Tekhnik Analisa Data METODOLOGI PENELITIAN
Mengenai Riwayat pendidikannya, secara ringkas Adian Husaini memaparkan sebagai berikut:
“Tahun 1916-1923, Natsir memasuki HIS Hollands Inlandsche School di Solok. Sore harinya ia menimba Ilmu di Madrasah Diniyah.
Tahun 1923-1927, Natsir memasuki jenjang MULO Meer Uitgebreid Lager Onderwijs di Padang. Lalu, pada 1927-1930, ia memasuki jenjang sekolah
lanjutan atas di AMS Algemene Middelbare School di bandung ”.
4
Di kota Bandung inilah Mohammad Natsir mulai berinteraksi dengan para cendekiawan dan aktivis Islam terkemuka seperti KH. Agus Salim, Prawoto
Mangkusasmito dan lainnya. Dan di kota ini pula beliau mulai banyak belajar, ia mulai mendalami masalah agama, mempelajari bahasa Belanda, dan pelajaran-
pelajaran lainnya. Adian Husa
ini menyebutkan: “ada tiga guru yang mempengaruhi alam pikirannya, yaitu pemimpin Persis A. Hassan, Haji Agus Salim, dan Pendiri al-
Irsyad Islamiyah Syech Akhmad Syoerkati.”
5
Pada tahun 1930, Mohammad Natsir lulus dari AMS dengan nilai sangat baik. Dengan nilai tersebut sebenarnya ia mempunyai kesempatan untuk
melanjutkan setudinya ke perguruan tinggi elit dan terkenal ketika itu, atau menjadi pegawai negeri dengan gaji yang cukup lumayan, namun Mohammad
Natsir tidak tertarik kepada yang demikian itu, ia memutuskan untuk berdakwah dan berperan aktif dalam lembaga pendidikan.
Berikut Penuturan M. Natsir, seperti dikutip oleh Adian Husaiani dari majalah Tempo:
“tamat AMS, sebetulnya saya dapat beasiswa untuk kuliah di fakultas hukum, tapi saya memilih tidak melanjutkan kuliah. Saya lebih tertarik
melihat persoalan-persoalan masyarakat, persoalan politik. Jadi sebagai politik oposisi sebagai orang jajahan itu sangat terasa.
6
Selanjutnya Adian Husaini menyatakan: Pilihan Natsir untuk tidak melanjutkan studi ke Universitas-universitas
terkemuka sama sekali tidak menyurutkan dan menghentikan langkahnya untuk mengkaji ilmu. Pilihannya untuk menerjuni bidang keilmuan dan
4
Adian Husaini, Virus Liberalisme di Perguruan Tinggi Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2009, cet. 1. h. 26
5
Ibid, h. 27
6
Ibid, h. 29
pendidikan Islam membuktikan kesungguhannya dalam bidang ini. Inilah sebuah pilihan berani dari seorang pemuda cerdas dan berani seperti Natsir.
7
Berawal dari sinilah langkah perjuangan Mohammad Natsir untuk bangsa Indonesia, beliau mencari ilmu tidak untuk tujuan-tujuan keuntungan
duniawi, sehingga tidak aneh jika dalam kisah hidupnya beliau sama sekali tidak tergiur oleh tawaran pekerjaan yang sangat menguntungkan pribadinya.
Ketika kita mengingat sekarang-sekarang ini, para petinggi negeri ini banyak yang sakit jiwanya dan perasaanya tidak berprikemanusiaan, mereka tidak
lagi memikirkan kemajuan bangsanya, yang ada dibenak mereka adalah bagaimana caranya agar bisa sebanyak-banyaknya merampok uang negara untuk
memperkaya diri, sungguh memperihatinkan. Maka dengan demikian menurut hemat penulis, tokoh seperti Mohammad Natsir ini lah salah satu contoh bapak
bangsa yang harus diangkat kepermukaan sebagai contoh teladan bagi generasi penerus bangsa Indonesia.
Lebih lanjut Adian Husaini menyatakan: “Bersama A. Hasan, Natsir bekerja menerbitkan majalah Pembela
Islam, Malamnya, beliau mengaji al- Qur’an dan membaca kitab-kitab berbahasa
Arab dan Inggris. Tahun 1931-1932, Natsir mengambil kursus Diploma LO Lager Ondewijs.
”
8
Sebelumnya, pada tahun 1927 beliau berhasil medirikan sebuah lembaga pendidikan Islam Pendis, ini merupakan Pendidikan formal pertama
yang ada di lingkungan keluarga besar Persatuan Islam.
9
Di Sekolah Pendidikan Islam Pendis ini Mohammad Natsir mulai berkiprah di bidang pendidikan. Pada masa-masa ini Mohammad Natsir terus
menerus menggali dan mengembangkan keilmuannya, sehingga dari sini ia memahami berbagai konsep-konsep ajaran Islam tak terkecuali konsep-konsep
Pendidikannya. dari pengamatannya akan kebutuhan ummat terhadap pendidikan, dan pengalaman beliau sebagai pendidik, maka dari beliau ini muncullah ide atau
7
Ibid, h. 32
8
Ibid, h. 34
9
Tiar Anwar Bachtiar, “M. Natsir Pelopor Pendidikan Islam Integral”, Jurnal Pemikiran dan Peradaban Islam Islamia, Vol. V. No. 1, 2009, h. 82