukurannya boleh jadi secara umum sama, namun jika tidak dibuat sesuai selera dan kebutuhan riil kita, maka ia tidak akan nyaman dipakai. 61 Dari penjelasan diatas artinya adalah: bahwa pendidikan yang harus kita berikan kepada anak-anak dan istri kita adalah pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan kita sebagai muslim yaitu pendidikan yang dapat memelihara dari kesesatan supaya selamat hidup di Dunia dan di Akhirat. Mengenai Pendidikan dan nilai-nilai agama ini, Mohammad Natsir bersama kawan-kawannya di KNIP Komita Nasional Indonesia Pusat telah mengusulkan tiga hal dalam undang-undang pendidikan. Tiga hal yang diusulkan tersebut sebagai mana penulis kutif dari Jurnal “Islamia” ialah: “Pertama, kepengurusan sekolah-sekolah agama diberikan secara khusus kepada Departemen Agama, terpisah dari Departemen Pendidikan, kedua, memisahkan sekolah laki-laki dan Perempuan dalam sekolah-sekolah agama madrasah, dan Ketiga, mengajarkan sekolah-sekolah agama dalam sekolah- sekolah umum.” 62 Hasilnya sebagaimana ditulis dalam Jurnal Islamia, “Usul pertama diterima dengan baik oleh mayoritas anggota KNIP, usul kedua sekalipun mendapat dukungan, namun akhirnya pihak pengusul menoleransi. Sementara usul ketiga mendapat tantangan cukup sengit dari pemimpin sekuler dan Kristen. Pembahasan mengenai usul ketiga ini terus berlarut-larut dan baru disetujui pada tahun 1954. ” 63 Dari pernyataan-pernyataan dan apa yang diperjuangkan Mohammad Natsir baik di masyarakat maupun di pemerintahan, kita bisa memahami, bahwa menurut Mohammad Natsir pendidikan dan Nilai-niali Agama tidak boleh 61 Shihab, M. Quraish, Membumikan al- Qur’an jilid 2, Jakarta: Lentera Hati, 2011 cet. 1, h. 284 62 Tiar Anwar Bachtiar, Op.cit, h. 85 63 Ibid, h. 85-86